Jumat, Desember 19, 2008

Amerika lebih takut riba?

Mata uang dolar AS mencatat rekor terendah merosotnya terhadap euro dan turun terhadap mata uang utama lainnya pada Rabu (18/12) waktu setempat, sehari setelah Federal Reserve memangkas suku bungannya menjadi hampir nol.

Pada 2200 GMT, euro diperdagangkan pada 1,4404 dollar, naik tajam dari 1,4018 dollar akhir Selasa. Semula, mata uang tunggal Eropa telah melonjak menjadi 1,4437 dollar, level tertinggi sejak 29 September. Itu kenaikan euro paling kuat terhadap greenback sejak mata uang itu diluncurkan pada Januari 1999. Euro juga meningkat menjadi 126,02 yen dari 124,74 yen pada akhir Selasa.

Dollar juga melemah terhadap mata uang Jepang, diperdagangkan pada 87,95 yen dibandingkan dengan 88,98 yen pada Selasa. Yen semula mencapai posisi tertinggi 13-tahun terhadap dollar pada 87,11 yen.

Mata uang AS di bawah tekanan setelah Federal Reserve pada Selasa memangkas suku bunganya ke level historis terendah dari 1,0 persen menjadi ke kisaran 0 hingga 0,25 persen dan akan mempertahankan suku bunga rendahnya untuk beberapa waktu.

The Fed juga mendorong penggunaan sebuah peralatannya untuk mencairkan kebekuan kredit serta menstimulus pertumbuhan ekonomi secara all-out memerangi resesi yang telah berjalan setahun. Upaya The Fed ini rupanya justru memukul balik dolar dan menimbulkan ketidakpercayaan pada dolar AS. Pembelian mata uang euro justru meningkat.

Dari sisi transaksi komoditas mata uang pada saat bunga bank kecil memang sangat tidak menarik dan mudah untuk ditinggalkan. Pasalnya, para pemilik uang berharap uangnya bertumbuh kembang, dengan instrumen suku bunga yang tinggi. Hanya saja, bagi The Fed, bunga yang tinggi sama dengan bunuh diri, di saat negara mau runtuh akibat kredit macet yang demikian besar, yang membuat ekonomi seret.

Bunga yang mendekati Nol persen ini menarik untuk disimak, bukan saja dari sisi finansial, namun dari sisi pembelajaran umat untuk tidak ketergantungan pada bunga dalam mengembangkan dana pribadi atau lembaga adalah terobosan yang sangat mulia. Islam sendiri sudah sejak 14 abad silam melaranng adanya pengembangbiakan uang dengan cara membungakan atau bunga berbunga, alias riba.

Islam mengizinkan umatnya untuk mengembangkan modal dengan cara perdagangan, sebagaimana firman Allah swt:

"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu." (an-Nisa': 29)

Perdagangan yang dimaksud dalam Al Quran tentu perdagangan natura. Saat ini memang sedang berkembang perdagangan dalam bentuk komoditas mata uang. Dolar AS merupakan mata uang yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Selain sebagai mata uang sebagai alat transkasi, dolar AS juga untuk mengembangbiakkan modal. Pasalnya mata uang Amerika ini selalu berjaya diatas mata uang lain di antero jagad ini.

Pengusaha ataupun orang kaya di Indonesia pun gandrung memperjual belikan dolar AS, untuk melipatgandakan kekayaan. Bagi yang tidak tertarik dengan perdagangan, maka cukup berdagang dolar AS, dengan cara pagi dibeli sore dilepas, atau ditabung dengan harapan mendapatkan bunga yang tinggi dibanding dengan ditabung dengan menggunakan mata uang rupiah.

Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mengajak para pengusaha maupun perorangan yang suka memperdagangkan Dolar AS mengganti dengan rupiah, dengan iming-iming suku bunga tinggi. Iming-iming inilah yang menjadi titik awal perburuan bunga tinggi dikalangan pemilik modal, yang secara tidak sadar mendorong masuk kejurang riba.

Meski Allah swt telah berfirman sejak 14 abad silam dalam Al Quran:

"Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal daripada riba jika kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat zalim juga tidak mau dizalimi." (al-Baqarah: 278-279)

Amerika sekarang menerapkan bunga hampir nol persen, tentu bukan karena takut siksa Allah swt, namun lebih takut pada krisis finansial yang berkepanjangan. Entah sampai kapan kebijakan The Fed itu akan berlangsung. Dan, itupun masih trail and error, karena dalam beberapa hari saja, mata uang dolar AS langsung terpuruk.

Namun cara Amerika ini selalu dengan perhitungan matang, bisa jadi ini akan berlangsung lama, sehingga masyarakat Amerika terbiasa untuk tidak mendapatkan bunga saat menabung di bank. Harapannya, pemilik modal tidak hanya berpangku tangan terus mendapatkan bunga besar dan uangnya terus menggunung. Bisa jadi pemerintah berharap, semua pemilik modal mau bekerja dan melakukan transaksi perdagangan, sehingga ekonomi Amerika menjadi tumbuh.

Bila saja semangat AS untuk menahan bunga rendah mendekati nol itu berhasil, alangkah hebatnya AS. Tanpa harus takut riba, tapi cara yang dilakukan sungguh seperti yang telah diperintahkan oleh Allah swt. Tanpa fatwa MUI, tanpa harus sering datang ke pengajian, krisis membuat mereka harus menerapkan ajaran Islam tanpa mereka harus masuk Islam.

Bagaimana dengan umat Islam di negeri kita. Hingga saat ini masih saja banyak yang berharap bunga bank tinggi sehingga mendapatkan kapitalisasi modal tanpa harus kerja keras. Kesadaran untuk bekerja keras dulu, baru menikmati hasil, seperti yang dilakukan oleh para bule AS itu tidak bisa diterapkan di negeri ini.

Karena itu, meski MUI memfatwakan bunga bank adalah riba, dan riba adalah haram. Bisa dipastikan fatwa itu hanya di dengar oleh sebagian kecil umat Islam yang kaya. Sebagian besar umat Islam yang kaya dan tak ingin kerja keras, tentu berharap hidup dari bunga depositonya. Artinya masih tega menikmati bunga bank yang jelas haram.

Padahal Allah telah memproklamirkan perang untuk memberantas riba dan orang-orang yang meribakan harta serta menerangkan betapa bahayanya dalam masyarakat, sebagaimana yang diterangkan oleh Nabi:

"Apabila riba dan zina sudah merata di suatu daerah, maka mereka telah menghalalkan dirinya untuk mendapat siksaan Allah." (Riwayat Hakim; dan yang seperti itu diriwayatkan juga oleh Abu Ya'la dengan sanad yang baik)

Jadi siapa yang harus diperangi? Orang Amerika yang jelas Yahudi tapi tidak memberi bunga, atau Umat Islam Indonesia yang melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran Rasulullah saw tetapi masih menikmati riba? Mari kita renungkan.(pit)

Senin, Desember 08, 2008

Qurban bukan money politic

Takbir berkumandang di segala penjuru arah mengagungkan nama Allah swt, sebagai pertanda datangnya hari Raya Idul Adha bagi umat Ismal di dunia. Hari Raya Qurban demikian orang menyebutnya, ada yang menyebut dengan Hari Raya Haji. Hari raya idul Adha adalah saat yang tepat untuk berbagi kepada sesama, berupa daging kambing, sapi, dan onta.

Qurban berbeda dengan sesaji pada penganut animisme dan dinamisme. Sesaji, juga berupa makanan atau bahkan manusia disajikan pada alam atau dewa-dewa agar para dewa tidak murka kepada alam dan manusia. Qurban tidak disajikan untuk Tuhan. Umat Islam perlu bersyukur memiliki Tuhan, Allah swt yang maha kaya dan maha memiliki alam semesta beserta isinya, Allah tidak butuh pemberian manusia. Allah tidak memerlukan daging, makanan atau bahkan wanita untuk disajikan kepada-Nya.

Lantas untuk siapa kurban, domba, sapi dan onta? Kurban dari manusia untuk umat manusia. Ber-qurban, adalah belajar untuk memahami sesama, berbagi untuk sesama. Orang yang dikategorikan mampu harus atau wajib berqurban dengan menyembelih domba, sapi atau onta. Dan hasil penyembelaian diberikan kepada saudara dekat dan saudara jauh, tetangga dan handai tolan yang setiap hari hidup dalam himpitan kemiskinan.

Sebagaimana dalam firman Allah swt:
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Sisi keutamaannya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam dua ayat di atas menggandengkan ibadah berqurban dengan ibadah shalat yang merupakan rukun Islam kedua.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

Beliau mengatakan lagi: “Oleh sebab itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:
"Katakanlah; sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.” (Al-An’am: 162)
Walhasil, shalat dan menyembelih qurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat.”

Dengan qurban, manusia menjadi merasa setara tak ada yang merasa lebih atau kekurangan. Bahkan, Allah swt melarang umat Islam puasa selama empat hari yakni pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasri'. Ini berarti pad empat hari itu, umat Islam di dipersilahkan untuk menikmati daging qurban, sesuai dengan takarannya. Dalam arti lain, hari raya Qurban adalah hari dimana tak ada fakir miskin yang tak bisa makan daging, semua berbahagia menikmati daging, sapi domba atau onta.

Qurban di negeri Indonesia ini memiliki makna yang sangat besar, Apalagi kondisi krisis finansial yang berhembus dari Amerika menerjang rakyat kecil, yang baru saja bangkit dari bencana silih berganti, musim hujan datang dan banjir pun menyambutnya, dibarengi dengan perubahan musim tanam sehingga mengganggu jadwal tanam dan masa panen. Jumlah umat yang hidup digaris kemiskinan terus bertambah, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Qurban menjadi media komunikasi antara manusia dengan manusia. Dengan 2,5 ons daging ini menyadarkan kita semua bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri tanpa ada bantuan orang lain. Bisa saja seseorang meraih prestasi atau karier yang menjulang tinggi dengan bekal ijazah dan kemampuan intelektualnya, namun masih membutuhkan manusia lain untuk mencapai puncaknya.

Puncak karier manusia ibarat sebuah piramida, yang paling bawah menyokong atasnya, dan atasnya- dan atasnya, maka muncullah orang yang berada di pucuk piramida. Dalam kehidupan politik seorang wakil rakyat bisa duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bukan hanya karena kepandainannya, namun juga pengorbanan orang-orang di sekitarnya. Begitu juga presiden, tak mungkin bisa terpilih bila rakyat tidak menghendakinya.

Disinilah makna qurban, orang yang berada di atas baik secara finansial maupun karier dan prestasi, harus dan wajib ingat mengingat orang-orang yang telah secara ikhlas mendorongnya keatas, baik dengan sepengetahuannya langsung maupun tanpa sepengatahuannya.

Di saat negeri sedang sibuk kampanye partai politik untuk Pemilu legislatif pada April 2009, tidak sedikit politisi yang menggunakan moment Idul Qurban sebagai wahana untuk memperluas loyalitas rakyat pada partai atau person dengan iming-iming daging Qurban. Qurban dijadikan sarana Money Politic.

Tentu sangat beda Qurban dengan Money politik. Money politic diberikan dengan dasar nafsu politik atau kekuasaan, dengan tujuan mengharapkan imbalan berupa loyalitas palsu dari orang-orang yang diberinya. Money politic sama sekali tidak mengharap ridha Allah swt. Bahkan Money Politic menjauhkan diri dari rasa ikhlas, dan membangun fondasi keangkuhan, dengan menganggap bahwa segala sesuatu dapat dibeli dengan uang.

Sedangkan Qurban diberikan dengan niat dasar ikhlas mengharapkan keridhaan Allah swt, atas dasar cinta, dan ucapan terimakasih yang tak ternilai kepada Allah swt atas karunia berupa keimanan, rizki, kesehatan, karier, jabatan, keluarga yang bahagia, serta anak yang sholeh dan ilmu yang bermanfaat.

Ber-qurban sama sekali tidak boleh dilandasi oleh rasa takut kepada Allah swt, namun didasari keikhlasan dan keimanan kepada agama Allah swt, dan didorong keinginan mendirikan bangunan ibadah yang utama, serta membangun sebuah kekuatan bathiniah guna menjalin silaturahim dengan sesama secara abadi, di dunia dan di akhirat kelak. (pit)

Kamis, Desember 04, 2008

Off Road Menyusur Tebing Hibur Korban Bencana




DERU knalpot mobil Toyota Hardtop dengan roda besar ukuran 31 inch memecah keheningan pagi para petani teh di sekitar lokasi wisata Situ Cisanti Kabupaten Bandung pada Sabtu (28/11) pagi hari. Mobil off road itu jumlahnya makin banyak saat waktu mendekati pukul 07.00 wib, saat Walikota Bandung Dada Rosada beserta rombongan Hardtopnya memasuki area parkir Cisanti.

Para pemilik Toyota Hardtop ini tergabung dalam komunitas Penggemar Hardtop (PENHARD) Bermartabat Bandung. Menurut Soekarno, Ketua Umum Penhard Bermatabat Bandung, jumlah penggemar Hardtop sebanyak 148 anggota yang tersebar di Bandung dan kota-kota lain di Jawa Barat. Penhard terbentuk pada 6 Mei 2007 ditandai dengan off road Bandung menuju Kawah Cikamojang berakhir di Ciparay Kabupaten Bandung..

Kegiatan kedua diberi title Penhard Adventure Running (PAR) II dengan mengambil lokasi start di Situ Cisanti menyusuri jalan batu yang penuh tanjangan dan tikungan tajam serta berlumpur di perkebunan PTPN VIII Kabupaten Bandung menuju Rancabuaya Kecamatan Caringin Kabupaten Garut.

PAR II diikuti oleh 61 kendaraan, yang terdiri atas 47 Hardtop dan 14 SUV merek lain. Bendera start diangkat oleh Walikota Bandung Dada Rosada yang juga sebagai Pelindung Penghard Bermartabat Bandung didampingi Dr Edi Siswadi MSi, Sekda Kota Bandung, Nanang Sudjana, Ketua Korpri Kota Bandung.

Peserta dibagi dalam kelompok-kelompok sesuai dengan pertemanan masing-masing anggota Penhard. Para pejabat pemkot bergabung menyatu, begitu juga para camat, anggota dewan, dua ulama, Ustadz Jujun Junaidi dan KH Zamzami Asep Herawadi juga turut menyermarakkan PAR II.

Cuaca medung dan berkabut di Pegunungan Papandayan Kabupaten Garut meminta peserta PAR II bersabar dan waspada dengan kecepatan rata-rata 20 km per jam. Apalagi jalan yang dilalui hanya cukup untuk satu mobil, sehingga tim penunjuk jalan dikomandani Hendy Sutisna ekstra waspada terhadap kendaraan yang berlawanan arah.

Perjalanan 13 jam tak terasa melelahkan, karena diselingi dengan perhentian untuk melemaskan urat yang kaku. Saat berhenti di Sumadra, Pakenjeng, Garut, ada perkampungan terpencil, peserta menyempatkan beramah tama dengan mengadakan game dipandu oleh Ustadz Jujun.

“Siapa yang tau nama pemain Persib?” tanya Ustadz Jujun. Spontan warga yang duduk-duduk terdiri atas laki-laki dan perempuan serta anak-anak mengacungkan tangan. “Saya Ustadz, Pemain Persib, Zainal Arif.” Penjawab pun mendapatkan hadiah.

“Siapa yang tau nama Ketua Persib,” tanya Ustadz Jujun. Semua terdiam, hanya seorang bapak paruh baya yang mengacungkan tangan, “Dada Rosada,” jawabnya. Namun saat ditanya mana orangnya, Bapak tersebut tak tahu. “Itu Pak Dada Rosada,” kata Ustadz Jujun sambil menunjuk Ketua Persib yang berdiri agak jauh dari penjawab.

Rombongan Penhard memasuki Ranca Buaya pukul 19.30 wib, dan langsung menuju lokasi pengajian di kecamatan Caringin dimana ribuan jemaah ustadz Jujun sudah menunggu. Sebelum Ustadz Jujun ceramah tentang makna Kurban bagi umat Islam, diawali dengan penyerahan santunan dari Walikota Bandung Dada Rosada untuk warga yang terkena bencana di Kecamatan Caringin Garut sebesar Rp 10 juta, dan Rp 5 juta untuk membenahi mushollah dan Rp 5 juta untuk hewan kurban, serta 10 Al Quran sumbangan dari anggota baru Penhard.

Acara adventure hari pertama diakhiri dengan pemberian secara simbolis kartu anggota dan buku panduan diiringi musik dangdut dari Caringin dengan empat penyanyi seksi dari Bandung, dipandu MC Rudi Jamil dari Bandung.(pit)

Kamis, November 27, 2008

Fatwa Haram Merokok

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Merokok Haram hukumnya, bisa dipastikan akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam di negeri ini. Banyak kepentingan yang berkecamuk dalam setiap komentar tersebut, ada yang murni menyuarakan kepentingan pribadi si perokok, ada juga yang menyuarakan kepentingan petani tembakau dan yang paling keras suaranya bisa dipastikan datang dari pengusaha pabrik rokok, beserta jaringannya.

Merokok haram hukumnya itu berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah serta i’tibar (logika) yang benar. Dalil dari Al-Qur’an adalah firmanNya.“Artinya : Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah : 195]Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu.

Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat.

Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan. Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.“Artinya : Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak oleh membahayakan (orang lain)” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam 2340]

Bila dirunut lebih dalam, Fatwa itu muncul dari sebuah kajian yang mendalam dari sebuah Al Quran maupun Hadist oleh para ulaman. Namun masyarakat bisa saja merespon positif atau sebaliknya. Demikian juga respon masyarakat Islam terhadap berbagai Mazab dalam Islam. Perbedaan pendapat untuk sebuah kebaikan dan pendalaman pemahaman Islam tentu sangat baik. Hanya saja sejauhmana masyarakat bisa menerima fatwa MUI itu bila imbasnya pada urusan perut.

Hal ini tentu beda dengan ajaran Al Quran yang mengharamkan babi, hampir bisa dipastikan umat Islam menjauhinya. Namun, ketika ajaran haram itu menyentuh pada khamer, atau minuman keras, sebagian umat menjauhi dan tidak sedikit yang masih bersahabat. Karena minuman keras dilekatkan dengan gaya hidup anak muda, sehingga segmen anak muda yang masih dangkal pemahaman agamanya mudah terjerembab ke minuman keras.

Begitu juga dengan rokok. Rokok lebih ditonjolkan sebagai gaya hidup anak muda. Dan sejak kecil umat Islam tidak diajarkan tentang haramnya merokok, sehingga jumlah perokok terus meningkat. Bisa dikatakan di negeri yang mayoritas masyarakatnya muslim ini, justru menjadi surga bagi perokok dan gudang uang bagi pengusaha rokok. Simak saja perkembangan pabrik rokok di negeri ini. Pada 1980-1990 hanya ada 200 pabrik, yang lalu tumbuh pesat sejak tahun 2000 menjadi 800 pabrik dan 2001- 2002 menjadi 1.800 pabrik dan saat ini ada 4.212 pabrik.

Dari jumlah pabrik tersebut hanya enam pabrik rokok besar, namun menguasai 80 persen kapasitas produksi dan 16 pabrik skala menengah. Pada tahun 2007 pabrik rokok tersebut menghasilkan 237 miliar batang rokok. Pendapatn cukai yang masuk ke kantor negara pada tahun 2008 ditargetkan Rp 44 triliun.

Siapa saja yang membeli rokok tersebut? Peneliti Senior LD-FEUI dan Guru Besar FEUI, Prof Dr Sri Moertiningsih Adioetomo, pada 2005 lalu ada lebih dari 37 juta rumah tangga perokok yang rata-rata per rumah tangga membelanjakan sekitar Rp 113.000 untuk membeli rokok setiap bulannya. Jika dihitung, pengeluaran untuk rokok nasional tahun 2005 lalu mencapai Rp 50,84 triliun.

Dari rata-rata belanja rumah tangga miskin untuk rokok sebesar 12,43% dari total pengeluarannya, jumlah tersebut setara dengan 15 kali pengeluaran untuk daging atau sekitar 0,85%, delapan kali pengeluaran untuk pendidikan atau sekitar 1,47%, dan enam kali pengeluaran untuk kesehatan atau sekitar 1,99%. Parahnya pengeluaran rumah tangga perokok termiskin untuk rokok yakni 12,6% lebih tinggi dibanding rumah tangga perokok terkaya yang hanya 8,3%.

Bila saja fatwa MUI tentang merokok Haram hukumnya itu dipatuhi oleh umat Islam di Indonesia, maka dapat dipastikan pemerintah akan puyeng mencari pengganti pendapatan yang besar tersebut. Selain itu berapa ribu karyawan pabrik rokok yang mengaggur ditambah dengan jumlah petani tembakau di sentra pertanian tembakau. Jumlah pengangguran itu akan sangat membahayakan bagi stabilitas keamanan.

Membangun kesadaran untuk mengurangi merokok rasanya tidak cukup hanya sebuah fatwa MUI, tetapi harus ada political will yang kuat dari pemerintah. Pemerintah bisa saja bila bertekad ingin mengurangi secara perlahan pendapatan cukai dengan cara menaikkan tarif cukai 200 persen, karena menaikkan 100 persen cukai tidak akan banyak pengaruh bagi perokok.

Selain itu harus disiapkan betul langkah-langklah mengantisipasi lonjakan jumlah pengangguran dari buruh pabrik rokok. Bila pemerintah memiliki keberanian yang tinggi untuk mengurangi produksi rokok secara drastis, maka tanpa fatwa MUI pun jumlah perokok akan menurun tajam.(pit)

Jumat, November 21, 2008

Mundurnya Iklan Rizal Malarangeng

Mundurnya Rizal Malarangeng pada bursa Calon Presiden 2009 cukup membuat prihatin kalangan muda. Rizal Malarangeng yang gencar memasang iklan mulai Juli 2008 di TV dan Koran serta Billboard di Kota-Kota besar di republik ini, akhirnya mengakui bahwa iklan saja tidak cukup untuk mendongkrak namanya untuk mendapat dukungan yang lebih luas.

Mengangkat isu Capres dari golong muda ternyata tak begitu diperhatikan oleh rakyat negeri ini. Berdasarkan pengakuan Rizal, berbagai upaya sudah dilakukan untuk mendongkrak namanya, namun tetap saja ratingnya kalah dengan seniornya, SBY dan Megawati. Kedua tokoh ini rating terus berkejar-kejaran, dan satu nama baru Prabowo yang menjadi kuda hitam. bahkan hasil survey LSI yang baru iklan kampanye Prabowo berhasil merebut posisi teratas dengan meraih 65 persen suara, dan diikuti oleh SBY, urutan ketiga adalah Megawati.

Di Jawa Timur juga ada fenomena menarik saat Pilkada, yakni Sukarwo dan Saifullah Yusuf (KarSa) dinyakan sebagai pemenang Pilgub Jatim mengalahkan Kofifah Indar Parawangsa dengan selisih 60.233 suara untuk KarSa dibanding dengan Kaji. Kaji meraih 7.669.721 suara dan Karsa 7.729.944 suara.

Bila disimak lebih dalam lagi, kemenangan KarSa, Pakde Karwo dan Saifullah Yusuf, adalah sebuah upaya kerja keras Karwo yang sudah sekian lama menjadi birokrat di Jawa Timur, namanya ada di STNK mobil dan motor se-Jawa Timur, sebagai Kadispenda Prop Jatim. Saifullah Yusuf, juga sangat dekat dengan kaum Nahdliyin khususnya anak-anak muda, sebagai Ketua Umum Gerakan Anshor.

Suara mereka didongkrak lagi dengan masuknya partai besar Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PKB. Masing-masing menggerakkan mesin partainya. Dan iklan di media massa maupun di TV serta Baliho hanya sebagai remainding saja, bukan sebagai alat utama untuk mengeruk suara.

Kofifah, namanya juga sudah demikian dikenal, sebagai aktivis perempuan bahkan pernah menjadi menteri di zaman pemerintah Gus Dur. Hanya saja, pendampinginya, Mujiono masih membutuhkan energi besar untuk di dongkrak suaranya. Namun, hasil tipis menunjukkan kerja keras di dua bagian sangatlah luar biasa.

Menyimak kinerja partai dan prestasi personal Karwo dan Saifullah serta Kofifah, ini sangat berbeda dengan munculnya Rizal Malarangeng. Rizal seolah-olah tiba-tiba saja muncul ke permukaan tanpa awalan yang gilang gemilang. Banyak orang mempertanyakan Siapa sebenarnya Rizal Malarangeng. Seandainya Andi Malarangeng tidak menjadi pengamat politik ternama dan juru bicara kepresidenan, tentu banyak orang tak tau asal usul Rizal Malarangeng, sehingga menyulitkan bagi tim suksesnya untuk menaikkan di orbit politik nasional.

Isu generasi muda belum tentu direspon, meski masyarakat Indonesia, boleh dibilang sering melakukan trial and error, namun tidak terlalu gambling banget. Hal inilah yang membuat nama Rizal, yang tidak bisa dinaikkan menyamai rating SBY yang mengkonsepkan kampanye dengan menampilkan keberhasilannya dan berslogan: LANJUTKAN !.

Megawati mencoba mendekati massa rakyat kecil lagi, dan tetap bersemboyan untuk Wong Cilik Sembako Murah.

Prabowo, menyuarakan keluhan rakyat khususnya petani, nelayan dan pedagangan pasar tradisional, suaranya langsung naik bersama Gerindra.

Apakah mereka terdongkrak karena iklan di koran, TV dan Billboard, jawabnya TIDAK. Nama mereka sudah dikenal jelas oleh masyarakat dengan track recordnya sendiri-sendiri. Iklan hanya untuk REMAINDING kepada rakyat yang sudah lama tak bertemu atau lupa.

Jadi jelas, iklan bukanlah satu-satunya cara untuk memenangkan suara dalam pilpres, tetapi kerja nyata dan prestasi kepada masyarakatlah yang sangat menentukan.(pit)

Kamis, November 20, 2008

UMK dan Preman

Upah Minimum Kabupaten dan Kota Bandung akan dinaikkan 11,25 persen menjadi Rp 1.044.630 dari sebelumnya Rp 939.000 pada tahun 2008. Angka UMK ini keluar setelah diadakan investigasi dan survey kebutuhan hidup layak (KHL) Kota Bandung sebesar Rp 1.118.687. Artinya UMK Kota Bandung hanya bisa memenuhi 93,38 persen.

Bagi pemerintah ini mungkin pilihan sulit, karena kenyataan harga barang kebutuhan pokok di pasar terus melambung seiring dengan menguatnya kurs dlar AS terhadap rupiah. Apalagi pagi pengusaha, yang saat ini sedang puyeng menghitung biaya operasional yang naik akibat dolar AS yang terbang tinggi, dan seolah-olah pemerintah tak berdaya apa-apa seperti pada krisis 1998 silam.

Harga bahan pokok produksi yang naik ditambah biaya opersional dan masih ditambah dengan melemahnya daya beli masyarakat baik lokal maupun internasional, tentu membuat para pengusaha puyeng tujuh keliling. Hal itu masih belum ditambah lagi dengan pengusaha yang mendalkan sebagian investasi atau modal kerjanya dari bank. Suku bunga bank terus menanjak dan makin tinggi, melebihi kemampuan biaya yang dianggarkan oleh pengusaha.

Pada sisi buruh juga pilihan sulit. Hasil survey yang dilakukan pemerintah kota Bandung itu tentu belum bisa dianggap akurat sesuai dengan perkembangan perekonomian terkini. Bisa jadi hasil survey itu hanya layak ketiga survey dilakukan, pada saat UMk diputuskan, harga kebutuhan itu sudah melambung tinggi.

Biaya itu belum ditambah dengan biaya sekolah anak yang tak pernah berhenti bertambah dalam bentuk berbagai iuran, meski pemerintah Jawa Barat sudah menjanjikan akan menggratiskan biaya sekolah, namun sekolah masih saja menarik iuran. Belum termasuk biaya kesehatan bagi keluarga buruh. Biaya kesehatan ini bisa jadi lolos dari survey, karena sifatnya mendadak dan seringkali tidak dianggarkan dalam budget keluarga.

Himpitan kebutuhan hidup dasar bagi buruh makin berat, seolah tak ada jalan keluar selain menuntut kepada pengusaha agar upah dinaikkan dari hanya sekedar UMK Rp 1.044.630. Namun pengusaha juga tidak kalah repotnya, memenuhi tuntutan buuruh tentu akan meningkatkan biaya karyawan, yang berujung pada angka akhir yakni laba atau rugi. Bila merugi, maka konsekuensinya perusahaan harus mengurangi jumlah karyawan agar terjadi titik keseimbangan, perusahaan jalan, namun tidak merugi.

Bagi buruh, menuntut kehidupan adalah desakan perut, tetapi bila terus didesak, maka konsekuensinya adalah harus menerima kenyataan, di PHK. Belum tentu juga ada jaminan uang pesangon akan diterima, pengusaha akan beralasan dana untuk pesangon tidak ada, akibat kerugian yang diderita perusahaan.

Ancaman PHK yang ada dipelupuk mata bisa jadi bukan pepesan kosong, namun sangat dekat dengan kenyataan. Bila saja PHk terjadi maka buruh akan berharap mencari pekerjaan lain yang lebih tinggi menggaji per bulannya. Bisa jadi akan keberuntungan bisa juga tidak, mengingat kondisi semua perusahaan di dunia sama-sama susah.

PHK karyawan sejak 1998 saja masih belum banyak yang tertampung di lapangan pekerjaan di era SBY-JK, apalagi bila ditambah dengan PHK periode krisis finansial 2008 ini. Pada sisi lain, pemerintah sama sekali tak punya dana untuk menarik para pekerja yang di PHK melalui program kerja masal. Pemerintah hanya menyiapkan dana bantuan Langsung Tunai (BLT) itupun bisa dipastikan anggarannya tidak memasukkan adanya jumlah karyawan PHK baru pada krisis yang berlangsung sejak 15 September 2008 itu.

Pada sisi lain, masyarakat mulai diresahkan oleh para pengangguran yang berubah sifat menjadi preman. Keresahan masyarakat ini direspon langsung oleh Polisi dengan menggelar Operasi Preman. Semua preman ditertibkan bahkan ditangkapi. Saya yakin, bila operasi preman ini benar-benar dijalankan, maka ruang tahanan se-Indonesia tidak akan pernah cukup, selain itu dana yang dibutuhkan juga tidak kecil, dan belum dianggarkan pada tahun 2008.

Polisi dalam menyelenggarakan operasi Preman ini hanya sifatnya membina agar tidak meresahkan masyarakat. Dan, preman tidak akan berkurang jumlahnya, baik yang melakukan pungli, hingga melakukan aksi kriminal dengan kekerasan. Akar masalahnya tetap saja satu, yakni kurangnya lapangan kerja.

Memang tidak semua pengangguran berubah sifat menjadi preman, namun tetap saja menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Langkah yang perlu untuk dilakukan yakni sama-sama memahami kondisi, pemerintah juga harus sadar bahwa pungli atau korupsi menyengsarakan rakyat, karena itu pemerintah harus berhenti korupsi. Pengusaha juga harus berempati besar pada buruh, dan buruh perlu memahami kondisi riil di pasar. Semoga kita bisa selamat dari krisis ini.(pit)

Minggu, November 16, 2008

Tetangga kunci sukses rebut Kursi Legislatif

Jumat sore 11 orang datang bertamu untuk mengajak diskusi tentang Jawa Barat, mereka adalah calon legislatif dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat. Masing-masing mengenalkan diri dan program-programnya, tentu yang mengena ke masyarakat mulai urusan ekonomi kerakyatan hingga masalah pendidikan. Saya hanya menganggut-manggut mendengarkan, para calon wakil rakyat ini menuturkan cita-citanya untuk rakyat Jawa barat bila terpilih kelak pada Pemilihan Umum (Pemilu) April 2009.

Dalam diskusi itu belum terungkap apa saja yang telah dilakukan oleh caleg PAN itu selama lima tahun kebelakang. Pemikiran saya ini sederhana saja, membangun kepercayaan rakyat tentu tidak cukup hanya dengan memasang iklan atau datang pada saat kampanye, dan memberi janji-janji lalu meninggalkan bingkisan atau apa sajalah dengan harapan dicoblos namanya pada Pemilu.

Gaya menarik suara masyarakat dengan pola seperti itu tentu sudah kedaluwarsa. Rakyat sudah mulai bingung menentukan pilihan pada 2009 ini, karena demikian banyaknya jumlah partai politik yang bertarung. Tercatat jumlahnya 38 partai. Sedangkan kalau disurvey tentu masyarakat paling hanya mampu mengingat 10 nama partai. Dan partai yang saat ini memiliki kursi di DPR dan di Kabinet atau jadi Presiden dan Wakil Presiden, tentu sangat diuntungkan.

Kembali pada PAN Jawa Barat. Ada harapan besar untuk meningkatkan dukungan di Jawa Barat dari 7 persen menjadi 15 persen atau setara dengan 15 kursi di DPRD Jawa Barat. Alasannya, PAN Jabar telah menjadi The Rulling Partai, artinya kader PAN cukup banyak yang menjadi kepala daerah pada Pilkada di Jabar. Yang sering disebut namanya dan dianggap sebuah keberhasilan besar yakni tampilnya nama Dede Yusuf menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat.

Saya melihat ada pergeseran cara dalam mengeruk suara rakyat pada 2009 ini. Kesan saya para Caleg sangat menyepilihkan arti sebuah dukungan. Cara mendapat dukungan cukup siapkan uang dan konsep yang 'Angin Surga'untuk rakyat, maka akan dengan mudah melenggang menjadi wakil rakyat. Padahal dukungan yang sesungguhnya adalah dari orang-orang yang kenal dan ingin diwakili suara hatinya. Di mata saya, rakyat tetaplah punya hati dan perasaan dan masih bisa berfikir sehat meski miskin. Nama yang terpilih, adalah mereka yang selama ini memiliki jasa besar di mata rakyat. Bila saja Caleg sudah menanam benih kebaikan tentu akan menuainya pada Pemilu 2009.

Benih kebaikan itu, bisa saja dimulai dari hal-hal kecil yang selama ini diabaikan. Misalnya sampah, selalu saja jadi masalah, namun belum ada seseorang yang berani membuat terobosan sehingga masyarakat bisa mendapat manfaat dari sampah yang mereka buat sendiri. Sebagai contoh, membuat kompos, dan memanfaatkannya untuk kepentingan orang banyak. PLN bahkan telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk membuat kompos untuk dijadikan energi listrik.

Bila saja ada yang memeloporinya dan menggugah bersama-sama kesadaran rakyat untuk menggunakan energi listrik sehemat mungkin, dan mengubah perilaku dari membuang sampah menjadi mengolah sampah tentu akan memberi kesan yang mendalam pada rakyat.

Hal lain, pendidikan. Bea Siswa bagi anak-anak tak mampu di sekitar lingkungan kita. Banyak sudah dana pemerintah digelontorkan, namun banyak juga yang menguap. Seharusnya ada yang berani menanggung biaya sekolah untuk usia anak-anak sekolah hingga SMA.

Kesehatan, masih banyak orang tak mampu yang membutuhkan pengobatan, namun proses demikian rumit, sementara pengobatan membutuhkan waktu yang cepat untuk penangannya. Hingga sekarang masih banyak rakyat miskin yang telantar di rumah sakit, karena masih belum ada yang memperhatikan secara serius.

Tiga contoh kecil ini bisa menjadi bahan renungan bagi Caleg untuk mengeruk suara pada pemilu. Apa artinya pasang spanduk atau baliho sebanyak-banyaknya, namun rakyat tak mengenalnya secara hati ke hati. Gerakan berbudi baik dan berbudi luhur dan bekerja keras, di luar waktu kampanyelah yang menjadi penentu.

Sebagaimana Allah SWT mewahyukan :

"…Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,.” (Q.S. An-Nisa:36)

Nabi Muhammad SAW pun mengingatkan kita agar selalu berbuat baik kepada tetangga:
Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata keduanya, “Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim”. (H.R. Bukhari Muslim)

Bila saja para caleg telah mengukur dirinya sejauhmana dirinya telah melakukan resep dari Allah swt dan pesan Nabi Muhammad sawt, maka dia akan dengan mudah melenggang ke kursi legislatif. Namun, bila sebaliknya, hanya mengandalkan istilah politik yakni mengandalkan Mesin Politik Partai, bersiaplah untuk menyesal karena uang sudah dihamburkan, namun kursi tak tergapai. Karena rakyat tidak segan-segan 'menghakimi' caleg pada saat pemilu, dengan cara menerima upetinya namun tidak mencoblosnya atau memilih Golput.(pit)

Kamis, November 13, 2008

Buruh dan Jago Sulap


Demo besar melanda Gedung Sate Bandung, tempat Gubernur Jawa Barat H Achmad Heriyawan berdinas mengemban amanah selama lima tahun ke depan. Persoalan yang diteriakkan oleh pendemo yang mengatasnamakan sebagai perwakilan Buruh Se-Jawa barat itu menuntut agar Gubernur Jawa Barat meneken surat yang 'mengharuskan' pemerintah kota dan kabupaten menaikkan UMR sebesar 20 persen pada tahun 2009. Berdasarkan SK Gubernur kenaikan ditetapkan sebesar 10,56 persen.

Besarnya Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat Rp 628.191 atau setara dengan harga 104,6 liter bensin. Bila saja, buruh pabrik itu memiliki tempat tinggal di desa berarti dia harus sewa rumah atau kos, di Bandung tarif kos minimal Rp 300.000 untuk satu kamar satu orang dengan luas kamar 3x2,5 meter. Di sekitar pabrik memang ada kos Rp 150.000 - Rp 200.000 per kamar. Bila memilih kos yang sangat sederhana saja, upah buruh sudah tinggal Rp 428 ribu. Makan sekali minimal Rp 5.000. Padahal untuk kerja giat dan stamina baik harus makan tiga kali, Rp 5.000 x 3 = Rp 15.000 kali 30 hari, total sudah Rp 450.000.

Apakah buruh tidak butuh transpor? Apakah terus-terusan membujang? Biasanya mereka menutup biaya itu dengan mengikuti jadwal lembur yang diatur oleh perusahaan, uang lembur itu biasanya untuk menyambung hidup. Tapi masih ada satu pertanyaa lagi, kebanyakan buruh merokok. Ini berarti upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat itu sama sekali sulit untuk diterima oleh akal sehat, baik untuk kalangan berpendidikan rendah sekalipun.

Bagaimana dengan kenaikan 10,56 persen, atau sebesar Rp 66.336? Kenaikan ini sama sekali tak berarti apa-apa. Mengapa? Mari kita simak, harga kebutuhan pokok sekarang mulai perlahan naik, meski pemerintah telah menjanjikan harga BBM turun Rp 500 per liter mulai Desember 2008. Penurunan itu tentu tidak serta merta menurunkan harga barang kebutuhan.

Pasalnya, BBM hanya komponen kecil dari biaya produksi. Komponen terbesarnya adalah bahan baku. Tekstil misalnya, bahan bakunya sudah susah di dapat dari dalam negeri. begitu juga dengan produk sepatu, negeri ini sudah menjadi tukang jahit, semua bahan bakunya diimpor. Padahal untuk mengimpor barang, standar mata uang yang digunakan adalah dolar AS. Coba perhatikan berapa harga dolar terhadap rupiah sekarang ini. Pada penjualan Kamis (13/11) dolar diperdagangkan dikisaran Rp 11.913 berdasar data Bank Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan akan naik lagi, karena kebutuhan dolar di dalam negeri terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk membayar utang luar negeri, baik swasta maupun pemerintah.

Sangat wajar bila buruh menuntut kenaikan lebih dari 10,56 persen. Pertimbangan rasional yang mengikutinya yakni, inflasi pada bulan Oktober 2008 saja sudah menyentuh angka 11,77 persen. Inflasi ini terus naik, seiring dengan naiknya mata uang dolar, karena para pemilik uang akan asyik bermain dolar sehingga uang yang beredar dalam bentuk rupiah menjadi lebih banyak. Bila pemerintah tidak segera mengantisipasi dengan menaikkan suku bunga SBI lagi, maka tidak menutup kemungkinan, dolar makin jaya dan inflasi makin menggila.

Bila saja kenaikan UMP itu hanya 10,56 persen, artinya kenaikan UMP itu bukannya membuat buruh sejarhtera namun justri nombok. Untuk mengikuti laju inflasi saja, sudah tidak mencukupi. Itu belum kita hitung kenaikan harga barang setelah dolar naik. Penurunan harga bensin tentu tidak terlalu signifikan bagi masyarakat buruh, karena mereka bukan penikmat bensin. Justru yang diuntungkan adalah para pengusaha dan kelas menengah serta atas yang konsumsi BBM jenis premium alias bensin cukup tinggi.

Sebuah mobil sedan 1.500 cc saja, untuk aktivitas kerja satu bulan, dengan jarak tempuh dari rumah ke kantor 10 km, dan operasional sehari-hari bila dia seorang tenaga lapangan atau manager marketing atau sales, akan menghabiskan minimal 100 liter. Itu baru satu mobil, kebanyakan level manager memiliki lebih dari satu mobil, apalagi pemiliknya, dipastikan punya koleksi mobil mewah yang notabene boros BBM. Itu sebagai gambaran bahwa penikmat BBM premium bukanlah buruh.

Sangat susah bagi teman-teman buruh pabrik merumuskan arti kebutuhan dalam hitungan angka-angka secara matematis. Hal itu adalah yang mustahil, menurut almarhum Asmuni Pelawak Srimulat, Hil yang Mustahal. Tapi mengapa pemerintah tetap saja takut mengambil sikap untuk menghadapi keresahan buruh?

Dimata pengusaha menaikkan upah buruh itu sebanarnya bukan hal mudah, karena buruh itu masuk pada 30 persen atau lebih komponen biaya. Menaikkan upah tidak dengan hati-hati sama dengan mengajak menutup pabrik secara cepat. Namun ada persoalan yang lebih menjadi perhatian bagi pengusaha, yakni suku bunga kredit.

Sebagaimana diketahui, dunia usaha sangat jarang yang menggunakan modal sendiri, sebagian besar menggunakan modal bank, dengan meningkatnya suku bunga kredit akibat krisis finansial, tentu membuat biaya bunga yang harus dibayar makin besar. Hal itu masih ditambah lagi dengan melemahnya daya beli masyarakat, khususnya masyarakat tujuan pemasaran produk. Misalnya, sepatu, Amerika akan banyak menolak produk impor dari Indonesia, karena mereka lagi sepi, begitu juga tekstil dan produk tekstil.

Hal itulah yang membuat pengusaha sulit memenuhi tuntutan untuk menaikkan upah buruh. lantas kepada siapa buruh harus mengadu? Pemerintah, jawabnya. Tentu saja pemerintah tidak harus serta merta mensubsidi UMP atau UMR, namun pemerintah harus benar-benar merealisasi janjinya untuk pendidikan gratis dan biaya kesehatan gratis. Bagi masyarakat kecil, buruh pabrik di kota atau di desa, makan adalah hal muda, tetapi sekolah dan biaya kesehatan adalah hal mahal yang susah dicernah oleh akal sehat mereka.

Untuk itu, akan lebih bijak bila pemerintah tidak hanya menolak permintaan buruh untuk menaikkan UMP, tetapi juga harus berani meyakinkan, bahwa biaya pendidikan dan kesehatan benar-benar gratis. Selain itu, harus ada keberanian, KORUPSI di pemerintahan harus dibersihkan. Tidak cukup hanya seorang Gubernur saja yang bersih, tapi semua PNS di sekitarnya harus mengubah gaya hidupnya, yang mewah meski gaji kecil. Biasanya kita menyebut PNS itu sebagai Jago Sulap, gaji kecil tapi penghasil besar.(pit)

Rabu, November 12, 2008

Dolar menguat lagi

Saat aku presentasi di Exelcomindo untuk membuat planning event 2009, sebuah SMS masuk ke HPku. Isinya, dolar sudah menembus angka Rp 11.500/dolar AS. Akupun dengan cepat mengakhiri pembicaraan dengan teman XL, dan berjanji akan datang lagi untuk membahas proposal dan teknis pelaksanaannya.

Dalam perjalan ke kantorku aku cari cara bagaimana agar perusahaan ini tidak merugi, aku yakin sebuah perusahaan media yang bahan bakunya hampir 70 persen dari kertas akan terpukul. Sedangkan menaikkan harga jelas sebuah langkah yang tidak mungkin. mengapa? karena daya beli masyarakat membang sedang buruk. Alternatifnya ya, harus dengan menekan biaya.

Dalam komponen penjualan koran itu ada yang namanya jatah bayar dan jatah konsinyasi, dan retur. Alternatif paling mungkin untuk menekan biaya yang membengkak dan pengeluaran yang besar yakni menekan retur. Akupun mulai menghitung bila retur ditekan hingga 10 persen pasti akan berkurang biaya. Tapi ada risiko, bila retur ditekan, pasti penjualan akan menurun, maka aku coba buat skema, pasti ada penurunan hingga 10 persen dari oplah biasanya.

Seminggu yang lalu aku sudah menghitung bila dana luar negeri Amerika serikta terus ditarik dan cadangan devisia Indonesia terus tergerus untuk intervensi dolar terhadap rupiah, bisa dipastikan rupiah akan meleha dalam waktu yang demikian panjang, meski pemerintah memberi jaminan ekonomi akan stabil.

Dolar akan terus menguat dan rupiah akan gonjang-ganjing, suku bunga akan naik, sehingga suku bunga kredit akan teus naik, invetasi akan seret. Penurunan harga minyak tidak akan membantu apapun dalam membangun kenmbali daya beli masyarakat. Industrai yang terkait dengan ekspor akan merosot.

Mudah-mudahan pemerintah punya pil ampuh untuk menyehatkan kondisi ekonomi yang sedang gontai dan hampir jatuh ini. Untuk itu, efisiensi adalah cara paling jitu untuk mencapai target 2008 ini.(pit)

Rezeki atas doa Ibu

Hari sabtu pagi aku rada malas bangun, sambil tiduran aku lihat televisi, tiba-tiba teringat tentang rencana acara peringatan 1000 meninggalnya ibuku, yang kemungkinan jatuhnya pada 4 Desember 2008. Aku langsung telepon adik-adikku di Sidoarjo. Satu per satu aku telepon tapi pada sibuk semua, satunya, Heru, adikku yang bungsu teleponnya malah ga diangkat, meski aku sampai empat kali kontak. Aku yakin HP-nya ketinggalan, karena dia suka mancing, mungkin HP-nya ketinggalan di rumah.

Aku coba telepon Yuli, adikku, juga sibuk terus, lalu aku coba lagi, baru berhasil. Aku tanya tentang kondisi keluarganya dulu, alhamdulillah baik-baik. Aku lalu menayakan tentang rencana peringatan 1.000 hari Ibu. Dia bilang awal Desember 2008, tapi tanggalnya belum ditentukan. Aku jadi ingat pesan alamarhum Ayahku, beliau bilang, "Yok, tolong kalau kamu ga sibuk, harap pulang untuk memperingati 1.000 hari ibumu."

Sayang Ayahku setelah menyampaikan pesan dan mengatur segala biaya, dimana anak-anaknya tidak diperkenankan repot-repot, karena Ayah yang atur katering dan segalanya, kecuali bila ada yang mau menyumbang. Tujuan Ayahku biar tidak merepotkan anak-anaknya. Keenam anaknya setuju, satu saja yang tak menjawab, karena berbeda faham. kakaku kedua Muhammadiyah, dia menganggap pengajian memperingati 1.000 hari Ibuku adalah bid'ah, dan bid'ah adalah sesat. Aku dan kakakku sulungku serta adik-adikku, diam saja. kita sepakat untuk tidak membuka forum debat. karena pesan Ayahku, tidak perlu memperdebatkan persoalan yang tidak terlalu penting. Ayahku setelah berpesan itu, tiga bulan berikutnya meninggal dunia.

Pembicaraan dengan adikku, Yuli pun berkembang kearah silaturahim lebaran, dimana aku tidak pulang ke Sidoarjo berkumpul dengan keluarga. Dalam pembicaraan adikku, dia berkeluh kesah soal mobilnya yang ditabrak mobil Jazz, dan penabrak tidak bertanggung jawab, langsung lari kencang meninggalkan bekas pada bamper mobil adikku.

Tiba-tiba saja, dia nyeletuk, sudah ga punya uang, mobil malah ditabrak orang. "mas, Yok, waktu ke mekkah haji dan umrah kemarin apakah ga mendoakan aku, masa yang kaya cuman sampeyan saja," tanyanya.

Aku terhenyak dengan pertanyaan itu. Aku ga mengira kalau adikku bakal bertanya seperti itu. Aku jawab, semua aku doakan agar hidup layak dan sejahterah, nah soal realisasinya, kan kembali kepada masing-masing.

Aku lalu memutar otak untuk kembali pada masa lalu, saat kami masih sama-sama kecil di rumah. Aku waktu itu ingat betul, di keluarga, aku memang yang paling sering dimintai tolong ibuku untuk membantu mencarikan pinjaman uang untuk adik-adikku atau kakakku bila waktunya bayar sekolah. Suadaraku mereka umumnya ditugaskan Ibuku hanya untuk berfikir dan belajar mencapai prestasi, selebihnya urusan uang saku dan bayar sekolah adalah urusan Ibuku, karena ayahku bertugas di luar pulau sebagai militer. Dan, aku adalah anak yang kerap disuruh Ibu. Meski agak malas-malasan, semula, tapi Ibuku, selalu bilang," Sudahlah, tolong kakakmu, adikmu, siapalagi yang ibu mintai tolong," pesannya dengan suara pelan.

Aku pun menurut saja, mulai dari menjual beras jatah mengganti dengan beras yang layak untuk makan, belanja ke pasar, karena aku sekolah masuk siang, hingga menjual makanan ringan di kantin-kantin. Semua aku laksanakan dengan senang saja, sambil bermain.

Hingga aku lulus SMA, aku kebingungan, terus kuliah atau cari kerja. Orangtuaku sudah pensiun dari TNI, meski pangkatnya perwira menengah, tapi tetap saja pensiunnya kecil, dan Bapakku tak mau ngobyek seperti pensiunan TNI yang sederajat dengan Ayahku.

Aku pun akhirnya nekad ikut tes sipenmaru, dan alhamdulillah diterima di Universitas Jember, Fakultas Sastra Jurusan Sejarah. Aku pesan kepada ibu dan Bapakku, tak perlu repot mengirim uang bulanan, karena aku akan berusaha sekuat tenaga mencari jalan keluar yang halal untuk bisa lulus S1.

Kuliahpun lulus dan aku melamar menjadi seorang wartawan di Surya Surabaya. Saat ada kegiatan di Pelabuhan aku bertemu dengan seorang pengusaha keturunan Arab di sekitar Masjid Sunan Ampel Surabaya. Dia sukses membuka travel, masih mudah waktu itu sekitar 40 tahunan. Aku coba wawancarai dia, tentang kisah suksesnya, membangun usaha hingga punya cabang dimana-mana.

Dia hanya menjawab enteng saja. "Aku selalu memberi Ibuku uang sebanyak-banyaknya, saat Ibuku butuh. Bahkan aku kirim uang untuk Ibuku biar ibuku sejahterah. Dan aku yakin Allah swt akan mengganti minimal 10 kali lipat karena doa ibu itu sangat didengar Allah swt. Aku yakin itu. Itulah kunci suksesku," katanya sambil senyum.

Aku tulis profil tentang dia dan kutipannya yang menurutku sangat berharga itu. Aku mencoba untuk menerapkannya.

Pada tahun 1993, Ibuku datang ke rumah kontrakanku. Ibu bilang butuh uang, nanti akan diganti bila rapelan gaji Bapakku sudah keluar. Ibuku pinjam Rp 1.000.000. Aku masih ingat waktu itu gajiku masih Rp 400 ribu per bulan, dengan anak satu. aku bilang istriku, aku punya tabungan cuma Rp 900 ribu. Istriku pun menyetujui meminjamkan uang belanja untuk menggenapkan Rp 1.000.000.

Ibu terus-terusan bertanya, ini uang tabungan atau uang belanja sehari-hari, aku dan istriku sepakat menjawab, uang tabungan. Ibuku pun berterimakasih, lalu pamit pulang. Aku senang bisa bantu Ibu meski agak bingung mencari ganti uang belanja. Untung anakku tak butuh susu kaleng, cukup dengan ASI, jadi soal makan bisa direm dikit-dikit, dan aku hobi banget puasa, sehingga bisa hemat.

Dua bulan setelah itu ada temenku datang memberi tau kalau ada rumah dijual dengan harga murah. Uang mukanya Rp 2.500.000, sekarang masih tahap pembangunan. Aku langsung mendatangi developernya, mencari informasi, ternyata benar. Saat aku datang, ternyata temenku yang jadi pengurusnya, dan aku disuruh booking dulu. Aku bilang ga punya uang. Dia bilang santai saja, karena pembangunan membutuhkan waktu 1 - 1,5 tahun. uang muka ga usah dipikir. Maka aku langsung pilih rumah.

Benar 1,5 tahun kemudian, tabunganku sudah mendekati Rp 2 juta, aku bisa beli rumah karena kontrakanku juga sudah mulai habis. Saat rumah sudah jadi, semua melunasi, aku masih saja belum dapat panggilang untuk melunasi, tapi anehnya disuruh tandatangan akta jual beli rumah. istriku sampai heran.

Aku jadi ingat pesan pengusaha travel itu. Kebaikan dan keihlasan pada Ibuku, membuat aku mendapat kemudahan yang menurutku luar biasa.

Aku lalu merunut lagi ke telepon adikku, apa yang luar biasa dariku sehingga aku bisa dinilai oleh saudaraku sendiri lebih makmur. Hingga kini aku terus instrospeksi, apakah ibadahku, apakah doaku, apakah zikirku, apakah kebiasaanku puasa, apakah salat malamku, apakah sedekahku. Aku belum berani merumuskan, yang jelas aku akan terus meningkatkan ibadah dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan kepadaku dan keluargaku.(pit)

Jumat, Oktober 31, 2008

Menangkal Korupsi

Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Komite Independen di menara jamsostek Jakarta, Rabu (29/10) lalu, mengundang Dr Mustafa Abubakar Dirut Bulog dan Walikota Bandung Dada Rosada. Bos Bulog ini cukup semangat memaparkan bagaimana kiatnya menangkal aksi korupsi di Bulog setelah diterpa 'angin puting beliung' istilahnya untuk menggambarkan aksi korupsi di Bulog oleh Widjanarko Puspoyo, mantan Dirut Bulog.

Mustafa yang mantan Pejabat Gubernur Aceh ini menemukan dua hal penting, setelah mengadakan pertemuan dengan para pegawai Bulog. Pertama, karyawan Bulog masih punya kebanggaan bekerja di Bulog. Kedua, masih memiliki semangat untuk memperbaiki. Maka untuk membangun kinerja yang lebih baik, Dirut Bulog ini mendatangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga empat kali. Selain itu juga menceburkan karyawannya di ESQ yang dibina Ary Ginandjar. Menurut Mustafa, hasilnya cukup bagus, Bulog berhasil menekan angka impor beras.

Pengadaan beras dalam negeri sebanyak 1,73 juta ton ditambah impor yang sebanyak 1,5 juta ton jika dikurangi untuk kebutuhan beras miskin (raskin) dan cadangan beras untuk Operasi Pasar (OP) maka pada akhir tahun akan tersedia stok beras nasional sebanyak 1,5 juta ton. Selain itu juga perilaku rekanan juga diubah secara drastis, sehingga mengurangi kemungkinan aksi korupsi.

Berbeda dengan Walikota Bandung Dada Rosada, yang dipercaya untuk menjadi Koordinator Forum Komite Independen Nasional, mengatakan, saat menjadi karyawan Pemerintah Kota Bandung pada tahun 1973, korupsi sudah sangat luar biasa di birokrasi. Puncaknya terjadi pada tahun 1977, terjadi skandal korupsi besar di Bandung, yang menyebabkan walikota dan beberapa pejabat dicopot. Berdasarkan pengalaman itu, Dada Rosada yang wakti itu masih menjadi Karyawan Honorer daerah (Honda) bertekad untuk membangun budaya bersih dari korupsi bila menjadi walikota.

Nah, setelah menjadi Walikota Bandung untuk kedua kalinya, Dada bertekad untuk memberantas korupsi yang sudah mengakar dengan mengharuskan semua karyawan dan pejabat Pemkot Bandung menandatangai Pakta Integritas. Tercatat 3.700 pejabat dan karyawan biasa yang menandatangai, dari level Sekretaris daerah hingga Lurah. Dada juga bekerja sama dengan media Tribun Jabar untuk membuka hotline public service, semua keluhan bisa disampaikan secara terbuka.

Baik Mustafa dan Dada Rosada sama-sama membuka hotline dengan nomor handphone pribadi, sehingga semua orang bisa lapor. Dada mengakui banyak manfaat yang diperoleh dengan Hotline langsung dengan rakyat, para pejabatnya menjadi sangat hati-hati. namun, harus selektif juga karena tidak sedikit yang mengirim sms fitnah.

Anehnya, kata Dada Rosada, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung justru menolak menandantangi Pakta Integritas, padahal seharusnya mereka berada di garda depan dalam pemberantasan korupsi. Banyak dalih yang dilontarkan, untuk mengelak.

Keengganan anggota DPRD Kota Bandung ini tentu membuat banyak pihak heran dan makin sinis terhadap mereka. Apalagi, KPK dalam setahun terakhir ini, seoalah ingin menyatakan bahwa anggota DPR dan DPRD demikian buruk citranya, mereka yang tertangkap terbukti sebagai orang-orang yang rakus. Bukan hanya politisi muda, tua, yang mengerti agama, bahkan politisi yang punya pesantren pun terlibat korupsi.

Demikian mengakar korupsi di negeri ini, sehingga sebuah lembaga KPK saja seolah tak cukup, karena lembaga peradilan juga terlalu banyak yang terlibat skandal korupsi begitu juga kehakiman yang seharusnya menjadi aparat yang jujur dan adil justru mendolimi rakyat.

Meski demikian kita tidak perlu pesimis, karena masih banyak orang baik yang ingin melakukan perbaikan, tindakan KPK dan Pakta Integritas hanya sebagai shock teraphy agar orang jerah dan sadar bahwa menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi adalah perbuatan Hina. Ini sebagai tahap pertama, namun bila tidak berhasil membuat para koruptor jerah, ya harus ada sanksi yang lebih keras lagi yakni hukuman seumur hidup atau eksekusi mati.

Orang yang dicap Teroris saja hukumannya maksimal, yakni hukuman mati, tetapi banyak koruptor yang hukumannya ringan, cuma 3-5 tahun itupun masih dikurangi dengan potongan karena berbuat baik selama ditahan. Padahal esesninya sama, yakni menyengsarakan rakyat. Semoga rakyat kuat melakukan tekanan kepada pemerintah dan tak bosan-bosannya mengingatkan, dan pemerintah sadar dan punya keberanian untuk menindak para koruptor.

Ada tiga resep untuk menangkal korupsi, kata Dr Mustafa Abubakar, Pertama, Harus berani tidak populer. kedua, harus kuat menghadapi tekanan. ketiga Harus berani menahan godaan.(pit)

Sabtu, Oktober 25, 2008

Bunga Bank Kian Melambung

Pada sebuah perhelatan Wayang Golek dengan dalang Asep Sunandar yang gelar PT PLN Jawa Barat di lapangan HUB DAM III Siliwangi Bandung, aku berkesempatan duduk paling depan, disampingku seorang pimpinan Bank Swasta yang terkenal. Semula berkenalan dan bertukar kartu nama. Kemudian pembiacaraan mengarah pada gonjang-ganjing di dunia perbankan setelah 45 hari krisis global sejak 15 September 2008 silam.

Banker ini menceritakan kondisi krisis di Amerika Serikat yang biang keladinya dari kredit property atau yang lebih dikenal dengan Subprime Mortgage, sebenarnya sebuah malapetaka yang sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Dia menganggambarkan kondisi harga properti di negeri Barack Hussein Obama itu, seperti harga bunga Antorium saat booming 6 bulan silam.

Harga properti di Amerika Serikat itu sebenarnya hanya 'digoreng' istilah untuk menggelembungkan nilai sebuah aset oleh para broker. Misalnya, harga sebidang tanah Rp 5 juta, oleh para broker dibeli dengan harga Rp 15 juta, oleh broker lain dibeli dengan harga lebih tinggi lagi Rp 25 juta, naik terus hingga Rp 50 juta. Akibatnya kredit properti pun harus menyesuaikan, suku bunganya diringankan, agar pembeli terus terangsang. Karena harga kelewat tinggi, maka banyak yang macet, maka ambrollah ekonomi Amerika Serikat.

Dunia perbankan di negeri kita baru 45 hari menghadapi krisis sudah mulai gonjang-ganjing, suku bunga kredit tabungan dan deposito sudah mulai jor-joran naik. Minggu lalu suku bunga deposito tertinggi baru 10 persen. Itu karena Suku Bunga Sertifikat bank Indonesia (SBI) 9,5 persen, namun di penghujung minggu ini sudah banyak bank yang memasang suku bunga deposito 12 hingga 13 persen. Akibatnya suku bunga kredit komersial melebihi 17 persen.

Banker muda ini memperkirakan kondisi suku bunga kredit memang tidak akan seperti pada 1998 silam yang mencapai 67 persen, namun suku bunga kredit diperkirakan bisa menyentuh angka 20 persen. Bila sudah diatas 20 persen, maka sektor riil akan terpukul semua akan terhenti. Zaman sekarang sulit cari keuntungan usaha diatas 20 persen, kalau suku bunga 20 persen, artinya orang berusaha hanya untuk bayar kredit.

Perbankan juga begitu, dengan mendapatkan bunga 20 persen sama saja dengan balik modal, karena dana yang diperoleh dari tabungan dan deposito juga sudah mahal. Dilemanya, bila tidak ikut bersaing dalam suku bunga deposito, akan kalah dengan bank lainnya.

Aku singgung tentang BCA yang dengan yakin memasang suku bunga deposito terendah diantara bank swasta lainnya. Banker muda itu hanya tersenyum. BCA itu dapat bunga murah luar biasa besar dari Tabungan Tahapan, yang bunganya cuma 2-2.5 persen, sehingga bisa melempar kredit dengan harga murah. Bagi BCA tak perlu harus bersaing dalam suku bunga deposito atau tabungan.

Tetapi semua bank akan merasakan dampak krisis ini, apalagi ada imbauan pemerintah agar semua perbankan berlaku hati-hati terhadap kredit properti. Itu berarti kredit properti yang sudah jalan saat ini siap-siap saja naik suku bunganya. Aku juga ikut was-was jadinya setelah mendengar penjelasan teman baruku ini, karena aku juga punya kredit properti yang mematok suku bunga berdasarkan harga pasar alias anuitas. Jadi kalau suku bunga naik ikut naik, kalau turun agak enggan turun.

Banker itu menyarankan, tunda dulu beli rumah atau membuka usaha, depositokan saja dana anda dalam waktu satu bulan-satu bulan. Jangan lupa hati-hati dalam investasi, cari bank yang benar-benar sehat. Jangan sampai memburu untung besar malah buntung. Naudzubillah mindzalik.(pit)

Jumat, Oktober 24, 2008

Kredit Rumah untuk investasi

Kredit Rumah di Amerika dihentikan akibat krisis subprime Mortgage yang berbuah krisis global. Saat ini bunga bank khusus untuk kredit rumah atau sejenisnya mengalami lonjakan, ada bank swasta maupun pemerintah Indonesia memang suku bunga kredit 16 - 17 persen. Uang muka atau Down Payment juga dipatok 30 persen. Krisis ini memang membuat banyak orang jadi senewen di negeri ini.

Telepon saya berdering usai salat subuh, aku lihat nama temenku di Surabaya. Aku semula mengira, dia akan marah karena Deltras Sidoarjo kalah 2:0 lawan Persib Bandung. Ternyata dia minta pendapat tentang investasi di sektor perumahan. Aku pikir dia sudah jadi developer, ternyata tidak. Dia lagi beruntung saja baru menjual rumah pada awal puasa lalu, dan sekarang di saat krisis melanda uang di kantongnya sangat tebal menurut ukuranku.

Dalam percakapan, dia menanyakan, Apakah investasi rumah di saat kredit rumah seret ini menguntungkan? Saya agak bingung menjawabnya, dia sendiri tau, kredit seret, suku bunga tinggi, kenapa mesti tanya. Tapi, aku berusaha jawab semampuku. Aku tanya berapa nilai rumah yang akan dibeli?

Rumah tipe 65 luas bangunan 215 m2, harganya dipatok Rp 515 juta. Uang muka yang disyaratkan 30 persen, sehingga total uang muka termasuk pajak dan akat jual beli, biaya balik nama, serta administrasi bank sekitar Rp 213 juta. Suku bunga dipatok bank 17 persen. Saat aku tanya soal waktu angsuran, dia bilang aku masih usia 40 tahun, jadi masih boleh dong mengangsur 15 tahun. Setelah dihitung bersama ketemulah nilai angsuran per bulan Rp 4,7 juta per bulan selama 15 tahun.

Aku coba hitung dengan gaya pedagang dipinggir jalan saja, uang muka Rp 213 juta bila didepositokan dalam kondisi seperti saat ini masih bisalah dapat bunga 10 persen, dalam waktu 15 tahun, anggap saja bunganya rata selama 15 tahun, maka dia akan mengantongi uang bunga Rp 322.500.000. Uang Rp 213 juta masih utuh dideposito. Uang angsuran Rp 4,7 juta x 12 bulan x 15 tahun = Rp Rp 846 juta. Total harga rumahnya Rp 1.059 miliar, atau hampir dua kali lipat harga awal.

Padahal dalam waktu 15 tahun di saat dia siap-siap pensiun bila uangnya tidak dibelikan rumah, dia bisa mengantongi uang Rp 1,38 miliar. Suatu pesangon yang sangat besar, bagi karyawan setingkat dia, apalagi saya. Saya bertanya balik, apakah harga rumah bisa tiga kali lipat dari harga beli? Dia susah menjawab.

Setahuku membeli rumah sangat dipengaruhi oleh lokasi dan lingkungan. Lokasi strategis, tetapi lingkungannya kurang mendukung akan sulit mencari pembeli, seandainya ada pun harganya belum tentu bisa tiga kali lipat harga beli. Selain itu, investasi dalam bentuk rumah dan tanah itu tidak likuid, hanya bagi orang yang kemampuan keuangannya mapan yang sanggup. Bagi kalangan menengah, perlu memikirkan likuiditas sebuah investasi.

Jangan sampai terjadi saat membutuhkan uang, justru kesulitan karena menjual rumah dan tanah tak seperti menjual koran, kelakarku. Koran pagi diedarkan dengan harga Rp 1.000 saja masih bisa retur, bila tak ada pembeli atau kesiangan datangnya. Apalagi rumah dalam nilai miliaran rupiah.

Temenku pun akhirnya, memilih diam sejenak, lalu mengatakan, oke aku pertimbangkan, dan tak lupa mengucapkan terimakasih.

Investasi dalam bentuk rumah kedua, memang pada satu sisi menguntungkan karena Tuhan tidak mencipatakan bumi ini berkembangbiak, namun justru menyusut, sedangkan jumlah penduduk terus bertambah. Hanya saja, kebutuhan penduduk akan rumah belum tentu seiring dengan kemampuan finansial penduduk pada usia butuh rumah itu. Bila 15 tahun lagi perumahan itu harganya menjadi tiga kali lipat atau empat kali lipat juga tidak serta merta bisa dijual. Lihat saja barapa banyak tanah di Pondok Indah yang sudah bertahun-tahun tetap kosong, atau rumah-rumah dikawasan perumahan elit, akan susah mencari pembeli.

Investasi rumah memang bisa dijadikan pasive income, bila lokasinya memang strategis, bisa dijadikan lokasi hunian untuk ekspatriat. Namun perlu diingat, globalisasi terus bergulir, makin banyak peraturan dilonggarkan, sehingga tidak menutup kemungkinan orang ber-KTP New York bisa beli rumah di Wonokromo atau Cimahi atau Tasikmalaya. Sekarang mungkin sudah terjadi, namun dengan cara pinjam KTP orang kita.

Dalam kondisi tak menentu seperti sekarang ini, investasi yang menguntungkan ya tetap saja investasi yang mudah dicairkan, deposito, tabungan, atau emas lantakan.(pit)

Kamis, Oktober 23, 2008

Pilih Investasi

Krisis Global pada 2008 berpengaruh besar pada perekonomian di negeri Indonesia ini. Krisis ini mengingatkan pada Reformasi 1998, dimana semua harga barang melonjak tinggi, inflasi 77,63 persen, suku bunga bank mencapai 60 persen, dolar menembus angka Rp 16.000/dolar AS. Kerusuhan dan demo tak ada hentinya.

Namun kondisinya tentu beda dengan sekarang, inflasi 6,5 persen, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 9.5 persen, suku bunga tabungan rata-rata 2-4 persen, deposito 6-10 persen, dolar tetap dibawah Rp 10.000/dolar AS. Indek Harga Saham Gabungan memang fluktuatif. Masyarakat bukannya panik, sebagian besar justru bingung, krisis apa ini? Mungkin masyarakat sudah terbiasa dalam kondisi yang serba sulit, antre minyak tanah, antre Bantuan Langsung Tunai (BLT), antre gas cair atau LPG. Apalagi krisis ini bukan bermula dari negeri kita tetapi negeri Amerika Serikat yang selama ini dikenal sebagai negeri yang sombong.

Seorang teman menanyakan, kira-kira investasi apa yang menarik dan aman di saat krisis begini. Saya katakan, kalau Anda punya dana lebih dari Rp 100 juta, sebaiknya depositokan saja. Bila ingin mendapatkan gain atau untung dari krisis ini, bolehlah beli emas lantakan, karena harga emas tak pernah turun. Investasi lainnya, misalnya buka bisnis baru bagaimana?

Saya hanya menjawab, kalau mau coba-coba bisnis, sebaiknya ditunda dulu daripada uang Anda ludes, dan anda stress. Karena, semua pada menginjak pedal rem untuk bisnisnya. Lantas, dia bertanya bagaimana kalau ikut-ikutan beli Dollar AS, saya bilang, memang dolar As ada kencederungan menguat, karena swasta maupun pemerintah akan membutuhkan dolar guna membayar utang luar negeri. Tapi hal yang rutin, sehingga Bank Indonesia pun sudah mengantisipasinya. Karena itu mengapa semua negara Eropa dan Amerika menurunkan suku bunga bank sentralnya, Indonesia justru menaikkan suku bunga.

Ini tentu tak lepas dari antisipasi pemerintah dalam menghadapi aksi borong dolar dari para spekulan. Teman saya langsung manggut-manggut, terus dia mengatakan, aku akan ke bank saja cari deposito yang bunganya besar. Sambil meneguk segelas jus tomat, aku titip pesan jangan lupa pepatah kuno, "Jangan Menaruh Telur Pada Satu Keranjang".

Dia balik bertanya, maksudnya, jangan mendepositokan uang hanya pada satu bank, karena dana simpanan yang dijamin pemerintah itu hanya Rp 100 juta. Nah, kalau simbpanan lebih dari itu, terus banknya ambruk alasan karena krisis, bagaimana? Dia manggut-manggut lagi. Kini dia baru mengerti, ternyata jadi orang punya uang banyak juga bingung di saat krisis ini. Apalagi yang tak punya uang.(pit)

Senin, Oktober 13, 2008

Rambut lurus Hanna

CUNGKUP. Begitu semua anak Fakultas Sastra menyebut sebuah bangunan yang hanya beratap rumbia dan lantai dari semen dengan ketinggian 100 cm di atas tanah. Hanya ada kursi panjang yang terbuat dari kayu sekitar 2.5 meter jumlahnya empat buah mengitari bangunan Cungkup yang luasnya 3 x 3 meter. Bangunan itu berdiri di tengah pohon-pohon cemara, yang sering dibanggakan para dosen yang cinta lingkungan sebagai hutan cemara di kampus.

Aku duduk sambil membawa buku "Runtuhnya Dinasti Abbasyiah", salah satu referensi matakuliah Sejarah Timur Tengah yang mempunyai kredit 4. Banyak temen seangkatan dan kakak kelas yang bilang mata kuliah ini mematikan. Namun, bagiku biasa saja, karena dosennya aku lihat cuma menghafal, dia tidak memahami benar Sejarah Timur Tengah itu. Karena setiap kali aku mencoba bertanya, tentang Dinasti Abbasyiah, jawabannya selalu dari diktat yang dibuatnya dan mahasiswa diwajibkan beli.

Bersyukur aku bisa punya buku referensi tentang Dinasti Abbasyiah lebih dari lima judul, semua kiriman dari kakakku yang tengah kuliah di Surabaya. Dia banyak mengirim buku kebutuhanku. Dia bilang, "Kalau referensi buku sejarah tak perlu beli baru, cukup beli di toko buku bekas banyak." Aku tau kakaku tidak sedang serius, lagi suka meledek sebagai ganti ongkos beli buku.

Aku bolak-balik buku setebal 400 halaman, dengan latar belakang peta Saudi Arabia, Irak dan masjid besar, entah apa nama masjidnya. Aku heran, hari ini tak banyak mahasiswa yang duduk di Cungkup. Padahal kuliah lagi banyak yang kosong karena mahasiswa baru sedang memasuki hari pertama. Aku ambil buku kecil untuk mencatat kalimat yang penting untuk footnote di paper ku, tentang Dinasti Abbasyiah. Aku semula malu mencatat kalimat-kalimat itu, karena sudah ada stabilo yang bisa menandai dengan berbagai warna yang aku suka. Tapi, aku tidak suka buku dicorat-coret.

Setiap kali ada sorakan atau tepuk tangan, aku tertarik untuk melihat asal suara riuh itu, mereka anak-anak yang lugu dengan seragam putih hitam, sedang diplonco oleh temen-temen seangkatan yang sudah sok jago, sok teladan, sok tau kampus, pokoknya sok lah. Asal jangan tanya soal prestasi saja, karena kebanyakan mereka tidak berprestasi di kampusnya. Soal nampang dan tampil di depan publik mahasiswa baru mereka terbilang jago.

Lama tak terdengar lagi suara riuh di kelas ruang 7, kelas yang cukup besar untuk kuliah umum dosen tamu atau pertemuan mahsiswa fakultas, atau tempat diskusi yang sifatnya ndakik-ndakik, kata temenku, diskusinya mahasiswa itu melip, seperti pesawat Apolo, mungkin maksud temanku pesawat ruang angkasa. Mahasiswa bila masuk ruang 7 memang diskusi masalah negara, seolah-olah kita ikut mikir negara, dan kalau tidak ikut mikir negara akan ambruk.

Aku ikuti alur cerita di halaman pengantar buku Dinasti Abbasyiah. Saat merogoh tas warna hijau yang kumal berisi sarung putih, clurit kecil dan roti kering serta beberapa buku, sarungku nyembul ke permukaan, tak diduga ada tawa kecil yang spontan dan tak dibuat-buat dari mulut seorang perempuan. Aku kaget, aku menoleh ke asal suara tawa yang aku tau itu bukan untuk meledek. Seorang perempuan bertubuh langsing tinggi sekitar 155 cm berparas putih ayu, bibir tipis tak berlipstik, hidung mancung, alis sedikit jarang, bulu matanya lentik, rambut hitam panjang lurus terurai dibawah bahu. Pita merah hanya dikenakan di rambut bagian kanan. Bajunya masih bersih, seperti baru beli mendadak tadi malam di pasar malam, kalau tidak salah.

Rok warna hitam disetrika licin banget, bila saja jariku tergores mungkin bisa berdarah. Sepatu warna hitam model biasa, seperti anak baru masuk TK, sepatunya di semir mengkilat, kaos kaki dilipat warna putih. Bulu kakinya yang agak banyak terlihat, karena kulit kakinya putih.

"Mas namanya Ismail kan?" tanyanya ramah dengan wajah agak ragu, hingga wajahnya merona merah.
"Ya, namaku Ismail Khan," jawabku.
"Kenapa?"

Dia lalu mengenalkan diri bernama Hanna, mahasiswa baru, dan diminta kakak pembina untuk meminta tanda tanganku. Dalam hatiku seumur hidupku baru kali ini aku dimintai tanda tangan. Tanpa pikir panjang, aku minta bukunya, ternyata dia menulis namaku cuma, Ismail, maka aku lengkapi dengan "Khan" biar seperti orang India atau Kasmir, atau karena aku suka sejarah setidaknya disetarakan dengan Kubilai Khan, yang orang Mongol itu.

Namaku, Ismail Khan, itu karena banyak orang nanya, "namamu Ismail kan?", maka aku lengkapi dengan nama sebutan. Aku tanda tangani kolom tanda tangan disebelah namaku. Dia diam bak terpaku, tanpa ekspresi. Dan aneh dia tak meninggalkan aku, tetap saja berdiri disampingku, aku jadi kikuk sendiri, karena belum juga pernah ada mahasiswi secantik dia mendekatiku. Aku sendiri cukup maklum karena aku juga tidak terlalu banyak punya baju, jadi baju jarang ganti, sehingga baunya mungkin agak kurang enak. kata temenku, Tengik. Tengik itu seperti rasa tape ketan hitam yang terlalu lama disimpan.

Aku diamkan dia berdiri, dan rasa percaya diriku mulai muncul, jangan-jangan dia lagi naksir aku. Atau mungkin dia pingin pintar seperti aku, karena aku mahasiswa dengan indeks prestasi tertinggi mendekati angka 4. Aku sering berseloro kepada temen-temenku, jarang mandi dan ganti baju saja, kalau pingin pintar. Sering mandi apalagi keramas, akan membuat sering lupa, dan susah menghafal. Padahal itu bukan fatwa, tapi banyak juga pengikutku di kampus, khususnya angkatanku.

Dia diam saja, tetap berdiri tak bergerak di sampingku. Aku jadi salah tingkah. "Ada apa lagi?" tanyaku berlagak agak ketus dikit. Meski hatinuraniku membisikkan, apa bedanya kamu dengan teman-temanmu yang jadi pembina yang kamu bilang serba sok itu, kalau kamu ketus pada mahasiswi yang tak berdaya ini.

"Ini, Mas Ismail Khan, kenapa Mas tidak nanya nama saya. Kenapa mas tidak memberi tugas saya sebelum memberi tanda tangan Mas," jelasnya.

Rupanya ada kewajiban untuk menjelaskan kepada teman-temannya di kelas, bagaimana pengalamannya meminta tanda tanganku. Rupanya, aku sudah dikesankan sebagi mahasiswa yang angkuh, tak mau menghiraukan orang lain, sibuk dengan kesendiriannya, dan hanya berteman dengan seorang bernama Agus. Aku baru ingat, dia baru saja minta tanda tangan Agus. Aku yakin Agus lah yang membuat cerita khayal tentang aku, sehingga ketika dia dengan muda mendapatkan tanda tanganku, dia heran sambil ketakutan. Takut kena sanksi dari pembinanya.

"Saya kuatir, Mas nanti memberi penilaian saya jelek, karena saya tadi tidak sengaja menertawakan sarung Mas yang keluar dari tas," katanya polos.

Mungkin dia pikir aku ini mahasiswa atau tukang ronda kok bawa sarung segala. Dia tidak tau makna sarung buatku. Hanya Agus yang pernah aku beri tau, kenapa aku kemana-mana bawa sarung. Pertama, aku jarang ganti celana jins, kecuali bila sudah satu setengah bulan. Kedua, karena celana jins kotor maka aku harus pakai sarung kalau salat di mana saja ketika tiba waktu salat. Ketiga, kalau uangku sudah menipis, maka aku keliling ke tempat kos teman-teman untuk nebeng makan entah siang, sore atau malam, dengan alasan menggarap paper bersama.

Karena dia minta diberi tugas, dan aku yakin semua temanku yang jadi pembina mempunyai cara memberi tugas dengan berbagai macam agar susah dipenuhi lalu diberi sanksi. Aku sederhana saja, karena dia mendesak aku memberi tugas, maka, aku beri dia tugas untuk foto dari belakang dengan syarat rambutnya yang lurus hitam terlihat indah, dan foto dari samping biar hidungnya yang mnacung nampak menonjol. Foto ukuran post card.

"Itu saja Mas?" tanyanya. Aku mengangguk.

Dia lalau jalan meninggalkan tempatku. Aku balik konsentrasi. Aku tak punya target dia memenuhi atau tidak bagiku tidak penting, toh itu tugas asal saja. Biar dia merasa mendapatkan tugas yang sulit, seperti teman-teman seangkatannya. Tapi, aku juga tidak punya persiapan bila dia tidak memenuhi tugasnya. Dia akan aku beri sanksi apa. Untuk apalah memberi sanksi, toh aku bukan dosen, bukan polisi, dan bukan Tuhan. Biarlah dia merasakan tanggungjawabnya sendiri tanpa harus ditakuti dengan sanksi. Sebagaimana Tuhan memberi sanksi kepada manusia yang tidak seketika.

****
Aku datang agak kesiangan, temen-temen pembina sudah pada kumpul, aku diberi tugas menjelaskan tentang bagaiman caranya mencapai prestasi dan meraih bea siswa. Waktu yang diberikan dua jam termasuk tanya jawab. Aku tergopoh-gopoh masuk ruang 7, Agus sudah menunggu di pintu masuk, kursi untukku sudah disiapkan. Aku mengaurangi rasa gugup masuk ruangan, meski sedikit ngos-ngosan, karena lari dari kos-kosan yang jaraknya 1,5 km dari kampus.

Saat aku duduk, hampir 320 mahasiswa sastra mengarahkan tatapan matanya kearahku. Agus sebagai moderator membacakan kurikulum vitaeku dengan gaya moderator diskusi politik, jadi aku merasa harus ikut pola Agus, aku jadi agak serius, seperti menghadapi ujian semester matakuliah Sejarah Timur Tengah. Aku coba perhatikan satu per satu mahasiswa yang seragam putih hitam. Mataku terhenti memandang ketika aku melihat mahasiswi yang kemarin minta tanda tanganku. Dia tersenyum seolah aku dan dia sudah kenal cukup dekat, senyumnya ramah dan tak dibuat-buat. Entah kenapa jantungku berdebar keras, hatiku terasa berbunga, mungkin sebagian mahasiswa yang melihatku akan terlihat perubahan warna wajahku menjadi agak semu merah meski tek terlalu kentara karena aku bukan berkulit putih, tetapi cokat tua.

Aku mulai jelaskan dengan santai, biar tak tegang, dan tidak terkesan seperti pendidikan militer, sesekali aku bumbui dengan lelucon, suara tawa pun membahana, bahkan ada yang terpinkal-pingkal, ketika aku cerita tentang caraku mencari nilai baik, mulai dari kuburan, mesjid, sampai stasiun kereta api, makanya aku kemana-mana bawa celurit, luamayan kalau ada buah rambutan, tebu atau buah lain yang menganggur, bisa dikupas. Mahasiswi cantik itu menjadi salah satu peserta yang terpingkal-pingkal.

Pada sesi pertanyaan, mahasiswi yang kemarin minta tanda tanga itu bertanya. Aku sadar, ini kesempatan untuk tau namanya, kemarin bodoh sekali aku masa kakak kelas kok tidak tanya nama adik kelas yang cantiknya seangkatan. Mungkin mataku sudah rabun atau memang kenyataannya, atau aku kurang gaul. Ketika dia menyebutkan namanya, semua temannya seolah kur mengatakan, "oh namanya Hanna toh."

Dia berdiri dengan suara keras dan sempat menolak saat diberi mikrophone, dia bertanya untuk menjadi mahasiswa dengan prestasi gemilang, indek prestasi tinggi, berapa jam sehari untuk waktu belajar, dan berapa jam untuk tidur. Mendengar kata tidur, para mahasiswa jadi ribut, "kok nanya tidur segala, memang pingin tidur bareng apa," celetuknya, disambut tawa mahasiswa. Muka Hanna menjadi memerah, namun dia tak menampakkan marah atau tersinggung, dia lalu duduk lagi.

Aku ceritakan dulu kenapa aku bisa berprestasi, bukan karena aku pintar, karena orangtuaku tidak punya biaya untuk kuliahku. Aku hanya mengandalkan bea siswa untuk hidup dan kuliah, sehingga tak punya pikiran untuk lainnya. Agus pun menyeletuk, "Siapa yang kemarin dapat tugas minta tanda tangan Mas Ismail Khan?" mendengar ungkapan Agus, Hanna langsung berubah warna diwajahnya menjadi memerah. Aku jadi ingat, pasti Hanna lupa akan tugasnya, tapi biarlah, dalam hatiku berkata, bukankah manusia tempatnya lupa dan khilaf.

"Siapa yang bisa tau nama pacar Mas Ismail Khan, akan bebas tugas menulis paper hari ini?" kata Agus serius.

Agus rupanya berharap Hanna bisa mengorek banyak tentang diriku, termasuk tanya nama pacar dan hobiku. Tapi Agus tak berhasil karena tak ada kata-kata yang keluar dari bibir Hanna yang tipis, entah lidahnya keluh entah faktor apa?

Teman dekat Hanna mencolek Hanna agar menjawab. Tapi Hanna menggelengkan kepala. Aku yakin pertanyaan ini hanya akal-akalan Agus saja, karena Agus tau aku memang belum berpacaran sejak awal masuk kuliah. Alasannya, tidak cukup uang untuk mentraktir bila pacar mengajak jalan.

Setelah selesai aku memberi paparan tentang prestasi, peserta diminta istirahat sejenak untuk meluruskan badan karena sudah 3 jam duduk bersilah di karpet. Aku dan Agus menunggu mahasiswa keluar ruangan lebih dulu. Tak disangka, Hanna datang menghampiriku, sambil menyerahkan amplop warna coklat, bertuliskan, DEAR MAS ISMAIL KHAN.

Agus terus memperhatikan amplop coklat itu. Dia langsung memanggil Hanna. "Hei, kamu coba-coba menyuap kakak kelas ya?" bentak Agus.

Hanna, dengan wajah pucat, bibirnya bergetar. Sebagian mahasiswa yang melihat terhenti berjalan keluar ruangan. "Bukan, Kak, ini tugas yang diberikan Mas Ismail Khan kepada saya kemarin," katanya terbata-bata. Wajahnya makin cantik bila ketakutan, bisik Agus kepadaku. Dasar Agus, pemain drama, dia pandai memainkan peran.

Aku buka isi amplop coklat, sementara Hanna masih berdiri di depanku, dan Agus duduk disampingku. Aku lihat foto rambut dia dengan pose membelakangi lensa, secara cermat, rambutnya lurus berkilau begitu indah. Aku hanya melontarkan pertanyaan, apakah dia keramas dan pakai conditioner dulu sebelum foto. Di luar dugaan dia mengangguk, sambil tersipu malu. Satu lagi foto aku lihat secara teliti, benar perkiraanku, selain rambutnya yang indah dan tubuhnya yang langsing, hidungnya juga terlihat mancung.

"Mana foto yang tampak depan?" tanya Agus ke Hanna, yang langsung dibalas dengan gelengan kepalanya.

"Mas Ismail Khan hanya minta foto itu, tidak ada permintaan dari depan," jelasnya sopan. Agus jadinya agak malu karena sok tau.

"Oke, tugas mu sudah selesai, mana buku yang harus aku tanda tangani," pinta ku. Hanna pun langsung menyodorkan kolom tanda tangan, kali ini dia menulis lengkap namaku dan sebutanku, Ismail Khan.

"Mas, tapi bukan untuk dipeletkan fotoku?" tanya berkelakar.
Dia tersenyum saat Agus menjulurkan lidahnya, sebagai asosiasi "melet" dalam bahasa Jawa berarti menjulurkan lidah keluar.

Foto aku selipkan ke buku "Teori Konflik". Aku dan Agus lalu berkemas keluar dan menuju kantin untuk cari isi perut, karena belum sempat sarapan, mengingat uang sudah menipis. Kiriman orangtua, bak menunggu tokek berbunyi, kadang datang kadang tidak. Tapi hidup memang harus disyukuri, untung orantuaku mendoakan aku jadi mahasiswa dan bisa kuliah.

****
"Is, Is tunggu," teriak Agus dari tempat parkir sepeda motor melihat aku berjalan cepat mengejar bus kota.

Aku berhenti dan membiarkan bus kota berjalan pelan meninggalkan aku. Padahal itu adalah bus kota yang paling gampang dibodohi, artinya aku sering belum sempat ditarik bayar, sudah turun duluan. Sebulan bisa dihitung aku bayar bus kota, tidak lebih dari tiga atau empat kali. Selebihnya tidak bayar.

Agus dengan motor bututnya, mendekatiku. Dia menyodorkan brosur dari sebuah perusahaan sampho tentang Lomba Foto Rambut Indah. Aku tidak mengerti maksud Agus. Dia lalu menarikku agar aku tidak mengejar bus kota. Aku pun terhenti.

"Is, kamu ingat ga foto Hanna, bisa diikutkan ke lomba ini," katanya.

Aku heran sudah lima bulan berselang, aku tak melihat lagi foto wajah Hanna. Sebulan paling sekali ketemu dengan anak semester I itu, itupun kalau kuliah Filsafat Pancasila. Aku memang beberapa kali duduk berdampingan dengan Hanna, ternyata dia tipe cewek yang enak diajak bicara tidak sombong, santun dan mau mendengarkan. Bahkan, dia cuek dengan dosen yang terus ngoceh soal Pancasila. Dia bilang, "Mau diapakan lagi, Pancasila ya tetap ada lima sila," katanya, sambil senyum.

Dia beberapa kali juga datang ke tempat kos ku, tapi katanya kosong. Aku memberi jadwal bila ingin ketemu, aku seperti orang sibuk, padahal aku sibuk numpang makan sana-sini, dengan kedok mengerjakan tugas kuliah di kos para mahasiswa yang malas, bodoh tapi anak orang kaya. Aku juga tiga kali berkunjung ke tempat kos Hanna. Dia menemui dengan santai pakai celana pendek dan kaos bertulisakan Kejuaran Basket tingkat Kabupaten. Aku mengira dia jago basket ternyata kaos milik kakaknya, katanya.

Aku tak pernah melihat Hanna dibonceng motor atau naik mobil bersama mahasiswa lain, jalan berdua sepulang kuliah pun sepertinya hanya dengan aku, selebihnya diapulang bareng teman-teman perempuang seangkatannya. Aku jadi Ge-Er sendiri. Tapi aku tidak berani mengatakan bahwa Hanna adalah pacarku. Kita hanya cerita-cerita soal kuliah. Dan Hanna tertutup tentang keluarganya. Dia bilang asli Ponorogo, tapi alamat lengkapnya dimana aku tidak pernah ingin tau, dia pun tak berniat untuk memberi tau.

Saat Agus menyebut nama Hanna, aku merasa sudah 3 minggu tak melihatnya lagi di kuliah Filsafat Pancasila. Aku juga tak ingin tanya kepada teman-teman seangkatannya, kuatir dikira punya perhatian khusus. Di absensinya dua kotak tak ada tanda tangannya, artinya dia sudah dua kali meninggalkan mata kuliah ini. Aku sekali absen, jadi tiga minggu aku tak bertemu.

Aku dan Agus lalu mencari ke tempat kosnya. Ibu kosnya yang muncul dan bilang, Hanna pamit pulang sudah dua minggu lalu, katanya ada urusan mendadak. Ibu kosnya juga tidak memberi tau, dimana alamat rumahnya. Maka rencana minta izin untuk mengikutsertakan foto Hanna dalam lomba pun batal.

"Udah ikutkan saja, nanti kalau menang, uangnya berikan Hanna, jadi kamu jadi orang yang berjasa," kata Agus.

****

Ruang senat lagi sepi, aku melintas di depannya, secara samar ada bayangan dari kaca seseorang memanggilku dan tangannya dilambaikan. Aku berhenti aku lihat dengan jelas, Agus duduk di meja Ketua Senat. Aku masuk dengan mengucapkan Assalamu'alaikum. Dia jawab, lalu dipersilahkan duduk, aku diperlakukan seperti mahasiswa baru. Aku sungguh tak kaget dengan gaya pejabat ketua senat ini. Agus lalu menyodorkan surat tebal, amplop warna putih dengan logo perusahaan sampho. Aku sudah agak lupa karena itu sudah sebulan lebih aku kirim, dengan nama pengirim aku dan alamat surat menyurat menggunakan namaku, Ismail Khan.

Aku disuruh Agus membuka. Setelah aku buka, dan aku baca, "Berdasarkan pertimbangan para Juri maka Sdri Hanna Rahesadian, menjadi juara I," aku baca dengan keras, lalu kita bersorak dan berteriak bersama. Tak sadar kau langsung sujud syukur. Agus mengingatkan, harusnya yang sujud syukur itu adalah Hanna. Tapi karena sudah telanjur aku jadi malu.

Setelah prosesi penyerahan hadiah, aku berkilah Hanna sedang berhalangan hadir dan Agus sebagai Ketua Senat dan Pembantu Dekan III menandatangani surat kuasa maka aku ambil uang Rp 3.000.000 dan bingkisan sponsor, serta jalan-jalan keliling Jawa dengan menggunakan mobil sponsor.

Aku manfaatkan untuk mencari rumah Hanna di Ponorogo berbekal alamat di Bagian Admistrasi Mahasiswa. Desa Pucung, ternyata bukan tempat sembarangan, lokasi 35 km dari kota Ponorogo, udaranya dingin. 5 km sebelum mencapai desa Pucung mobil harus berhenti dan rela diantar pakai sepeda pancal. Aku pun minta tolong diantar ke Balaidesa untuk mencari data lengkapnya.

Tibalah aku di sebuah rumah semi permanen, di pinggir tebing yang curam, dan cukup jauh dari tetangga lainnya. Seorang nenek duduk di depan pintu sambil termenung melihat kedatanganku bersama dua orang perangkat desa. Nenek itu, ketika aku tunjukkan foto Hanna, dia meneteskan airmata, dan tak bisa menahan tangis. Seorang bapak separo baya yang sedang mencangkul ladangpun mendekati, dan melihat foto Hanna.

Dia lalu mempersilahkan duduk di kursi kayu di dalam ruang tamu yang hanya berlantai semen dan sebagian sudah rusak. Dia menjelaskan, benar ini rumah Hanna. Dia sekarang sedang di rumah sakit. Kata warga sekitar Hanna terkena tampar Gondoruwo, kepalanya berkunang-kunang, dan matanya sayu, mukanya pucat.

"Mbah Warijan, dukun di sini bilang, Hanna menolak diajak kawin sama gondoruwo, lalu gondoruwo marah dan ditamparnya," jelas bapak yang tak menjelaskan identitasnya.

Nenek itu lalu masuk dan mengajakku melihat kamarnya. Hanya ada kasur dari kapuk yang sudah lusuh, sprey warna biru, baju putih dan rok hitam yang baru disetrika licin digantung di lemari yang kacanya buram dan pecah, dan foto dia yang dipasang dengan pigora dengan dua pose permintaanku. Tak ada barang berharga di kamarnya, tas kuliah dan beberapa buku kuliah serta diktat. Buku Filsafat Pancasila tergolek tak berdaya diatas bantal. Entah kenapa, apakah Hanna membacanya untuk menghindari Gondoruwo, karena mengira Pancasila sakti atau mungkin Hanna benar-benar membaca untuk persiapan ujian semester yang tinggal dua minggu lagi.

Ada surat bersampul coklat yang menarik perhatianku, aku dekati, DEAR Mas Ismail Khan. Aku yakin surat itu akan dikirim ke aku, maka aku beranikan untuk membukanya, karena belum di lem amplopnya.

"Mas, Ismail Khan, dimanapun berada, aku terimakasih atas jasa baik Mas, aku tak bisa melupakan sampai kapanpun. Beribu-ribu maaf bila selama ini aku tak menjawab budi baik Mas. Aku sebenarnya sayang sama Mas, tapi mas orangnya serius banget, jadi aku takut menyampaikan. SEbelum sakitku parah aku sebenarnya ingin pamit Mas. Aku ingin mas mengantarku sampai ke Terminal, tapi Mas lagi sibuk kuliah, tugas Kuliah Kerja Nyata, Mengurus Oragnisasi esktra, aku urungkan niat untuk menganggu mas Is. Aku merasa punya, kakak, teman, atau mungkin bila mas tidak keberatan pacar yang tau tentang aku. Tapi aku takut cerita diriku yang sesungguhnya. Karena aku merasa tidak selevel dengan mas. Aku anak sebatangkara, diasuh oleh nenek yang bukan nenekku. Tapi dia sayang dan rela menjual apa saja untuk biaya sekolahku. Sampai aku ketemu mas di kampus. Mudah-mudahan Allah swt mempertemukan kita, bila umurku panjang. Cinta dan sayangku hanya untuk mas, meski kita hanya 7 kali bertemu dan bercerita-cerita. Tak ada kata yang bisa mengganti budi baik Mas, Ismail Khan. Salam, Hanna."

Aku pun bergerak menuju rumah sakit yang dimaksud nenek itu, meski nenek itu mengaku tak tau, karena yang membawa Hanna ke rumah sakit adalah Pak Haji Mustofa, orang terkaya di dusun Krajan, Desa Pucung.

Sesampainya di rumah sakit, aku melihat Hanna tergolek tak berdaya dengan mengenakan pakaian dari rumah sakit warna biru muda. Tak ada yang menunggu, kamarnya pengab, karena sekamar diisi enam pasien. Di pintu masuk ditulis untuk Khusus Pasien Gakin (Keluarga orang miskin). Infus dan bantuan pernafasan menjadi teman untuk mempertahankan hidupnya. Hanna tak bisa melihat dan bisa bergerak, tak berdaya. Tak ada sanak famili yang menunggu, atau teman yang menenguk. Dia benar-benar sebatang kara. Pasien disampingnya memberi tau sejak masuk, hingga dua minggu tak ada satupun orang yang menjenguk, tak ada satupun orang yang tau darimana gadis cantik itu berasal. Hanya suster yang merawat dan memandikan.

Aku berdiri menatap wajahnya, nafasnya perlahan, wajahnya pucat, bibirnya putih, badannya makin kurus. Dia hanya dapat asupan makanan dari infus. Seorang dokter dan suster mendekati, lalu memeriksa keadaan Hanna. Dokter tersenyum, suster ikut tersenyum, namun tak ada kata-kata, tentang kesehatannya.

"Anda, saudaranya?" tanya dokter

Aku mengangguk. Dokter bilang, sering saja dijenguk biar kondisinya membaik. Dia butuh perhatian, tak ada sanak saudaranya yang menjenguk. SEbelum Dokter dan suster berlalu dia menepuk pundakku dan mengatakan, Hanna sakit ginjal dan menunggu pendonor ginjal. Aku tak tega melihat kondisi Hanna. Tapi aku sendiri tak bisa berbuat-apa-apa, karena aku tak punya uang kecuali uang saku dan uang bea siswa yang baru saja aku cairkan dari bank.

Aku tunggu sampai bermalam sehari, namun Hanna tetap tak bergerak dan tak ada tanda-tanda membaik. Aku ingat ada tugas kuliah yang menunggu tiga hari lagi, yakni presentasi tentang paperku, Filsafat Pancasila. Aku segera mengunjungi ruang admisnistrasi dan memberikan uang hak Hanna sebesar Rp 3 juta, dan uang bea siswaku Rp 75.000, untuk biaya pengobatan Hanna.

Meski sudah dijelaskan bahwa Hanna akan menggunakan kartu keluarga miskin, aku tetapkan serahkan uang itu. Dan aku pamit pulang. Saat hendak keluar ruangan, seseorang memintaku untuk mengisi form tentang identitasku lengkap. Aku pun menjenguk lagi kondisi Hanna, tak terasa air mataku meleleh, melihat Hanna seorang diri tak berdaya. aku pun dengan berat hati meninggalkan kamarnya, dan keluar kembali pulang ke kampus.

*****

12 tahun kemudian

Aku duduk di ruang kerja Agus, ruangannya luas 4 x 6 meter, berlapis wall paper dengan nuansa alam pegunungan dan air sungai serta anak-anak kecil yang melompat dari puncak batu di pinggir sungai. Hiasan wall paper itu sangat kontras dengan kondisi di luar kantornya yang gersang. Mana ada sungai dan bukit hijau di Jeddah, Arab Saudi dalam hatiku. Agus menghampiriku sambil membetulkan dasi merahnya dengan pin penjepit logo pesawat kecil terlapis emas.

"Sejak kapan kamu jadi bos di airlines ini?" tanyaku.

Dia menceritakan sejak lulus, dia kerja sambil melanjutkan kuliah manajemen atas bea siswa kantornya di Amerika, setelah itu jadi pemasar tiket perusahaan penerbangan Timur Tengah. Menurutnya baru dua tahun jadi General Manager di Jeddah. Kita berduapun bernostalgia. Aku menyampaikan rasa terimaksih mendapat fasilitas umroh dengan tiket diskon darinya.

"Ah, apalah arti tiket dibanding dengan susah payahmu dulu membuatkan aku paper," katanya ringan, sembarai tertawa lebar.

Sekretaris Agus mengetuk pintu, dan memberi tau, ada penumpang yang kehilangan tiket pulang ke Jakarta. "Penumpang itu ngotot ingin bertemua dengan Pak Agus," katanya.

Agus pun mengintip dari jendela ruangannya. Seorang wanita usianya sekitar 30-an sedang berdiri gelisah, berkerudung dan berbusana muslim, menggunakan kacamata hitam. Aguspun minta agar tamu dari Jakarta itu masuk.

"Ya sekalian silaturahmi dengan orang kita sendiri," kelakar Agus.

Wanita yang kehilangan tiket pulang itupun masuk dan duduk di depan meja Agus. Setelah bercerita panjang lebar, Agus akhirnya bisa menerima alasannya. Sebelumnya Agus mengecek dulu nomor penerbangan dia di komputernya. Aku tidak tertarik untuk mendengarkan, karena itu sudah menjadi pekerjaan Agus.

"Oke Bu, sekarang saya buatkan tiket pengganti. Boleh saya tahu nama Ibu," pinta Agus ramah, sesuai gaya seorang marketing.

"Nama saya, Hanna Rahesadian," jawabnya pelan namun tegas.

Agus langsung berhenti menulis. Wajahnya yang semula menatap tiket, beralih menatap wajah wanita cantik di hadapannya. Wanita itupun kaget dan heran melihat perubahan perangai Agus. Agus menoleh kearahku, dan memanggil namaku.

"Is, Is coba lihat siapa ini," katanya setengah teriak.

Aku melipat majalah yang aku baca, lalu memperhatikan wanita yang duduk di depan Agus. Wanita itupun seolah terkena magnetku, dia memandangiku terus, tak sadarkan diri aku dan dia bertatapan pandang. Agus senyum-senyum.

"Hanna kan, itu Ismail Khan," kata Agus.

Aku dan Hanna berdiri, Agus pun berdiri. Agus seolah mempersilahkan aku untuk mendekatinya.

"Cintamu telah menemukan pelabuhannya Is," kata Agus tersenyum.

Aku seperti ditarik oleh tambang yang begitu kuat, dan memaksa aku mendekat dan memeluknya. Hanna menangis tersedu-sedu di pelukanku, aku juga tak bisa kendalikan diri, aku peluk erat Hanna, dan tak menghiraukan lagi Agus yang begong karena ruang kerjanya untuk tempat bermesraan mendadak.

"Is, ini tiketmu sudah aku tunda keberangkatannya, sudah kamu balik lagi ke Baitullah bersama orang yang kamu tunggu selama 12 tahun ini," katanya.

Aku mengangguk. Aku lupa menanyakan, apakah Hanna sudah berkeluarga, namun dari anggukan Hanna, menunjukkan bahwa dia setuju kita menikah di Baitullah.

"Bagaimana aku bisa melupakan Mas Is, ginjal mas menyelamatkan jiwaku," bisiknya.(pit)

Senin, September 29, 2008

Mudik : Latihan pulang ke Rahmatullah


Jumlah kendaraan di jalan raya makin sesak, suara deru knalpot seperti ada konvoi besar. Asap di jalan-jalan mengepul bak ada kebakaran. Dua arah jalur kendaraan semuanya padat dengan mobil dan motor. Hampir semua mobil dipenuhi penumpang dan masih ditambah lagi beban muatan diatas kap mobil yang ditutup dengan terpal. Wajah para penumpang mobil meski berdesakan menyiratkan rona kerinduan akan kampung halaman , sanak famili, teman dan handai tolan yang mungkin sudah 1 tahun, atau bahkan lebih, mungkin ada yang sudah 10 tahun tidak pulang.

Mudik lebaran memang paling dahsyat di dunia terjadi di Indonesia. Tentu bisa dimaklumi karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka sama sekali tak mau peduli, dengan opini para pakar atau peraturan pemerintah, agar tidak mudik bersamaan di saat lebaran. Bahkan fatwah Ulama pun banyak dicatut, dengan berdalih bahwa silaturahim dan bermaaf-maafan tidak sebatas pada saat Idul Fitri saja. Namun, tak satupun yang menggubrisnya, mudik tetap mudik, apapun halangannya akan diterjang. "Pokoknya mudik." dalam hati mereka.

****

Mbah Nur Sufi kelihatan santai di teras mushollah sambil membaca tafsir Al Quran. Para santrinya sibuk membersihkan mushollah, menyapu, mengepel, membersihkan lampu, dan menjemur bedug agar kulitnya tidak kendor dan lebih enak ditabuh dan suaranya lebih merdu. Waktu salat Ashar sudah makin dekat, bak mandi dikuras agar tidak ada jentik-jentik, lantainya di sikat, setelah itu baru diisi beramai-ramai. Sesekali Mbah Nur Sufi memperhatikan para santrinya yang rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar itu dengan senyum.

Setelah selesai, para santri santai ada yang selonjor kaki, ada yang bersandar di dinding sebagian bersilah. Mbah Nur tidak ingin berceramah sore itu, karena yakin para santri sedang kecapaian, dan biasanya mereka kurang perhatian bila diberi ceramah agama. Lagian waktu ceramah biasanya setelah salat Ashar, saat itu Ashar masih kurang 30 menit lagi.

"Mbah, kenapa banyak orang mudik. Apa Nabi Muhammad saw dulu juga mudik?" tanya Wildan.

Mbah Nur Sufi langsung mencari asal suara, setelah mendengarkan dengan seksama, Mbah Nur pun tersenyum mendengar pertanyaan cerdas dari muridnya, setelah melihat di jalan banyak orang Pulang Kampung alias Mudik menjelang Lebaran.

Mbah Nur mengutip sebuah hadits : “Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada salat dan shaum?” tanya Rasulullah Saw. kepada sahabat-sahabatnya.

“Tentu saja,” jawab mereka.

Rasulullah kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambung persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwwah di antara mereka adalah amal shaleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rizkinya, hendaklah ia menyambung persaudaraan.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sebelum santri bertanya arti persaudaraan, Mbah Nur menukil sebuah definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, silaturahmi diartikan persaudaraan, persahabatan. Dari sini masih bisa dikembangkan menjadi berkunjung, mendatangi, mengeratkan tali kasih, bahkan bisa diperluas lagi dengan saling berkomunikasi (tukar pikiran), curhat (menyampaikan isi hati), dan saling memaafkan.

Meski diyakini tidak semua pemudik memahami atau mengetahui hadits ini, namun bisa dipastikan para pemudik itu rindu untuk bertemu saudaranya yang telah lama ditinggal bahkan tidak berkomunikasi. Meski ada telepon, namun belum tentu bisa berkomunikasi secara enak dan santai dengan keluarga di desa tempat kelahirannya. Dengan pulang, maka akan bisa bertemu wajah, dapat saling dekat kembali setelah dipisahkan jarak oleh pekerjaan.

Dengan pertemuan, sebuah suasana bahagia bisa membuat hati senang. Dan hati yang gembira akan mendorong semangat. Karena itu, bila sering bersilahturahim Allah menjamin panjang usia dan banyak rezeki. Orang mudik tentu membawa oleh-oleh, tak perlu dilihat dari sisi nilai oleh-olehnya, namun rasa syukur bisa berbagai itu yang harus dilihat. Ini yang disebut rezeki silaturahim. Yang datang membawa oleh-oleh yang didatangi menyiapkan makanan dan minuman. Dan sebelum berpisah, mereka biasa saling mendoakan keselamatan dan banyak rezeki.

Pertemuan seperti inilah yang membuat orang-orang yang jauh dari tempat kelahirannya nekad pulang apapun yang terjadi akan dihadapi. Jalan macet, panas, puasa, semua akan dijalani dengan penuh sabar demi sebuah silaturahim.

"Mengapa harus menunggu Lebaran," tanya Mbah Nur.
Sebagaimana biasa para santri tau, pertanyaan itu tak perlu dijawab karena akan dijawab sendiri oleh Mbah Nur.

Lebaran adalah waktu yang paling tepat untuk mudik dan bersilaturahmi. Karena, Idul Fitri selalu diawali dengan puasa Ramadhan, dimana setiap kaum muslim mensucikan diri dengan puasa. Menghindari perkataan yang tidak perlu, menahan emosi, menahan nafsu sahwat dengan istrinya, dan tentunya menahan haus dan lapar. Kemudian dilanjutkan dengan mensucikan harta dengan membayar zakat, infaq dan sedekah.

Mereka yang mudik itu dengan kondisi jiwa dan harta yang suci, dan dilengkapi dengan saling bermaaf-maafan kepada kelaurga, saudara dan tetangga, serta guru dan tokoh masyarakat yang telah lama ditinggalkan. Pada masa itu, Allah menjamin menghapus dosa hambahnya, dan umat Nabi Muhammad saw akan kembali bening hatinya sebening kaca tanpa noda.

Sebenarnya, lanjut Mbah Nur Sufi, mudik itu bukan sekedar untuk melampiaskan rasa kangen dengan keluarga. Tetapi sebuah ritual yang melatih kita untuk persiapan pulang ke Rahmatullah.

"Kok bisa Mba?"

Menurut Mbah Nur, untuk persiapan mudik yang intinya mensucikan jiwa, mereka secara ikhlas melaksanakan ibadah puasa, dan membayar zakat serta melepaskan semua ego untuk saling bermaaf-maafan. Begitu juga kita nanti kelak ketika akan pulang ke rahmatullah alias meninggal dunia, seharusnya mempersiapkan dengan lebih baik.

Mudik ke Rahmatullah itu, adalah mudik besar. Karena kita harus mempersiapkan bekal yang cukup untuk waktu dan perjalanan yang tak tentu batasnya. Tak ada satupun orang yang tau, kapan usainya alam kubur dan tibanya hari pembalasan. Waktunya sangat panjang dan tak terhingga. Beda dengan mudik lebaran, paling maksimal untuk Jawa, dua hari perjalanan sudah sampai kampung halaman. Itupun sudah dihitung dengan tambahan macet di jalan.

Mudik ke Rahmutullah, bekalnya selain bekal harta yang banyak, juga harus bekal ibadah. Bekal harta dimaksudkan untuk membekali anak-anak kita yang ditinggalkan agar tidak menjadi generasi yang lemah. Saat ini banyak orangtua yang sadar atau tidak telah melalui tahapan meninggalkan anak atau generasi yang lemah. Sebagai contoh, orangtua yang mampu secara harta duniawi namun tidak memberi pendidikan yang baik pada anak-anaknya, ketika orangtuanya pensiun, anak-anaknya tidak mampu lagi menghdapi tantangan hidup, karena selama orangtuanya mampu semua fasilitas dipenuhi orangtuanya. Anak menjadi ketergantungan pada orangtua hingga usia dewasa tak bisa mandiri.

Harta saja memang tidak cukup, namun harta yang dinafkahkan secara benar, misalnya untuk investasi sekolah anak-anaknya agar anak-anaknya kelak menjadi orang yang berilmu dan mandiri serta bermanfaat bagi masyarakat. Harta itu juga untuk mempersiapkan diri agar terus mengalirkan pahala, yakni dengan menafkahkan ke jalan Allah, baik dalam bentuk sedekah, infaq atau waqaf, dan zakat harta maupun zakat fitrah.

Bekal ibadah, salat wajib lima waktu, ditambah salat sunnah dan tak meninggalkan salat tahajud sebagai ibadah tambahan. Dengan salat, hati menjadi tidak beku, sehingga mudah berempati kepada sesama, egonya bisa ditekan, dan menjadi seorang yang peduli pada kaum yang lemah. Dan mendidik anaknya pun tidak hanya pintar ilmu dunia tetapi juga menjadi anak yang sholeh.

Bekal ilmu, bekal yang satu ini untuk memperpanjang usia. Usia kita bisa melebihi jasad kita. Contoh, Al Gazali, penulis buku Ihya' Ulumudin, dia akan dikenal terus oleh gerasi per generasi Islam, karena ilmunya. Bagi yang merasa tidak memiliki ilmu sehebat tokoh-tokoh Islam itu, bisa mengamalkan hartanya dengan membangun sekolah-sekolah Islam.

Bekal itulah yang akan membuat kita tersenyum saat mudik ke alam kubur bertemu dengan Orangtua kita yang lebih dahulu meninggalkan kita, bertemu dengan tokoh-tokoh Islam lainnya di alam kubur. Dan, di alam kubur yang dikenal juga sebagai alam perhentian menuju hari akhirat, amal kita akan terus dikirim oleh orang-orang yang hidup di alam dunia.


Mbah Nur mengutip hadits: Aisyah r.a. –salah seorang istri Nabi saw.—bertanya, “Kita membenci kematian.” Nabi saw. bersabda, “Bukan itu yang aku maksud, melainkan orang mukmin ketika dijemput oleh kematian, ia mendapatkan kabar gembira bahwa ia memperoleh ridha dan karamah Allah, maka tidak ada sesuatu yang lebih ia sukai daripada apa yang ada di hadapannya sehingga ia amat senang untuk bertemu dengan Allah. Allah pun senang untuk bertemu dengannya. Adapun orang kafir ketika dijemput oleh kematian, maka ia mendapatkan kabar gembira bahwa ia akan mendapatkan azab dan siksa Allah, maka tidak sesuatu yang paling ia benci daripada apa yang ada di hadapannya sehingga ia tidak senang untuk bertemu dengan Allah. Allah pun tidak senang untuk bertemu dengannya.” (HR. Bukhari, hadits shahih)

Karena itu orang mukmin yang meninggal selalu dalam kondisi tersenyum, karena kematian adalah mudik besar yang bukan hanya bertemu dengan sanak saudara dan handai tolan yang telah mendahuluinya di kampung alam kubur, namun juga bertemu dengan Sang Pencipta, Allah swt.(pit)

Komentar