Senin, September 29, 2008

Mudik : Latihan pulang ke Rahmatullah


Jumlah kendaraan di jalan raya makin sesak, suara deru knalpot seperti ada konvoi besar. Asap di jalan-jalan mengepul bak ada kebakaran. Dua arah jalur kendaraan semuanya padat dengan mobil dan motor. Hampir semua mobil dipenuhi penumpang dan masih ditambah lagi beban muatan diatas kap mobil yang ditutup dengan terpal. Wajah para penumpang mobil meski berdesakan menyiratkan rona kerinduan akan kampung halaman , sanak famili, teman dan handai tolan yang mungkin sudah 1 tahun, atau bahkan lebih, mungkin ada yang sudah 10 tahun tidak pulang.

Mudik lebaran memang paling dahsyat di dunia terjadi di Indonesia. Tentu bisa dimaklumi karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka sama sekali tak mau peduli, dengan opini para pakar atau peraturan pemerintah, agar tidak mudik bersamaan di saat lebaran. Bahkan fatwah Ulama pun banyak dicatut, dengan berdalih bahwa silaturahim dan bermaaf-maafan tidak sebatas pada saat Idul Fitri saja. Namun, tak satupun yang menggubrisnya, mudik tetap mudik, apapun halangannya akan diterjang. "Pokoknya mudik." dalam hati mereka.

****

Mbah Nur Sufi kelihatan santai di teras mushollah sambil membaca tafsir Al Quran. Para santrinya sibuk membersihkan mushollah, menyapu, mengepel, membersihkan lampu, dan menjemur bedug agar kulitnya tidak kendor dan lebih enak ditabuh dan suaranya lebih merdu. Waktu salat Ashar sudah makin dekat, bak mandi dikuras agar tidak ada jentik-jentik, lantainya di sikat, setelah itu baru diisi beramai-ramai. Sesekali Mbah Nur Sufi memperhatikan para santrinya yang rata-rata masih duduk di bangku sekolah dasar itu dengan senyum.

Setelah selesai, para santri santai ada yang selonjor kaki, ada yang bersandar di dinding sebagian bersilah. Mbah Nur tidak ingin berceramah sore itu, karena yakin para santri sedang kecapaian, dan biasanya mereka kurang perhatian bila diberi ceramah agama. Lagian waktu ceramah biasanya setelah salat Ashar, saat itu Ashar masih kurang 30 menit lagi.

"Mbah, kenapa banyak orang mudik. Apa Nabi Muhammad saw dulu juga mudik?" tanya Wildan.

Mbah Nur Sufi langsung mencari asal suara, setelah mendengarkan dengan seksama, Mbah Nur pun tersenyum mendengar pertanyaan cerdas dari muridnya, setelah melihat di jalan banyak orang Pulang Kampung alias Mudik menjelang Lebaran.

Mbah Nur mengutip sebuah hadits : “Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada salat dan shaum?” tanya Rasulullah Saw. kepada sahabat-sahabatnya.

“Tentu saja,” jawab mereka.

Rasulullah kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambung persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwwah di antara mereka adalah amal shaleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rizkinya, hendaklah ia menyambung persaudaraan.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sebelum santri bertanya arti persaudaraan, Mbah Nur menukil sebuah definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, silaturahmi diartikan persaudaraan, persahabatan. Dari sini masih bisa dikembangkan menjadi berkunjung, mendatangi, mengeratkan tali kasih, bahkan bisa diperluas lagi dengan saling berkomunikasi (tukar pikiran), curhat (menyampaikan isi hati), dan saling memaafkan.

Meski diyakini tidak semua pemudik memahami atau mengetahui hadits ini, namun bisa dipastikan para pemudik itu rindu untuk bertemu saudaranya yang telah lama ditinggal bahkan tidak berkomunikasi. Meski ada telepon, namun belum tentu bisa berkomunikasi secara enak dan santai dengan keluarga di desa tempat kelahirannya. Dengan pulang, maka akan bisa bertemu wajah, dapat saling dekat kembali setelah dipisahkan jarak oleh pekerjaan.

Dengan pertemuan, sebuah suasana bahagia bisa membuat hati senang. Dan hati yang gembira akan mendorong semangat. Karena itu, bila sering bersilahturahim Allah menjamin panjang usia dan banyak rezeki. Orang mudik tentu membawa oleh-oleh, tak perlu dilihat dari sisi nilai oleh-olehnya, namun rasa syukur bisa berbagai itu yang harus dilihat. Ini yang disebut rezeki silaturahim. Yang datang membawa oleh-oleh yang didatangi menyiapkan makanan dan minuman. Dan sebelum berpisah, mereka biasa saling mendoakan keselamatan dan banyak rezeki.

Pertemuan seperti inilah yang membuat orang-orang yang jauh dari tempat kelahirannya nekad pulang apapun yang terjadi akan dihadapi. Jalan macet, panas, puasa, semua akan dijalani dengan penuh sabar demi sebuah silaturahim.

"Mengapa harus menunggu Lebaran," tanya Mbah Nur.
Sebagaimana biasa para santri tau, pertanyaan itu tak perlu dijawab karena akan dijawab sendiri oleh Mbah Nur.

Lebaran adalah waktu yang paling tepat untuk mudik dan bersilaturahmi. Karena, Idul Fitri selalu diawali dengan puasa Ramadhan, dimana setiap kaum muslim mensucikan diri dengan puasa. Menghindari perkataan yang tidak perlu, menahan emosi, menahan nafsu sahwat dengan istrinya, dan tentunya menahan haus dan lapar. Kemudian dilanjutkan dengan mensucikan harta dengan membayar zakat, infaq dan sedekah.

Mereka yang mudik itu dengan kondisi jiwa dan harta yang suci, dan dilengkapi dengan saling bermaaf-maafan kepada kelaurga, saudara dan tetangga, serta guru dan tokoh masyarakat yang telah lama ditinggalkan. Pada masa itu, Allah menjamin menghapus dosa hambahnya, dan umat Nabi Muhammad saw akan kembali bening hatinya sebening kaca tanpa noda.

Sebenarnya, lanjut Mbah Nur Sufi, mudik itu bukan sekedar untuk melampiaskan rasa kangen dengan keluarga. Tetapi sebuah ritual yang melatih kita untuk persiapan pulang ke Rahmatullah.

"Kok bisa Mba?"

Menurut Mbah Nur, untuk persiapan mudik yang intinya mensucikan jiwa, mereka secara ikhlas melaksanakan ibadah puasa, dan membayar zakat serta melepaskan semua ego untuk saling bermaaf-maafan. Begitu juga kita nanti kelak ketika akan pulang ke rahmatullah alias meninggal dunia, seharusnya mempersiapkan dengan lebih baik.

Mudik ke Rahmatullah itu, adalah mudik besar. Karena kita harus mempersiapkan bekal yang cukup untuk waktu dan perjalanan yang tak tentu batasnya. Tak ada satupun orang yang tau, kapan usainya alam kubur dan tibanya hari pembalasan. Waktunya sangat panjang dan tak terhingga. Beda dengan mudik lebaran, paling maksimal untuk Jawa, dua hari perjalanan sudah sampai kampung halaman. Itupun sudah dihitung dengan tambahan macet di jalan.

Mudik ke Rahmutullah, bekalnya selain bekal harta yang banyak, juga harus bekal ibadah. Bekal harta dimaksudkan untuk membekali anak-anak kita yang ditinggalkan agar tidak menjadi generasi yang lemah. Saat ini banyak orangtua yang sadar atau tidak telah melalui tahapan meninggalkan anak atau generasi yang lemah. Sebagai contoh, orangtua yang mampu secara harta duniawi namun tidak memberi pendidikan yang baik pada anak-anaknya, ketika orangtuanya pensiun, anak-anaknya tidak mampu lagi menghdapi tantangan hidup, karena selama orangtuanya mampu semua fasilitas dipenuhi orangtuanya. Anak menjadi ketergantungan pada orangtua hingga usia dewasa tak bisa mandiri.

Harta saja memang tidak cukup, namun harta yang dinafkahkan secara benar, misalnya untuk investasi sekolah anak-anaknya agar anak-anaknya kelak menjadi orang yang berilmu dan mandiri serta bermanfaat bagi masyarakat. Harta itu juga untuk mempersiapkan diri agar terus mengalirkan pahala, yakni dengan menafkahkan ke jalan Allah, baik dalam bentuk sedekah, infaq atau waqaf, dan zakat harta maupun zakat fitrah.

Bekal ibadah, salat wajib lima waktu, ditambah salat sunnah dan tak meninggalkan salat tahajud sebagai ibadah tambahan. Dengan salat, hati menjadi tidak beku, sehingga mudah berempati kepada sesama, egonya bisa ditekan, dan menjadi seorang yang peduli pada kaum yang lemah. Dan mendidik anaknya pun tidak hanya pintar ilmu dunia tetapi juga menjadi anak yang sholeh.

Bekal ilmu, bekal yang satu ini untuk memperpanjang usia. Usia kita bisa melebihi jasad kita. Contoh, Al Gazali, penulis buku Ihya' Ulumudin, dia akan dikenal terus oleh gerasi per generasi Islam, karena ilmunya. Bagi yang merasa tidak memiliki ilmu sehebat tokoh-tokoh Islam itu, bisa mengamalkan hartanya dengan membangun sekolah-sekolah Islam.

Bekal itulah yang akan membuat kita tersenyum saat mudik ke alam kubur bertemu dengan Orangtua kita yang lebih dahulu meninggalkan kita, bertemu dengan tokoh-tokoh Islam lainnya di alam kubur. Dan, di alam kubur yang dikenal juga sebagai alam perhentian menuju hari akhirat, amal kita akan terus dikirim oleh orang-orang yang hidup di alam dunia.


Mbah Nur mengutip hadits: Aisyah r.a. –salah seorang istri Nabi saw.—bertanya, “Kita membenci kematian.” Nabi saw. bersabda, “Bukan itu yang aku maksud, melainkan orang mukmin ketika dijemput oleh kematian, ia mendapatkan kabar gembira bahwa ia memperoleh ridha dan karamah Allah, maka tidak ada sesuatu yang lebih ia sukai daripada apa yang ada di hadapannya sehingga ia amat senang untuk bertemu dengan Allah. Allah pun senang untuk bertemu dengannya. Adapun orang kafir ketika dijemput oleh kematian, maka ia mendapatkan kabar gembira bahwa ia akan mendapatkan azab dan siksa Allah, maka tidak sesuatu yang paling ia benci daripada apa yang ada di hadapannya sehingga ia tidak senang untuk bertemu dengan Allah. Allah pun tidak senang untuk bertemu dengannya.” (HR. Bukhari, hadits shahih)

Karena itu orang mukmin yang meninggal selalu dalam kondisi tersenyum, karena kematian adalah mudik besar yang bukan hanya bertemu dengan sanak saudara dan handai tolan yang telah mendahuluinya di kampung alam kubur, namun juga bertemu dengan Sang Pencipta, Allah swt.(pit)

Kamis, September 25, 2008

Lailatul Qadar

Waktu pulang dari salat Subuh aku dan teman-teman melewati pasar. Pada 10 hari terakhir disaat Allah swt menjamu para hambanya yang berpuasa dan beriktiqaf dengan pahala yang besar bagi yang bertemu dengan Lailatul Qadar. Malam yang turun setahun sekali dan diyakini turunnya pada 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan ini memang memberi bonus pahala yang menggiurkan yakni sama dengan ibadah 1.000 bulan sekitar 83 tahun 4 bulan. Coba kita bayangkan usia manusia setelah Rasulullah saw ini rata-rata harapan hidupnya hanya sampai 60-70 tahun.

83 tahun beribadah nonstop tanpa henti tentu bagi manusia biasa dalah hal yang mustahil. Hal itu hanya bisa diraih oleh orang suci sekelas Nabi Muhammad saw. Bonus pahala ini diberikan karena usia rata-rata umat Muhammad saw jarang yang menyentuh 80 tahun. Tapi kenyataan yang terjadi, pada 10 hari terakhir bukannya masjid yang ramai orang beriktiqaf, tetapi justru makin sepi. Jumlah jemaah salat terawih makin menurun, dari 10 shaf menjadi tinggal dua shaf itupun tinggal generasi tua yang usianya diatas 50 tahun.

Berebut bonus Allah swt ini makin kurang dikhidmati oleh umat Nabi Muhammad saw yang merantau dari kampung halamannya. 10 hari terakhir mereka pada disibukkan dengan kegiatan persiapan mudik. Entah mudik naik pesawat, keretap api, bus, mobil pribadi atau motor yang sekarang lagi ngetrend. Setelah mudik diperjalanan yang cukup melelahkan, masih ditambah pertemuan untuk melepas kangen setelah tiba di kampung halaman. Aktivitas ibadah di bulan suci Ramadhan pun tinggal, puasa, salat fardhu dan bayar zakat, iktiqaf yang menjanjikan bonus pahala besar makin terabaikan. Bahkan tidak jarang dengan alasan capek di perjalanan, sisa waktu puasa dilewatkan alias sudah tidak puasa lagi.

Kampung yang tadinya sepi manjadi hiruk pikuk, mobil mewah dan motor baru bersliweran, orang-orang dengan wajah ceriah dan penampilan baru mengisi keheningan dan ketenangan kampung. Tema pembicaraan yang semula tentang hama padi dan gagal panen mendadak berubah menjadi tema nasional, Korupsi Al Amin Nasutian, Korupsi dana BI, Korupsi Agus Condro, dan janji ketua Partai Megawati tentang padi begitu juga janji padi Super Toy yang dibanggakan presiden.

Akan sangat sayang kesempatan dari Allah swt yang datangnya setahun sekali dilewatkan begitu saja, atau diisi dengan aktivitas yang tak bermanfaat, bahkan bisa terperosok pada maksiat, menggunjing atau menggibah. Padahal perintah Allah swt untuk mencari malam yang sangat mulia itu jelas dan tertera di Al Quran surat Al Qadr.

Pada Al Quran Surat Al Qadr, ayat pertama, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan."

Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al Quran.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi saw bermimpi melihat Bani Umayyah menduduki dan menguasai mimbarnya setelah beliau wafat. Beliau merasa tidak senang karenanya. Maka turunlah Surat Al Kautsar: 1, dan Surat Al Qadr:1-5 untuk membesarkan hati beliau. Demikian Hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim dan Ibnu Jarir yang bersumber dari al-Hasan bin Ali.

Al-Qasim al-Hirani menyatakan bahwa kerajaan Bani Umayyah itu ternyata berlangsung tidak lebih dan tidak kurang dari 1000 bulan. Menurut at-Tirmidzi, riwayat ini Gharib sedang al-Muzani dan Ibnu Katsir menyebutnya sangat munkar.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. pernah menyebut-nyebut seorang Bani Israil yang berjuang fii sabilillah menggunakan senjatanya selama seribu bulan terus menerus. Kaum muslimin mengagumi perjuangan orang tersebut. Maka Allah menurunkan Al Quran Surat Al Qadr:1-3, bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada perjuangan Bani Israil selama 1000 bulan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi yang bersumber dari Mujahid.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di zaman Bani Israil terdapat seorang laki-laki yang beribadah malam hari hingga pagi dan berjuang memerangi musuh pada siang harinya. Perbuatan itu dilakukan selama seribu bulan. Maka Allah menurunkan Surat Al Qadr:1-3 yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada amal 1000 bulan Bani Isra'il tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.)

Terkait dengan bagaimana mencari malam yang mulai itu, banyak ulama menyampaikan pendapat dengan memberi berbagai ciri-ciri yang bisa dilihat oleh manusia biasa. Namun, agar kita punya rujukan yang jelas, marilah kita merujuk pada tanda-tanda malam lailatul qadar yang pernah disebutkan oleh hadist Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam paling tidak ada empat yang dapat kita ketahui bersama meskipun tanda-tanda tersebut tidak harus ada. Diantaranya:

1. Udara dan suasana pagi yang tenang

Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)

2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya

Dari ubay bin ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan” (HR Muslim)

3. Terkadang terbawa dalam mimpi

Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum

4. Bulan nampak separuh bulatan

Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,

“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR. Muslim)

Ada banyak cara yang dicontohkan oleh Rasulullah untuk mendapatkan malam seribu bulan itu, yakni, berpuasa, beramal soleh, tetap melaksanakan salat tarawih, membaca Al Quran dan memahami maknanya, salat tahajud. Aktivitas itu mulai dari terbenam matahari hingga terbit fajar di masjid-masjid.

Ruh manusia memang tidak ada yang tahu, sampai kapan diamanahkan kepada kita dan kapan saatnya Allah mencabutnya, maka sebaiknya kegiatan duniawi tidak terlalu menyita kesempatan emas yang diberikan Allah swt sebagaimana disampaikan oleh Rasullah saw.(pit)

Selasa, September 23, 2008

Pornografi itu foto pelacur

TV di balaidesa hari itu agak kurang sehat, banyak bintik-bintik muncul dan kadang-kadang gambarnya hilang. Salah seorang penonton TV yang sudah sabar menunggu acara yang paling ditunggu-tunggu yakni Adzan Maghrib, menyeletuk, "Wah ini nih akibat RUU Pornografi, semua gambar banyak yang disensor." Tawa pun membahana di balaidesa.

"Sampeyan iki kaya ngerti saja RUU Pornografi. Pornografi itu apa sih?" tanya Cak Dul penonton TV yang juga menunggu Adzan Manghrib.

Selesai salat tarawih di musholah para santri dengan suka cita menabuh bedug berkali-kali. Tradisi tabuh bedug ini sebagai tanda malam ganjil telah tiba, malam itu memasuki malam 23. Sebagaimana para santri ketahui, bila malam ganjil diyakini akan tiba malam Lailatul Qadar. Tabuh bedug bertalu-talu mengingatkan pada kaum muslimin agar segera melakukan iktiqaf di Masjid, membaca Al-Quran, Salat Tahajud atau memperbanyak sedeqah.

Mbah Nur duduk bersilah sambil memegang kipas, dan membuka baju gamisnya hingga kelihatan kaos singletnya. Santrinya yang tak kebagian menabuh bedug mereka berlarian di halaman musholah. Sebagian mengaji bergantian, sesekali Mbah Nur mengingatkan tajwidnya meski tanpa melihat Al-Quran.

Setelah musholah mulai sepi, tak ada suara lagi, Mbah Nur mengundang santrinya duduk sambil menikmati gorengan tahu isi dan petis pedas kiriman dari warga sekitar. Sambil makan dan duduk santai, aku bertanya ke Mbah Nur tentang celetukan di Balaidesa tadi sore. "Mbah Pornografi itu apa sih, kok semua orang ngomongin dan ada yang pro dan kontra?"

Mbah Nur mengangguk tanda minta sabar sebentar karena sedang mengunyah tahu isi dan cabe merah. Para santri pun mendengarkan sambil berebut mengambil tahu isi, mereka tak tau lagi sudah habis berapa. Kiriman makanan untuk takjil sore itu memang sangat banyak, hal ini sudah biasa setiap kali memasuki 10 hari terakhir makin banyak orang yang bersedekah untuk takjil. Oleh Mbah Nur pun diatur agar tidak habis langsung, tapi dibagikan sebagian setelah salat tarawih.

"Pornografi?" kata Mbah Nur.
Mbah Nur mengutip dari kata dasarnya. Pornografi dari bahasa Yunani πορνογραφία pornographia — secara harafiah tulisan tentang atau gambar tentang pelacur. Kadang kala juga disingkat menjadi "porn," "pr0n," atau "porno" adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual, mirip, namun berbeda dengan erotika, meskipun kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian.

Nah kenapa sekarang diramaikan, karena masyarakat kita ini kan majemuk, ada berbagai adat istiadat, suku dan budaya. Mereka berbeda-beda dalam melihat dan mengartikan pronografi. Yang setuju RUU Pronografi tentu menginginkan semua masyarakat Indonesia berbusana dengan menutup aurat seperti yang diajarkan Islam. Dan mereka berpendangan dengan semakin banyaknya orang yang menutup aurat akan mengurangi angka pemerkosaan dan kejahatan sexual lainnya.

Sedangkan yang tidak setuju atau kontra terhadap RUU Pornografi, ya mereka melihat Indonesia ini negara yang demokratis dan memberi kebebasan kepada masyarakatnya untuk mengekspresikan dirinya. Jadi mereka itu keberatan bila anjuran untuk menutup aurat itu diterapkan di negeri ini.

Namun ada yang berfikiran tidak semua pornografi itu membahayakan, asal pemerintahnya ketat membuat aturan. Maksud mereka, tarian yang mengundang atau membangkitkan sexual itu tidak semua harus dihapuskan. Misalnya, di Bandung ada tari Jaipong yang meliuk-liuk, atau tari Bali yang juga membuka aurat, tidak harus dihapus atas nama undang-undang pornografi.

Sebenarnya masyarakat baik yang pro maupun yang kontra itu tahu batasannya. Yang diinginkan itu jangan ada tarian erotis seperti streaptes, tarian perut seperti di Mesir atau tari telanjang. Tapi kalau tari budaya yang sudah mengakar dan itu menjadi kekayaan bangsa kita seharusnya tidak perlu diributkan.

Ada orang yang memang hobinya meributkan sesuatu yang tidak perlu diributkan. Ada yang sok agamis lalu menyerang orang lain dengan dalih RUU Pornografi. Islam dikembangkan bukan untuk mengganyang budaya orang yang sudah mengakar, Islam hanya mengajarkan agar masyarakat berakhlak mulia. Pertanyaannya, apakah Tari Jaipong itu membuat akhlak orang menjadi rusak, bila tidak ya untuk apa Jaipong dilarang. Tapi bila tari jaipong dibarengi dengan minum-minuman keras yang berakhir dengan prostitusi, ya efek tari itu yang harus diluruskan.

Tari Bali apakah karena tari itu terus bule-bule jadi kumpul kebo? Tentu bukan, justru bule dari berbagai negeri datang ke Bali karena keindahan seni tarinya, bukan kecantikan atau kemolekan tubuhnya. Karena tari kecak yang ditarikan oleh laki-laki juga menarik bule perempuan, tapi bukan tertarik alasan nafsu, tertarik karena seni tarinya.

Soal pemerkosaan atau kejahatan seksual yang terus bertambah, memang ada andil yang besar dari tayangan TV khususnya film barat yang lolos sensor, dan sinetron produksi Indonesia yang seolah-olah hidup penuh kebabasan. Adegan ciuman diumbar, pakaian mengikuti mode dan tak tau adab sopan santun. Itu yang kehilangan ruh Indonesia sebagai negeri yang santun. Mereka yang ditayangkan di sinteron atau film Indonesia itu lebih berkiblat ke Amerika. Segala sesuatu yang berasal dari Amerika dianggap baik dan dipaksakan masuk ke norma-norma yang sudah ratusan tahun diterapkan di negeri ini.

Wali songo misalnya, memasukkan ajaran Islam tidak frontal pelan-pelan tapi pasti, melalui budaya sehingga dikenal perpaduan budaya Jawa dan Islam, yang melahirkan sebuah sejarah budaya yang indah dan dikenang sepanjang zaman. Mungkin para wali waktu itu juga agak risih melihat ibu-ibu di kampung hanya menggunakan kemben dan kain panjang saja, mondar-mandir di halaman rumah dan di pasar-pasar. Maka dikenalkan dengan budaya menutup aurat secara perlahan, dengan menggunakan baju kebaya dan kerudung, meski rambutnya masih kelihatan. Maka jadilah kebaya sebagai pakian nasional.

Seharusnya gerakan budaya Islam yang digerakkan oleh tokoh-tokoh dan para pemikir Islam di negeri ini. Tidak semua-semua menggerakkan dengan kekerasan serta merta atas nama Undang-Undang Pornografi. Pornografi dikurangi memang harus, tapi sangat mustahil pornografi itu dibasmi atau diberantas dan itu akan menghabiskan energi.

Rasulullah SAW bersabda: “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Dari hadits di atas jelas bahwa tidak akan mencium bau surga orang yang suka memukul dan wanita-wanita yang mengumbar aurat atau berpakaian seksi. Bayangkan, menciumnya saja tidak bisa apalagi masuk surga. Padahal bau surga itu bisa tercium dari jarak yang sangat jauh.

Oleh karena itu kita wajib mengingatkan kepada wanita muslim yang senang berpakian seksi dengan tujuan untuk memamerkan tubuhnya. Begitu juga mengingatkan tidak harus dengan kekerasan apalagi memukul. Nanti skornya jadi sama, yakni sama-sama tidak masuk surga. Ada banyak cara mengingatkan tanpa kekerasan dan tidak menghinakan orang lain. Islam mengajarkan kita berlaku santun dan menghormati perbedaan, sehingga segala sesuatunya perlu dilakukan secara sabar dan terus menerus. Apa artinya orang menutup aurat karena takut masuk penjara karena melanggar undang-undang porno grafi tapi tidak takut pada Tuhannya.

Mbah Nur menukil sebuah ayat Al Quran, :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan ALLAH SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).

Jadi tidak perlu ikut-ikutan ribut soal pornografi, yang penting tata dulu keluarga kita. Kalau masing-masing menata keluarganya, Insya Allah tanpa RUU Pornografi pun negeri ini akan aman dan tentram serta di ridhoi Allah swt. "Amin," jawab para santri. (pit)

Lebaran tanpa Orangtua


Aku duduk termenung di teras mushollah sambil menunggu Mbah Nur Sufi datang. Semua pekerjaan yang ditugaskan kepadaku sudah selesai, menata bangku untuk mengaji hingga mengisi bak tempat wudlu jemaah. Aku melihat orang berbondong-bondong ke pasar, meski lebaran masih kurang tujuh hari. Dan semua yang balik ke pasar dan melewati musholah membawa bungkusan, aku bisa menebak isi tas plastik bertuliskan Toko "Maju". Kalau isinya antara lain, baju dan roti kaleng untuk lebaran.

Para ibu sibuk menenteng bunga Sedap Malam satu ikat dengan panjang satu meter. Bunga itu memang gampang hidup, cukup dicelupkan ke vas bunga berisi air, maka aroma sedapnya pada malam hari akan mengisi ruangan. Dan setiap hari harus disiplin memotong tangkai bawah yang tercelup air sekitar 3 cm. Biar air bisa naik ke bunga dan memberi aroma yang sedap hingga lebaran selesai.

Temen-temenku pada datang terlambat, bila hari sudah mendekati lebaran. Alasannya sama dengan puasa tahun lalu, yakni disuruh orangtuanya mengupas kulit kacang. Kacang adalah camilan yang favorit di desa bila lebaran tiba. Ibuku sering membeli kacang lalu direndam di air dingin, dan setelah itu dikupas lapisan tipisnya, sehingga kacanganya terlihat putih, dan menggoreng dengan bawah putih tidak boleh lengah, karena kalau gosong tidak 'ayu' lagi kacangnya. Demikian pesan ibuku.

Tapi ibuku maklum, waktu mengaji tiba aku diizinkan untuk ke musholah untuk mengaji dan mempersiapkan khatam Al-Quran. Setelah mengaji dan buka bersama keluarga, aku baru diminta untuk tidak main-main di luar rumah, dan harus membantu ibuku mengupas kacang atau mengaduk Jenang Madu Mongso yang terbuat dari ketan hitam yang diberi ragi hingga menjadi tape, setelah itu dimasak dalam tunggu besar, dan tidak boleh berhenti mengaduk. Meski agal melelahkan kegiatan membantu ibu itu sudah menjadi kesenangan tersendiri.

Bila sudah matang, maka giliran saudaraku yang perempuna kebagian tugas mengemas dalam kertas berwarna warni, biasanya, kuning hijau dan merah, dan diujungnya digunting seperti rumbai-rumbai. Biasanya kakaku yang sulung laki-laki suka usil mencicipi, sambil menata di dalam toples. Toples itu aku sendiri tidak tau kapan ibu belinya, karena sejak aku kecil sudah melihat toples itu. Dan Ibu jarang beli toples.

Bapak yang masih aktif bekerja sebagai militer dan pulang selalu sore, Bapak selalu sibuk mengecat rumah. Aku selalu ingat harum bau cat, bila mendekati lebaran. Bapak dibantu kakaku laki-laki yang sulung mengecat rumah dibantu seorang atau dua orang tukang cat. Ibu sambil mengkoordinir anak-anaknya yang berjumlah enam orang, biasanya pada malam hari bersama Bapak mengatur pergantian gordyn di rumah. Gordyn diserasikan dengan cat tembok.

Pernah suatu ketika Bapak mungkin salah menafsirkan warna cat sehingga warna rumahku menjadi merah. Ibu tentu kurang setuju, tapi bagaimana lagi, waktu lebaran sudah dekat, jadi show must go on, begitulah bila menyimak lirik lagu Fredy Mercuri "Queen". Jadinya ibuku juga sibuk membuat gordyn dengan warna merah, kursi rumah juga diubah menjadi merah. Rumahku menjadi Merah berani dalam menghadapi Lebaran.

Yang sampai sekarang tidak bisa aku lupakan meski kejadian itu sudah 30 tahun silam lebih yakni, menjelang lebaran. Biasanya sehari menjelang Lebaran, semua sudah dibelikan baju baru, yang sesuai dengan kemauan Ibu. Aku dan kakakku serta adikku sama sekali tidak punya hak untuk memilih warna atau model. Ibu yang lebih tau selerah kita sebagai anak. Setelah mencoba baju dan celana, langsung dimasukkan lagi ke lemari.

Sehari menjelang Lebaran Ibuku selalu beli ayam jago satu ekor dan dua ekor ayam betina. Ayahku sendiri yang menyembelih, dan aku serta kakakku yang sulung kebagian memeganginya. Dari situ aku belajar dan tau bagaimana cara menyembeli Ayam. Ayahku selalu berpesan, "Baca Bismillahirrahmanirrahim sebelum menyembelih, biar dapat ridho dari Allah."

Ayam dimasak kare khas buatan Ibu, dan sebagian dibakar dengan bumbu rujak khas ibu yang sangat pedas. Baunya menganggu orang yang menunggu waktu buka puasa. BIasanya memasak untuk persiapan lebaran, Ibu tak mau dibantu oleh orang lain. Aku hanya kebagian menemanin. Dan biasanya, Ibu mengeluarkan larangan, agar aku tidak ikut Takbiran keliling kota naik truk bak terbuka. Makanya untuk gampang mengawasi, Ibu melarang aku jauh dari dapur. Biar Ibu bisa melihat aku ada dimana.

Tapi namanya anak, aku tetap saja cari akal untuk bisa ikut Takbiran bersama teman-teman naik truk bak terbuka keliling kota sampai malam hari. Biasanya naik truk yang disewa oleh Pak Polisi di depan rumah. Setelah selesai Takbiran, aku bisa menebak, Ibu pasti marah-marah, karena aku dianggap tidak mau mendengerkan perintah dan larangannya.

Meski Ibu sangat keras mendidik aku, dan Bapak yang jarang bicara dan bila sudah dianggap kelewatan Bapak tak segan-segan memukul dengan apa saja yang ada didepannya, tapi aku sama sekali tak menaruh rasa sakit hati. Di teras Musholah itu aku berfikir bagaiman rasanya bila Lebaran tak ada lagi kedua orangtuaku. Aku sungguh takut untuk membayangkannya, karena aku masih kecil dan adik-adiku juga kecil-kecil, kakaku juga masih sekolah.

Di saat melamun itu, Mbah Nur Sufi datang dari belakang dan memegang kepalaku. "Kamu kok sendirian, mana yang lain?" tanyanya. Aku langsung menoleh ke belakang, aku Lihat Mbah Nur Sufi berdiri. Aku langsung bangkit dan menuju lapangan memanggil temen-temenku yang bergurau sambil main bola untuk kumpul.

Mbah Nur duduk di teras dan membuka sebuah Al-Quran. Dia diam sejenak, dan semua santrinya tau, harus mengawali dengan membaca surah Al Fatihah dulu. Setelah itu baru Mbah Nur membaca firman Allah swt:

"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah engkau akan kembali." (Luqman: 14)

Mbah Nur minta semua santri memperhatikan, bagaimana Allah mengaitkan rasa syukur kepada kedua orang tua dengan syukur kepada-Nya.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ada tiga ayat yang diturunkan dan dikaitkan dengan tiga hal, tidak diterima salah satunya jika tidak dengan yang dikaitkannya:

1. Firman Allah Ta'ala, `Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul'. Maka barangsiapa taat kepada Allah namun tidak taat kepada Rasul, ketaatannya tidak diterima.

2. Firman Allah Ta'ala, `Dan dirikanlah shalat serta tunaikan zakat'. Maka barangsiapa melakukan shalat namun tidak mengeluarkan zakat, tidaklah diterima.

3. Firman Allah Ta'ala, Agar kamu bersyukur kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.' Barangsiapa bersyukur kepada Allah namun tidak bersyukur kepada kedua orang tua, tentu saja tidak diterima hal itu. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Keridhaan Allah ada di dalam keridhaan kedua orang tua dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orang tua. (Diriwayatkan Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Amr, hadits ini diperkuat oleh hadits Abu Hurairah).

Ini menunjukkan bahwa orangtua itu meski dari kalangan yang tidak berpendidikan sekalipun tidak boleh direndahkan atau diolok-olok oleh anaknya. Anak yang merasa pintar dan mengabaikan atau mengejek atau mengolok-olok orangtuanya, dianggap durhaka. Dan sikap durhaka kepada orangtua, Ibu-Bapak, balasannya hanya satu yaitu neraka, kecuali bagi orang yang bertaubat.

Mbah Nur lalu menanyakan, "Siapa yang sakit hati ketika dijewer oleh Ibunya?" tak satupun santri yang mengacunkan tangan. Maka, Mbah Nur pun tersenyum. Pasti kalian sakit hati, tapi kalian tidak memperluas rasa sakit hati itu, karena adanya kesadaran bahwa oratua lebih tau segalanya dan lebih memahami akibat dari tingkah laku anaknya. Dan tidak mungkin orangtua memukul anaknya tanpa alasan. Orangtua memukul anaknya tentu dengan alasan ingin menyelamatkan anaknya dari tindakan yang berbahaya, mungkin esok atau kelak kemudian hari.

"Siapa yang suka mandi di sungai Kalitengah?" tanya Mbah Nur lagi, hampir semua santri mengacungkan tangan. Mungkin yang tidak mengacungkan tangan takut dibilang banci. Karena biasanya kalau air lagi pasang semua anak mandi sungai dan yang tak berani mandi pasti diolok-olok Banci.

Mbah Nur Sufi yakin setiap kali selesai mandi sungai baik yang sudah jago berenang maupun yang baru bisa berenang pasti dijewer atau dipukul atau dicubit pahanya oleh ibunya. Itu bukan karena Ibu sakit hati atau benci, tapi karena sikap hati-hati Ibu kepada anaknya. Karena, sungai yang lagi pasang segala kemungkinan bisa saja terjadi, misalnya tenggelam, hanyut, atau terkena kayu atau batu. Selain itu sungai itu kan digunakan sebagai tempat pembuangan kotoran oleh warga jadi pasti kotor dan sumber segala penyakit.

“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ (AI-Isra': 23)

Jangan mengatakan “ah” artinya, janganlah berkata-kata kasar kepada keduanya jika mereka telah tua dan lanjut usia. Selain itu, wajib bagimu untuk memberikan pengabdian (berbakti) kepada mereka sebagaimana mereka berdua telah memberikan pengabdian kepadamu. Sesungguhnya, pengabdian orang tua kepada anaknya adalah lebih tinggi dari pada pengabdian anak kepada orang tuanya. Bagaimana mungkin kedua pengabdian itu bisa disamakan? ketika kedua orang tuamu menahan segala derita mengharapkan agar kamu bisa hidup, sedangkan jika kamu menahan derita karena kedua orang tuamu, kamu mengharapkan kematian mereka

"Mbah bagaimana cara berbaktinya bila kedua orangtuanya sudah meninggal?" tanyaku.

Mbah Nur mengangguk. Menurutnya berbakti kepada orangtua memang disaat keduanya masih hidup. Karena itu jangan sia-siakan waktu bila kedua oratua masih hidup maka berbhaktilah dan jangan ditunda karena alasan apapun. Tapi bila orangtua sudah meninggal masih ada jalan untuk mendoakan.

Mbah Nur menukil sebuah Hadits dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi r.a., ia berkata: Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah saw., tiba-tiba datang seorang laki-laki dari suku Bani Salamah lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang dapat aku lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tuaku setelah keduanya wafat?” Beliau bersabda, “Ya, yaitu mendo’akan keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, menunaikan janji keduanya setelah mereka tiada, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali karena keduanya, dan memuliakan kawan keduanya.” (H.R.Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam Shahihnya)

Jangan pernah berhenti berdoa untuk kedua oratuamu, meski keduanya telah meninggal dunia. Karena orangtua kita yang sedang dialam kubur itu sangat menantikan doa-doa kita. Bila kelak kedua orangtua kalian sudah meninggal, bukan berarti selesai masa berbaktinya, kalian harus tetap berdoa kepadanya. Dan jangan lupa berziara kubur. Ziara kubur ini untuk mengingatkan kepada kalian bahwa kalian kelak juga akan menyusul kedua orangtua kalian ke alam kubur.

Kini aku merasakan Lebaran 1429 H (1 Oktober 2008) yang sudah tinggal 6 hari lagi, tanpa kehadiran seorang Ibu yang harus aku cium kedua tangannya dan meminta ampun, yang selalu dibalas dengan tangis disertai doa agar aku menjadi anak yang pintar kelak dan punya masa depan yang baik. Begitu juga ayahku, saat aku cium tangannya untuk meminta ampun atas segala kesalahanku, ayahku juga membalas minta maaf dan berdoa agar aku bisa menjadi anak yang pintar dan berguna, lancar rezekinya dan tercapai cita-citanya.

Aku hanya bisa berdoa, dan berziara kubur bila pulang ke Surabaya. Namun, aku tetap akan menunaikan pesan ayahku, "Jangan lupa kirim doa Al Fatihah kepada Ibumu, dan untuk Bapak biar Bapak lekas sembuh. Tambahkan dengan membaca surat Al Ikhlas, Al Falakh dan An Nas masing-masing tiga kali setelah salat fardhu," demikian pesan Ayahku saat masih sakit terbaring di Rumah Sakit Umum Sidoarjo beberapa menit sebelum menghembuskan nafas terakhir pada 15 Mei 2008.(pit)

Selasa, September 16, 2008

Karun dan tragedi Zakat di Pasuruan

Mbah Nur sedang duduk di teras mushollah didampingi Eet dan Dodit, dua santrinya yang selalu mengikuti kemana saja Mbah Nur pergi. Para santri lainnya pun ikut duduk di teras, ya iseng-iseng sambil Ngabuburit (mengambil istilah Orang Sunda, untuk waktu menunggu buka puasa Ramadhan).

Kali ini cerita Mbah Nur diawali dengan "Enaknya Jadi Orang Kaya". Para santri langsung duduk merapat mendengarkan dengan seksama, dalam hati para santri mungkin ada kiatnya, bisa jadi orang kaya kelak. "Siapa yang ingin jadi orang kaya?" tanya Mbah Nur. Semua santri mengacungkan tangan.

Mbah Nur mengambil contoh, Karun. Karun adalah anak dari salah seorang paman Nabi Musa AS. Dia menjadi kaya raya, dan kekayaannya akan dikenang semua orang sejagad ini hingga hari akhir nanti. Allah swt berfirman:

"Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri." (QS: Al Qhashas 76).

Karun ini saking kayanya dia lupa bahwa kekayaan yang dia punya itu adalah karunia dari Allah swt. Karun mengira kekayaan yang dimiliki itu diperoleh dari kepandaian akal pikirannya. Tak ada campur tangan dari Tuhan. Bahkan dia menyepelekan adanya kekuasaaan Tuhan. Dengan kekayaannya, Karun ingin selalu tampil wah, dan ingin selalu dipuji orang. Setiap keluar, Karun selalu bermegah-megahan, dengan pengawal, wanita-wanita cantik, dan tak segan-segan memamerkan hartanya. Sehingga banyak orang yang terpesona dan berkeingan atau bercita-cita ingin kaya seperti Karun.

Di zaman sekarang ini semakin banyak orang yang berprilaku mirip Karun. Hidup bermegah-megahan, kemana-mana inginnya dikawal, dan menggunakan kendaraan yang super mewah. Badannya sudah hampir mirip show room barang mewah, Arloji emas merk termahal buatan swiss, cincin berlian, kacamata merk ternama ala artis Hollywood, jas dari kain wool Itali dengan penjahit dari London, seperti penjahitnya bintang Film 007. Tas yang ditenteng kulit dengan buatan Paris. Rokok cerutu dari Jerman, yang bahannya dipanen dari Jember Jawa Timur.

Mereka ini tak mau sarapan di warung bi Ina yang jual pecel dipinggir jalan, sama-sama pecel tapi di hotel bintang lima, dan saat bayar menggunakan kartu kredit yang warnanya hitam alias platinum. Mereka ini seolah ingin menunjukkan pada siapa saja yang berpapasan dengannya bahwa dirinya lah yang paling kaya. Di bandara dia minta tempat tunggu khusus, dengan jet pribadi.

Wajah mereka itu sekarang tercermin di anggota DPR dan para pejabat kita. Coba saja lihat waktu jumpa pers atau diwawancara atau dengar pendapat, pakian hingga asesori yang dikenakan semua bermerk dan mahal. Mereka lupa bahwa dia bisa kaya karena dipilih oleh teman-temannya yang miskin di desa, tapi setelah di Jakarta lupa.

Karun juga sudah diingatkan oleh Nabi Musa AS, bahwa kekayaan yang dia miliki adalah milik Allah, tapi dia malah membantah. Dengan mengatakan, bila dirinya tidak pintar mana bisa kaya. Pernyataan itu tentu menyakitkan orang disekitarnya seolah yang tidak kaya adalah orang-orang bodoh.

Tapi, Allah swt tidak suka dengan kesombongannya, tak terlalu sulit bagi Allah untuk melumat harta kekayaan Karun. Maka, ditenggelamkanlah harta kekayaan Karun beserta Karun. Maka, kini bila kita menemukan harta peninggalan di dalam tanah, sering disebut dengan harta Karun.

"Tapi Mbah, anggota Dewan kita kan belum ada yang ditenggelamkan dalam tanah, seperti Karun?" tanya Eet.

Secara fisik ditenggelamkan dalam tanah memang belum ada, seperti Karun atau Fir'aun yang ditenggelamkan di laut Tengah. Tapi harkat dan martabatnya ditenggelamkan ke titik terendah sudah banyak. Al Amin Nasution, H Bulyan Royan, ini tokoh masyarakat, yang dikenal pintar berdakwah toh juga ditenggelamkan, karena korupsi. Dan masih banyak yang masuk daftar tunggu. Tunggu saja, setelah puasa Ramadhan ini, akan banyak Karun-Karun kecil yang semula menyombongkan diri karena kedudukan dan harta bendanya, akan ditenggelamkan.

"Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)." (QS: Al-Qashash 81).

"Mungkin itu salah strategi Mbah, kalau korupsi terus beramal, mungkin Allah akan punya pertimbangan lain, Karun juga bahil sih," tanda Dodit.

Beramal memang baik, namun tidak semua harta yang kita amalkan dicatat Allah sebagai kebaikan dan mendapatkan pahala atau setidaknya dijauhkan dari segala marabahaya. Amal haruslah dari uang yang halal. Sekarang kalau kita menyiram kotoran dengan air comberan apakah akan bersih? Demikian juga, maksiat atau perbuatan kita yang bergelimang dosa itu masih bisa dikikis dengan amal atau sodaqo dari hasil korupsi.

Cara menghikisnya haruslah insaf atau tobat lalu dibarengi dengan banyak beramal, membayar zakat, infaq, sodaqo, dan tentunya melaksanakan semua perintah Allah, salat dan ibadah lainnya. Hanya saja, kalau korupsi ya harus diproses dulu kasusnya. Bukan, korupsi terus tobat, dan diterima amalnya, itu namanya menyiasati Tuhan, seolah-olah Tuhan tidak Maha Tau.

Karun memang bahil atau kikir dan sikap kikir itu memang dibenci Allah, karena apa? Karena rezeki itu datang dari Allah. Dan harus di sedekahkan ke jalan Allah. Jangan merasa seperti Karun semua rezeki miliknya orang lain tidak berhak. Dan karena kaya merasa dirinya lebih berhak dekat dengan Tuhan, karena semua bisa dibayar dengan uang.

Mbah Nur pun menyitir sebuah Hadist dari Abu Dzarr Ra berkata bahwa beberapa sahabat Rasulullah Saw berkata, “Ya Rasulullah, orang-orang yang banyak hartanya memperoleh lebih banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat dan berpuasa sebagaimana kami berpuasa dan mereka bisa bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi Saw lalu berkata, “Bukankah Allah telah memberimu apa yang dapat kamu sedekahkan? Tiap-tiap ucapan tasbih adalah sodaqoh, takbir sodaqoh, tahmid sodaqoh, tahlil sodaqoh, amar makruf sodaqoh, nahi mungkar sodaqoh, bersenggama dengan isteri pun sodaqoh.” Para sahabat lalu bertanya, “Apakah melampiaskan syahwat mendapat pahala?” Nabi menjawab, “Tidakkah kamu mengerti bahwa kalau dilampiaskannya di tempat yang haram bukankah itu berdosa? Begitu pula kalau syahwat diletakkan di tempat halal, maka dia memperoleh pahala. (HR. Muslim)

"Tapi Mbah, bagaimana dengan orang yang berniat zakat, tapi justru menimbulkan petaka seperti tragedi di Pasuruan di Masjid Pak Haji Saikon?"

Dari sisi niat memang kekayaannya harus dikeluarkan zakatnya. Tidak ada yang salah dengan Pak Haji Saikon, kata Mbah Nur Sufi, yang salah itu kan mengorganisasiannya. Sekarang ini kan zaman susah, apa-apa harga mahal, meski bisa beli barangnya tidak ada. Lapangan pekerjaan susah. Jadi orang sangat susah cari uang. Bisa jadfi zakat Haji Saikon itu memang sudah menjadi agenda rutin warga miskin disekitarnya. Nah, karena jumlah yang miskin bertambah, panitia tidak siap.

Zakat itu untuk membersihakn harta. Jangan ada niat kotor atau pamer dalam membagikannya. Pembagian zakat secara terbuka tentu akan membuat semua orang dari berbagai daerah akan datang. Harusnya semua diorganisasi yang baik. Salat saja diorganisasi dengan baik, misalnya dengan sistem shaf. Pembagian zakat kenapa tidak meniru organisasi salat, sistem shaft, yang rapi ada celah untuk bernafas dan tidak berdesak-desakan. Akan lebih baik lagi bila dibagikan tanpa harus membuat orang miskin antri atau penerimanya merasa terhina, dan pemberinya merasa sebagai orang yang beruntung, seperti Karun.

Mbah Nur menjelsakan sebuah hadist yang dikeluarkan oleh At-Thabarani dan Al-Hasan bin Sufyan dari Muhammad bin Usman dari Bapaknya katanya, "Harisah bin An-Nu'man telah kehilangan penglihatan matanya, beliaupun mengikat benang dari kain sajadahnya ke biliknya. Apabila orang-orang miskin peminta sedekah datang, beliau akan mengambil uang dari uncangnya dan dengan bantuan benang tersebut, beliau menuju ke arah pintu itu untuk menyerahkan uang itu dengan tangannya sendiri. Melihat keadaan yang demikian, keluarganya pun berkata, 'Biarlah kami melakukannya untuk untuk mu', Sebaliknya beliau berkata: 'Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW telah bersabda,

"Memberi sedekah kepada orang miskin dengan tangan sendiri akan menyelamatkan seorang dari kematian di dalam kehinaan".

Cara memberi zakat atau sedekah ini yang belum banyak dipahami. Mudah-mudahan tragedi pembagian zakt di Pasuruan menyadarkan banyak orang kaya yang ingin bersedekah atau membayar zakat.(pit)

Jumat, September 12, 2008

Perang Tabuk dan 7 tahun hancurnya WTC

Suasana di mushala sudah ramai santri duduk berderet melingkar, menunggu kedatangan Mbah Nur Sufi, yang masih terlihat duduk di ruang tamunya bersama seoranng tamu yang cukup perlente, berbaju rapi berdasi dan bercelana hitam, layaknya seorang eksekutif. Jarang melihat tamu Mbah Nur Sufi orang kota seperti dia.

Setelah tamu pamit, Mbah Nur Sufi langsung masuk mushala, seperti biasa sebelum mengaji santri diminta untuk membaca surah Al-Fatihah bersama-sama, dilanjutkan dengan membaca surah Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Nas semua tiga kali. Setelah itu baru Mbah Nur membuka ceramah. Kali ini Mbah Nur menceritakan tentang "Perang di Bulan Ramadhan". Para santri demikian antusias, karena selama ini film di TV yang dilihat di balai desa memang kebanyakan film perang tapi produksi Hollywood.

Mbah Nur menjelaskan tentang Perang di Bulan suci Ramadhan yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad saw, yakni Perang Tabuk. Perang ini meski oleh para sahabat disebut perang besar di bulan Ramadhan, namun tidak mengecilkan nyali para sahabat, untuk melaksanakn perintah Rasullulah saw.

Mbah Nur Sufi menyarikan inti penjelasannya, bahwa bulan puasa bukan bulan untuk bersantai, atas dasar alasan sedang berpuasa. Mentang-mentang karena tidurnya orang berpuasa mendapat pahala, terus lebih banyak tidur di siang hari, tak melakukan apapun. Justru umat Islam diharapkan meningkatkan kinerjanya di bulan suci Ramadhan, dengan memperbanyak amalan, membaca Al Quran, berdzikir, bersedeqah. Perang memperjuankan Islam juga merupakan amalan yang tinggi nilainya.

Perang Tabuk yang terjadi pada 9 H (Oktober 630), bila dihiting dengan kalender masehi. Perang Tabuk ini bukan rasulullah yang memerintahkan, tetapi Allah swt berfirman " Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit." (QS: At-Taubah 38)

Firman ini adalah perintah kepada umat muslimin agar berjuang melawan kaum kafir yang terus melakukan tekanan kepada umat Islam. Kaum kafir disini adalah dari kerajaan Romawi Timur. Perjuangan yang berat di tengah cuaca yang sangat terik menghadapi ancaman tentara Rumawi. Sebagian penulis sejarah meragukan peristiwa tersebut terjadi pada bulan Oktober yang dianggapnya sudah memasuki musim dingin, yang berbeda dari ungkapan dalam hadits atau Alquran. Tapi sesungguhnya pada bulan itu suhu mendekati 30 derajat pada siang hari bukan hal yang mustahil dalam perjalanan dari Madinah ke Tabuk (dekat Jordan).

Hal itu dikuatkan oleh sebuah firman Allah swt, "Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. (QS: At-Taubah 81)

Panas dan bulan suci Ramadhan bukan alasan untuk meninggalkan perintah Allah. Coba bayangkan, panas di tempat kita ini kan cuma 32 derajat celsius, tapi di Madina bisa mencapai 38 derajat celcius. Itu masih ditambah kondisi alamnya yang padang pasir. Namun, umat Islam masih tetap patuh melaksanakan perintah Rasulullah untuk ikut berperang melawan tentara Romawi.

"Mbah, apa perang melawan orang kafir diizinkan, katanya selama bulan suci tak boleh menyakiti?"

Perang itu, kata Mbah Nur Sufi, harus dipandang sebagai upaya untuk mempertahankan harkat dan martabat bangsa, serta harta benda. Jadi sepanjang ada pihak lain, misalnya kaum kafir yang berniat menghancurkan umat Islam dengan secara terang-terangan, maka bangsa yang diserang itu wajib angkat senjata. Begitu juga Nabi Muhammad saw, ketika ada informasi akan ada serangan besar-besaran dari Romawi Timur pada maka umat Islam wajib angkat senjata.

Mbah Nur Sufi lalu menceritakan, pada September 629, pasukan Islam gagal mengalahkan pasukan Bizantium (Romawi Timur) dalam pertempuran Mu'tah. Banyak yang menganggap hal ini sebagai tanda melemahnya kekuatan umat Islam, dan memancing beberapa kabilah Arab menyerang umat Muslim di Madinah. Pada musim panas tahun 630, umat Muslim mendengar kabar bahwa Bizantium dan sekutu Ghassaniyah-nya telah menyiapkan pasukan besar untuk menginvasi Hijaz dengan kekuatan sekitar 40.000-100.000 orang.

Di lain pihak, Kaisar Bizantium Heraclius menganggap bahwa kekuasaan kaum Muslimin di Jazirah Arab berkembang dengan pesat, dan daerah Arab harus segera ditaklukkan sebelum orang-orang Muslim menjadi terlalu kuat dan dapat menimbulkan masalah bagi Bizantium.

Untuk melindungi umat Islam di Madinah, Muhammad memutuskan untuk melakukan aksi preventif, dan menyiapkan pasukan. Hal ini disulitkan dengan adanya kelaparan di tanah Arab dan kurangnya kas umat Muslimin. Namun, Muhammad berhasil mengumpulkan pasukan yang terdiri dari 30.000 orang, jumlah pasukan terbanyak yang pernah dimiliki umat Islam.

Setelah sampai di Tabuk, umat Islam tidak menemukan pasukan Bizantium ataupun sekutunya. Menurut sumber-sumber Muslim, mereka menarik diri ke utara setelah mendengar kedatangannya pasukan Muhammad. Namun tidak ada sumber non-Muslim yang mengkonfirmasi hal ini. Pasukan Muslim berada di Tabuk selama 10 hari. Ekspedisi ini dimanfaatkan Muhammad untuk mengunjungi kabilah-kabilah yang ada di sekitar Tabuk. Hasilnya, banyak kabilah Arab yang sejak itu tidak lagi mematuhi Kekaisaran Bizantium, dan berpihak kepada Muhammad dan umat Islam. Muhammad juga berhasil mengumpulkan pajak dari kabilah-kabilah tersebut.

Saat hendak pulang dari Tabuk, rombongan Muhammad didatangi oleh para pendeta Kristen di Lembah Sinai. Muhammad berdiskusi dengan mereka, dan terjadi perjanjian yang mirip dengan Piagam Madinah bagi kaum Yahudi. Piagam ini berisi perdamaian antara umat Islam dan umat Kristen di daerah tersebut.

Muhammad akhirnya kembali ke Madinah setelah 30 hari meninggalkannya. Umat Islam maupun Kekaisaran Bizantium tidak menderita korban dari peristiwa ini, karena pertempuran tidak pernah terjadi.

"Tapi mengapa Mbah, perang melawan kafir Amerika kok banyak dicela oleh umat Islam sendiri?" tanya santri.

Menurut Mbah Nur Sufi, sekarang ini Amerika adalah negara adidaya, tanpa lawan seperti Romawi Timur di zaman Nabi Muhammad saw. Meski kuat tapi tetap tidak boleh semena-mena menekan atau menjajah negara lain. Karena itu, Nabi Muhammad angkat senjata, ketika pemerintah Romawi mulai menekan umat Islam.

Bagaiman dengan kita? tanya Mbah Nur Sufi. "Negeri kita ini secara fisik kan tidak diserang oleh Amerika?" semua murid mengangguk. Apakah Amerika telah menembaki umat Islam di kota-kota besar atau membom negeri kita dengan peluru kendalinya? Mbah Nur Sufi menggeleng. Amerika memang melakukan upaya sistematis untuk mengoyak umat Islam di Indonesia, karena jumlah Umat Islam di Indonesia terbesar di dunia, tapi tidak perang fisik.

Dan satu hal yang harus diingat, Umat Islam itu gampang sekali bersatu, meski dalam kehidupan sehari-hari sering berbeda pandangan. Misalnya soal khilafiah, salat subuh perlu qunut atau tidak itu terjadi perbedaan, hingga ada orang yang tidak mau salat subuh di Masjid Muhammadiyah karena tidak ada qunutnya, sebaliknya orang Muhammadiyah juga begitu. Tapi, bila umat Islam disakiti, Umat Islam dengan cepat bersatu. Perang revolusi misalnya, tak adalagi NU atau Muhammadiyah, yang jelas hanya ada umat Islam yang bersatu dan berjuang mendongkel Belanda, yang merampok negeri kita ini.

Penghancuran WTC di Manhattan Amerika Setikat yang belum bisa dibuktikan ada kaitan dengan Umat Islam, pemerintah Amerika sekrang juga terlihat hati-hati, dalam mengambil pernyataan. Al-Qaedah bukan perwakilan umat Islam. Semula Al Qeadah pimpinan Osama Bin Laden dianggap sebagai kelompok teroris dari Islam radikal. Islam sejak zaman nabi Muhammad itu tidak ada beda dan tidak dibeda-bedakan, Islam radikal, Islam Jinak atau Islam manut. Islam ya Islam.

WTC itu hanya move Amerika saja agar bisa menekan kelompok Islam, yang pada kenyataannya memegang peran pada politik perminyakan dunia. Salah satu cara menekan adalah membuat gaduh dunia, seolah-olah WTC hancur, Al-Qaedah bertanggung jawab. Padahal Al-Qaedah itu kan kos di Afaganistan, bukan penduduk asli. Lha wong Osama bin Laden itu orang Saudi. Terus mengapa Afaganistan diserang hingga tujuh tahun dijajah Amerika, ya karena ada kandungan minyak.

Irak setelah Saddam Hussein tertangkap juga tak terbukti memiliki senjata pemusna masal, bahkan dasar untuk serangan itu palsu. George W Bush pun klimpungan, tapi Irak sudah berada dibawah cengkeraman sekutu AS. Apakah itu menekan umat Islam di Irak. Jawabannya tentu "Ya", tapi yang lebih jelas adalah memusnakan kekuatan yang mencengkeram ladang minyak di Irak yakni Saddam, sebagai suplaiyer minyak terbesar kedua di dunia setelah Saudi.

Indonesia juga ditekan, karena memiliki ladang minyak. Tapi Indonesia ini kan pejabatnya banyak yang korup dan penakut, sehingga Amerikan tak perlu harus menyerang. Perlengkapan senjata dan perangkat tempur yang dibeli dari Amerika tidak diiiznkan untuk diganti alias diembargo saja, Indonesia sudah klimpungan. Dan pemerintah dan DPR langsung menyerahkan semua kontrak minyak ke Amerika dan sekutunya dengan harga murah, meski mengorbankan rakyatnya.

Bom WTC, Perang Afganistan, Perang Irak dan Embargo persenjataan di Indonesia, itu bisa dilihat dari dua kacamata, yakni soal minyak dan soal kekuatan Islam. Jadi sepanjang Amerika tidak menyerang langsung, ya kita tidak perlu harus menyerang orang-orang bule yang ada di Idonesia atas nama Jihad seperti yang dilakukan Rasulullah pada saat Perang Tabuk. Ada kata pepatah, "Menpuk Air Didulang, muka sendiri terkena."

Mengebom orang Amerika atau bule Australia di Bali atau di Jakarta, yang kena, malah ekonomi Indonesia sendiri, akhirnya rakyat sendiri yang sengsara. Dan, Islam itu agama damai, bukan agama yang selalu mengisruh negara atau orang lain. Orang lain harus bisa damai dan tentram bila bersama orang Islam.(pit)

Kamis, September 11, 2008

Ramadhan tiba lagi

Pada suatu sore, temanku bernama Eet, mengetuk pintu kamarku yang terbuat dari kayu jati bercat biru dan telah menjadi abu-abu karena sinar matahari. "Pit, kamu ngga ngaji? ayo jangan tidur saja, masa puasa kerjanya cuma tidur?" gerutu Eet, berdiri di depan pintu memakai baju takwa (gamis) dan sarung warna kotak-kotak merah dan garis hitam, tangannya membawa Al-Quran dilekatkan di dada.

Aku langsung bangkit dan minta Eet tunggu sebentar, aku langsung lompat dan ambil handuk lalu mandi bak seekor burung seriti, mandinya cukup mencelupkan badan beberapa detik saja. Aku langsung pakai baju gamis dan sarung lalu menyambar kitab suci Al-Quran. Kita berdua memang senengnya lari, bergegas menuju ke mushalla di Desa Ngaban Tanggulangin.

Setiap sore aku dan Eet selalu bergantian untuk mengingatkan berangkat mengaji. Tapi aku yang paling sering tidur keblabasan hingga menjelang Ashar tiba, sehingga tidak jarang kita berdua hampir terlambat mengisi bak mandi untuk wudlu di mushalla. Meski puasa, rasa capek mengisi bak mandi tak pernah dikeluhkan oleh temen-temenku mengaji yang semua rata-rata duduk di bangku SD kelas 4.

Kini aku lihat anak-anak di kampungku yang mengaji, alhamdulillah jumlahnya makin banyak, tapi mereka rapi semua, bajunya mode sekarang, warna-warni dan jarang yang pakai sarung, kebanyakan pakai celana panjang. Yang sam cuma soal mengisi waktu menunggu salat Ashar yakni main petak umpet dan saling kejar-kejaran. Bahkan tak jarang main bola dulu, tapi tak ada acara atau kewajiban mengisi bak mandi untuk tempat wudlu, karena semua itu telah diganti dengan tenaga listrik. Dulu memang belum ada listrik. Jadi tenaga santri yang jadi andalan.

Sekarang aku masih merindukan berpuasa dengan temen-temen di desa. Sekarang puasa Ramadhan telah tiba lagi dan usiaku sudah hampir 42 tahun, tapi aku merasa ibadahku kok ya pas-pasan terus, tidak ada kelebihannya. Pernah aku berguru kepada seorang kiai untuk mengisi Ramadhan agar lebih bermakna maksudku, tapi rupanya terbentur dengan kesibukanku sebagai karyawan.

Aku pernah bertanya kepada Mbah Nur Sufi tentang puasa, "Mengapa Ramadhan terus datang setiap tahun tapi kok masih banyak aksi kriminal, korupsi, pencuri, rampok, dimana-mana?"

Mbah Nur waktu itu baru saja selesai melaksanakan salat Ashar berjamaah dengan para muridnya. Dengan duduk bersilah, Mbah Nur mengawali penjelasannya dengan mengutip ayat suci Al-Quran

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS: Al-Baqarah 183)

Berpuasa itu ditujukan kepada orang-orang yang beriman, dan tujuannya untuk meningkatkan taqwa kepada Allah swt. Orang yang beriman, tentu akan patuh pada perintah Tuhannya, dan pasti akan menjauhi segala larangannya. Dengan puasa sebulan penuh, kata Mbah Nur Sufi, orang dilatih fisiknya, perut yang selama ini terisi harus dikosongkan selama 14 jam. Puasa tidak mengenal iklim, tropis, panas, dingin, perintah puasa harus dilaksanakan.

Di negeri kita kebetulan iklim tropis panasnya paling banter cuma 38 derajat celcius, bagaimana dengan di Mekkah, panasnya tentu bisa mencapai 38-40 derajat celcius. Sebaliknya di kutub utara dinginnya bisa dibawah 0 derajat celcius. Semua itu sudah diatur oleh Tuhan, dan manusia di belahan bumi itu sudah terbiasa mengahadapi iklim atau cuaca itu, sehingga nyaris tak ada masalah bila diwajibkan melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan suci Ramadhan.

Secara fisik, perut yang kosong tentu membuat fisik seseorang menjadi lemah. Di saat lemah itu manusia sebenarnya berada pada titik terendah. Artinya, manusia tak bisa lagi sombong, mengandalkan fisiknya. Fisik yang lemah, akan membuat orang berfikir lebih jernih, karena kesombongan akan kekuatan fisiknya telah disisihkan. Selain itu, bau mulutnya juga tidak enak, sehingga orang yang puasa selayaknya mengurangi banyak bicara.

"Kalau banyak bicara yang diajak bicara bisa pingsan, karena bau mulutnya," kat Mabh Nur Sufi disambut tawa para muridnya.

Untuk itu, orang yang berpuasa, harus banyak diam diri dan merenungi diri, bukan bertapa, tetapi berdoa, dan bermujat, minta ampunan kepada Allah swt, dengan tanpa banyak suara cukup dalam hati saja. Selain itu digunakan diamnya untuk beristighfar, minta ampun kepada Allah, mumpung bulan penuh ampunan. Syukur-syukur bila bisa baca Al-Quran harus diperbanyak baca kitab suci yang diturunkannya juga di bulan suci Ramadhan.

Dengan mengurangi kegiatan fisik, dan mengurangi omongan yang tidak perlu, maka hati ini akan terlatih dengan aktifitas bathin yang bersih. Yang biasanya berkata dimbumbui kebohongan, sekarang dengan berpuasa menjadi ingat, puasa tak boleh bohong bila puasanya ingin di terima Allah dan tidak sekedar mendapat pahala puasa dari rasa haus dan lapar saja.

Hati pun bersih, pikiran jernih, dan emosi menjadi stabil. Mengapa harus tiga puluh hari. Semua bulan terdiri atas 30 hari berdasarkan kalender bulan, bukan kalender matahari. 30 hari itu merupakan waktu untuk membangun kebiasaan dalam diri manusia. Fisik dan rohani yang terlatih berbuat kebaikan selama 30 hari akan baik seterusnya. Dalam Islam itu disebut dengan istiqomah, artinya dijaga dan dilakukan secara terus menerus.

Nah, mengapa penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, dan tentu berpuasa di bulan suci Ramadhan, tetapi aksi kriminal masih banyak. Mbah Nur Sufi menyitir sebuah hadist, dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya serta berlaku bodoh, maka tidak ada keperluan bagi Allah untuk meninggalkan makanan dan minumannya.” Riwayat Bukhari dan Abu Dawud. Lafadznya menurut riwayat Abu Dawud.

Maksud hadist tersebut, kata Mbah Nur Sufi, Allah swt tidak akan menerima puasanya orang-orang yang berpuasa tetapi masih melakukan perbuatan dusta. Dusta itu bisa berjuta makna tentunya. Misalnya, menipu, korupsi, dan lain-lain. Apalagi yang melakukan aksi kriminal, menganiayah, membunuh, mencuri, merampok. Sekarang yang lagi banyak di sorot media massa adalah aksi mutilasi yang dilakukan oleh Ryan di Wates, Jombang, Jawa Timur. Itu merupakan cermin, puasa yang dilakukan oleh orang-orang yang masih saja melakukan berbuatan dusta itu hanya sekedar puasa basa-basi saja. Bukan puasa yang diniatkan untuk mencari ridlo Allah swt.

Nah siapa yang bisa mengukur bahwa puasa seseorang itu sekedar basa-basi, atau untuk maksud tertentu secara duniawi. Manusia biasa tidak bisa melihatnya, karena terkadang orang yang melakukan dusta itu banyak akal bulusnya, di depan banyak orang dia seolah-olah seperti seorang santri yang taat dan sholeh tetapi dibalik itu hatinya kejam dan sering berbuat keji.

Hanya Allah swt yang tau, karena itu Allah menjanjikan pahala yang luar biasa besar bagi hambanya yang berpuasa di bulan suci Ramadhan dengan dasar taqwa. Semua akan ada balasannya kelak. Hanya saja, bila semua menunggu balasan dari Allah swt kelak, tentu akan carut marut negeri ini. Untuk menghindari aksi brutal di bulan puasa atau tindak korupsi atau maksiat di bulan puasa, diperlukan tindakan yang nyata dari orang yang berkuasa.

Maksud orang yang berkuasa disini adalah pemerintah. Pemerintah harus tegas menerapkan aturan yang menghormati umat Islam yang tengah berpuasa. Misalnya, tepat maksiat harus ditutup, tempat perjudian juga harus dihentikan aktivitasnya. Pengawasan harus diperketat. Bila pemerintah dan masyarakat berjalan seiring, Insya Allah bulan suci ini akan menjadi bulan yang penuh ampunan dan rahmat serta limpahan rezeki.

Tapi bila sebaliknya, pemerintah dan masyarakat Islam sendiri cuek dengan kondisi lingkungannya, tidak ada sikap pro aktif dan sikap saling mengingatkan, maka yang harus diingat adalah, kefakiran akan mendekatkan pada kekufuran. Orang yang fakir secara mental dan tidak memiliki pagar iman yang kuat, dia akan condong melakukan kekhufuran, korupsi, menipu, menilap uang perusahaan atau uang rakyat.

Suara Adzan maghrib, menghentikan penjelasan Mbah Nur Sufi, seorang santri diminta segera Adzan dan menikmati ta'jil teh manis dan kue singkong goreng. Ceramah pun berakhir. Hari ini tidak ada tanya jawab.(pit)

Menengok Masjidil Haram (2-habis)
Kurang puas di Mekkah, Tahajjud dilanjut di Nabawi


“LEGA,” kata Freddy, usai melaksanakan ibadah umarh, seraya merebahkan tubuhnya yang tambun ke kursi dan menikmati jus jeruk dingin. Sesekali teman-temannya mengingatkan agar duduknya diatur agar auratnya tak terbuka karena masih pakai dua helai kain ikhram.

”Wah iya, kalau kelihatan bisa malu aku,” canda Fredy, karyawan kontraktor pembangun tanggul Lumpur Lapindo, Porong..

Usai melaksanakan ibadah umrah yang dilanjutkan dengan salat Subuh berjamaah di Masjidil Haram, jemaah kembali ke hotel untuk istirahat, sekalian sarapan pagi. Saat itu ada pemberitahuan bahwa sore pukul 16.30 wib ada kuliah umum yang disampaikan oleh Prof Dr Mohammad Soleh, PNI, tentang Terapi Salat Tahajjud.

Materi cerama ini memang dinantikan oleh 160-an peserta umrah yang tergabung dalam Linda Jaya dan Panglima Tour & Travel dari Surabaya. Bahkan sebagian jemaah mengaku ikut rombongan umrah karena ingin mendengar dan praktek salat Tahajjud bersama Prof Dr Mohammad Soleh, PNI (Psiko Neuro Imonologi) di Masjidil Haram.

Guru besar pasca sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya yang mengambil gelar Doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ini, telah menulis buku dari hasil disertasinya berjudul ”Terapi Salat Tahajjud”. Sebagian jemaah sudah mengenalnya, namun belum pernah mendengar ceramahnya, apalagi praktek salat Tahajjud bersama meski tidak berjamaah.

Sebelum waktu yang ditentukan ruang pertemuan sudah dipenuhi jemaah. Prof Dr Moh Soleh mengawali cerita dengan kondisi dirinya, yang terus menerus mendapatkan cobaan dari Allah swt. Diawali dengan kematian beruntun putranya. Kemudian didera penyakit kanker kulit yang belum ada obatnya. Bahkan menurut pengakuannya, mertuanya tak sanggup membiayai pengobatan dirinya.

”Akhirnya saya pasrah saja kepada Allah swt yang mencipatakan saya,” katanya.

Dia lalu menekuni ayat-ayat Al-Quran dan Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Buchori maupun Muslim khususnya tentang salat Tahajjud. Didapati sebuah hadist diriwayatkan oleh Buchari dan Muslim:

”Kaki Nabi Muhammad saw menjadi bengkak-bengkak karena berdiri berjam-jam lamanya dalam Tahajjud.”

Dr Moh Soleh pun mempraktekkannya dalam salat Tahajjud sesuai petunjuk Nabi Muhammad saw. ”Alhamdulillah penyakit kanker kulit saya berangsur-angsur sembuh,” katanya.

Sejak itulah Moh Soleh memelajari dampak salat Tahajjud pada kesehatan. Hasilnya, dia menemukan teori Psiko Neuro Imonologi, ilmu yang mengkaji tentang modulasi sistem imun ketika stress. Untuk meraih gelar Doktor dia melakukan penelitian pada 40 anak yang melakukan salat Tahajjud secara rutin selama 30 hari. Ternyata daya tahan tubuhnya sangat baik dan tak mudah terkena stress.

Jemaah umrah tak puas hanya mendengarkan, lalu ingin segera mempraktekkan. Namun, Prof Dr Mohammad Soleh tak mengajurkan langsung ke Masjidil Haram, tetapi praktek salat Tahajjud di ruang pertemuan hotel. Syaratnya, jemaah diwajibkan mandi besar (keramas) sebelum salat Tahajjud. Cara salat seperti yang dilakukan Rasullullah, yakni berdiri setelah membaca Al Fatihah membaca surat Al Quran yang panjang. Bila jemaah tidak hafal bisa surat pendek yang diulang-ulang.

Masing-masing gerakan salat dilakukan selama minimal 15 menit. ”Rukuk seperempat jam, lalu i’tidal 15 menit, sujud 15 menit dan seterusnya,” kata Ustadz Soleh, panggilan akrab Prof Dr Mohamad Soleh.

Menurut Prof Dr Mohammad Soleh, terapi itu baru akan terasa dampaknya bila dilakukan secara terus menerus. Selama 30 hari pertama, dipastikan terjadi gejolak di tubuh, bisa kurang tidur, sembelit, diare, tekanan darah naik, tapi hal itu tak perlu dihiraukan terus saja salat Tahajjud. Jemaah dipersilahkan konsulatsi bila mengalami masalah.

Setelah diyakini ilmu salat Tahajjud sudah diserap oleh jemaah, Prof Dr Mohammad Soleh mempersilahkan jemaah umrah untuk melaksanakannya di Masjidil Haram. Maka jemaah pun pada pukul 01.00 dini hari waktu Mekkah berduyun-duyun ke Baitullah, untuk melaksanakan salat Tahajjud. Tak dihiraukan lagi anjuran agar selalu didampingi oleh muhrim laki-laki bila seorang jemaah perempuan.

Umumnya jemaah merasa nyaman dan aman, karena lampu-lampu yang dipakai oleh kontraktor Saudi Bin Laden untuk menyinari para pekerja proyek perluasan Masjidil Haram sangat terang, hampir menyerupai pagi. Masih ditambah dengan sinar lampu di halaman Masjidil Haram terang benderang. .

”Tadi salat dimana?” pertanyaan itu yang banyak muncul, karena jemaah dibebaskan memilih lokasi sendiri di dalam Masjidil Haram. Meski kondisi Masjidil Haram cukup padat mengingat jemaah di bulan Sya’ban memang banyak, dan mencapai puncaknya ketika bulan suci Ramadhan. Jemaah mencari tempat salat Tahajjud sesuai keinginannya, ada yang memilih di Multazam, ada yang di Hijir Ismail, ada yang di dalam Masjid, ada yang di depan pintu Ka’bah atau di dekat Maqam Ibrahim.

Lima hari di Masjidil Haram tak terasa, air mata jemaah menetes lagi saat meninggalkan Masjidil Haram dan menuju ke Masjid Nabi, Nabawi, di Madina. Ternyata ada perubahan di Masjid Nabawi, yakni selama ini Masjid Nabi Muhammad saw buka pada pukul 04.00 – 23.00 waktu Madina, artinya jemaah tak bisa salat Tahajjud di Masjid Nabawi. Namun, kini Masjid Nabawi dibuka 24 jam nonstop.

”Alhamdulillah bisa Tahajjud di Raudhah (ruang diantara mimbar dan kamar Rasulullah saw),” ucap seorang jemaah.(pit)

Menengok Perluasan Masjidil Haram (1)
Pasar Seng dan Bakso Si Doel lenyap sudah


ALHAMDULILLAH. Kata pujian terucap oleh sabagian jemaah umrah ketika bus yang mengangkut rombongan berhenti di depan hotel Ad Durra yang menghadap Masjidil Haram. Dengan berpakaian ikhram jemaah umrah yang sebaian besar dalam kondisi setengah ngantuk tak segera masuk ruang lobi hotel, mereka berjajar di depan bus untuk melihat kemegahan Masjidil Haram di malam hari.

Rasa capek tak bisa disembunyikan dari raut muka para jemaah, setelah menempuh perjalanan Jakarta-Jeddah dengan menghabiskan waktu 9 jam lebih, ditambah lagi waktu menunggu di Bandara King Abdul Aziz untuk penyelesaian dokumen imigrasi dan menunggu bagasi. Namun, mata jemaah mendadak berbinar saat melihat Masjidil Haram yang disinari ribuan kilo watt lampu halogen. Sebagian jemaah bahkan meneteskan air mata bahagia, bisa datang ke Baitullah.

”Masya Allah, aku telah tiba di rumah Allah di Mekkah. Sudah bertahun-tahun aku merindukannya, dan memohon kepada Allah di setiap doaku,” kata Ratna Suharwati, jemaah umrah, dengan meneteskan air mata.

Ketika jemaah berjalan menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan ibadah umrah berjalan berderet dengan hati-hati, rasa capek itu sudah tak nampak lagi di wajah para jemaah. Keinginan untuk melaksanakan ibadah umrah di Masjidil Haram itu telah membuat jemaah bersemangat, meski debu beterbangan dan hembus dinginnya angin dini hari di Mekkah.

Ada pemandangan yang baru di sekitar Masjidil Haram yakni debu beterbangan, suara mesin pemecah batu yang tak henti-hentinya 24 jam nonstop, serta deru knalpot truk, bolduzer, dum truck pengangkut reruntuhan gedung hotel yang berada di sebelah utara Masjidil Haram. Di tempat sa’i yang diperluas menjadi tiga lantai pun suara alat pemotong batu granit tak henti-hentinya berderit. Meski demikian tak menganggu ritual jemaah dari berbagai belahan bumi untuk melaksanakan sa’i.

Wajah Masjidil Haram memang telah diubah. Selama ini Masjidil Haram dikepung oleh gedung-gedung per hotelan dan pertokoan, sehingga terasa sangat sesak. Kini Raja Abdullah bin Abdul Aziz menyetujui pelataran sebelah utara Masjidil Haram diperluas hingga 300.000 meter persegi, sehingga tercatat sebagai perluasan terbesar sepanjang sejarah Islam.

Dengan demikian sejumlah gedung dan hotel mulai digusur dari sebelah utara sampai sebelah barat daya yaitu wilayah Gazzah, Raqubah, Gararah, Falaq Syamia dan Jabal Hindi. ”Wah Pasar Seng-nya sudah rata dengan tanah,” celetuk jemaah umrah.

Pasar Seng di Raqubah memang sudah tak ada lagi, tinggal gundukan tanah bekas renruntuhan bangunan. Bahkan hotel bintang lima dan empat sekalipun, mulai Hotel Sheraton, Hotel Sofitel, Hotel Qurtuba, Hotel Zahret, Hotel Darkum, Hotel Talal, Hotel Firdaus Umrah, hingga Hotel Firdaus Mekkah, semuanya diratakan dengan tanah oleh bolduser milik kontraktor ternama Saudi, bin Laden.. Hotel-hotel ini, bersama bangunan perumahan lainnya, masuk areal seluas 587.250 meter persegi di seluruh Mekkah yang harus ditata ulang.

Jemaah yang biasa setelah melaksanakan tahalul dan keluar memilih pintu Masjidil Haram, Babul Umrah, sudah tidak akan bertemu lagi dengan makanan favoritnya, yakni Bakso Si Doel. Kebetulan rombongan jemaah umrah PT Linda Jaya kebanyakan warga Jawa timur, mereka harus menahan nafsu untuk menikmati Nasi Rawon Pak Said di sekitar Pasar Seng.

Raja Abdullah ingin menambah 35% kapasitas Masjidil Haram. Pada saat ini, masjid seluas 356.000 meter persegi itu mampu menampung hingga 2 juta jamaah di dalam dan di halaman. Setiap tahun, jumlah jamaah haji mencapai 4 juta orang, plus belasan juta jamaah umrah. Selama lima tahun mendatang, jumlahnya meningkat hingga 10% setiap tahun. Data Kadin Mekkah menyebutkan, tahun lalu, belanja para jamaah haji dan umrah mencapai 10 milyar riyal (Rp 25 trilyun) di Mekkah saja.

Dengan perluasan ini, jemaah harus menahan keinginan untuk berburu oleh-oleh di Mekkah, nyaris tak ada pedagang yang menjual souvenir di sekitar Masjidil Haram. Kalau pun ada harus bermain petak umpet dengan para petugas keamanan.

Proyek yang diperkirakan baru tuntas tahun 2020 itu bakal menyerap dana hingga 100 milyar dolar AS (Rp 920 trilyun). Gelontoran dana superbanyak ini mencakup pembangunan gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan, apartemen, dan hotel-hotel baru di Mekkah.

Renovasi Masjidil Haram dan kota Mekkah dijalankan lewat 973 proyek baru. Terbagi menjadi beberapa wilayah, seperti 85 proyek di wilayah Syamiyah yang terletak di sisi barat laut hingga utara Masjidil Haram. Kawasan ini akan dipenuhi hotel bintang lima, pertokoan, pusat perbelanjaan, dan restoran.

Di sisi barat Masjidil Haram yang meliputi kawasan Jabal Umar dan Jabal Ka'bah dibangun hal serupa. Plus stasiun kereta api induk, areal parkir yang mampu memuat 12.000 mobil, pasar, dan fasilitas umum lainnya. Sebuah terowongan sepanjang 1.000 meter akan dibangun menembus Jabal Umar dan menyambung ke Jalan Ummul Qura.

Meski debu berterbangan dan mobil kebakaran terus menerus lalu lalang menyemprotkan air untuk mengurangi debu, tak menyurutkan niat untuk melaksanakan ibadah di Masjidil Haram. Bahkan suara yang menderu itu hampir tak terdengar di dalam masjid. Hanya sesekali terasa getaran kecil saat ada hotel yang diambrukkan, suaranya hampir mirip dengan benturan lutut jemaah ketika setelah rukuk hendak melakukan sujud.(pit)

Komentar