Kamis, November 27, 2008

Fatwa Haram Merokok

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Merokok Haram hukumnya, bisa dipastikan akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam di negeri ini. Banyak kepentingan yang berkecamuk dalam setiap komentar tersebut, ada yang murni menyuarakan kepentingan pribadi si perokok, ada juga yang menyuarakan kepentingan petani tembakau dan yang paling keras suaranya bisa dipastikan datang dari pengusaha pabrik rokok, beserta jaringannya.

Merokok haram hukumnya itu berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah serta i’tibar (logika) yang benar. Dalil dari Al-Qur’an adalah firmanNya.“Artinya : Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah : 195]Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu.

Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan. Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat.

Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan. Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi.“Artinya : Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak oleh membahayakan (orang lain)” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam 2340]

Bila dirunut lebih dalam, Fatwa itu muncul dari sebuah kajian yang mendalam dari sebuah Al Quran maupun Hadist oleh para ulaman. Namun masyarakat bisa saja merespon positif atau sebaliknya. Demikian juga respon masyarakat Islam terhadap berbagai Mazab dalam Islam. Perbedaan pendapat untuk sebuah kebaikan dan pendalaman pemahaman Islam tentu sangat baik. Hanya saja sejauhmana masyarakat bisa menerima fatwa MUI itu bila imbasnya pada urusan perut.

Hal ini tentu beda dengan ajaran Al Quran yang mengharamkan babi, hampir bisa dipastikan umat Islam menjauhinya. Namun, ketika ajaran haram itu menyentuh pada khamer, atau minuman keras, sebagian umat menjauhi dan tidak sedikit yang masih bersahabat. Karena minuman keras dilekatkan dengan gaya hidup anak muda, sehingga segmen anak muda yang masih dangkal pemahaman agamanya mudah terjerembab ke minuman keras.

Begitu juga dengan rokok. Rokok lebih ditonjolkan sebagai gaya hidup anak muda. Dan sejak kecil umat Islam tidak diajarkan tentang haramnya merokok, sehingga jumlah perokok terus meningkat. Bisa dikatakan di negeri yang mayoritas masyarakatnya muslim ini, justru menjadi surga bagi perokok dan gudang uang bagi pengusaha rokok. Simak saja perkembangan pabrik rokok di negeri ini. Pada 1980-1990 hanya ada 200 pabrik, yang lalu tumbuh pesat sejak tahun 2000 menjadi 800 pabrik dan 2001- 2002 menjadi 1.800 pabrik dan saat ini ada 4.212 pabrik.

Dari jumlah pabrik tersebut hanya enam pabrik rokok besar, namun menguasai 80 persen kapasitas produksi dan 16 pabrik skala menengah. Pada tahun 2007 pabrik rokok tersebut menghasilkan 237 miliar batang rokok. Pendapatn cukai yang masuk ke kantor negara pada tahun 2008 ditargetkan Rp 44 triliun.

Siapa saja yang membeli rokok tersebut? Peneliti Senior LD-FEUI dan Guru Besar FEUI, Prof Dr Sri Moertiningsih Adioetomo, pada 2005 lalu ada lebih dari 37 juta rumah tangga perokok yang rata-rata per rumah tangga membelanjakan sekitar Rp 113.000 untuk membeli rokok setiap bulannya. Jika dihitung, pengeluaran untuk rokok nasional tahun 2005 lalu mencapai Rp 50,84 triliun.

Dari rata-rata belanja rumah tangga miskin untuk rokok sebesar 12,43% dari total pengeluarannya, jumlah tersebut setara dengan 15 kali pengeluaran untuk daging atau sekitar 0,85%, delapan kali pengeluaran untuk pendidikan atau sekitar 1,47%, dan enam kali pengeluaran untuk kesehatan atau sekitar 1,99%. Parahnya pengeluaran rumah tangga perokok termiskin untuk rokok yakni 12,6% lebih tinggi dibanding rumah tangga perokok terkaya yang hanya 8,3%.

Bila saja fatwa MUI tentang merokok Haram hukumnya itu dipatuhi oleh umat Islam di Indonesia, maka dapat dipastikan pemerintah akan puyeng mencari pengganti pendapatan yang besar tersebut. Selain itu berapa ribu karyawan pabrik rokok yang mengaggur ditambah dengan jumlah petani tembakau di sentra pertanian tembakau. Jumlah pengangguran itu akan sangat membahayakan bagi stabilitas keamanan.

Membangun kesadaran untuk mengurangi merokok rasanya tidak cukup hanya sebuah fatwa MUI, tetapi harus ada political will yang kuat dari pemerintah. Pemerintah bisa saja bila bertekad ingin mengurangi secara perlahan pendapatan cukai dengan cara menaikkan tarif cukai 200 persen, karena menaikkan 100 persen cukai tidak akan banyak pengaruh bagi perokok.

Selain itu harus disiapkan betul langkah-langklah mengantisipasi lonjakan jumlah pengangguran dari buruh pabrik rokok. Bila pemerintah memiliki keberanian yang tinggi untuk mengurangi produksi rokok secara drastis, maka tanpa fatwa MUI pun jumlah perokok akan menurun tajam.(pit)

Jumat, November 21, 2008

Mundurnya Iklan Rizal Malarangeng

Mundurnya Rizal Malarangeng pada bursa Calon Presiden 2009 cukup membuat prihatin kalangan muda. Rizal Malarangeng yang gencar memasang iklan mulai Juli 2008 di TV dan Koran serta Billboard di Kota-Kota besar di republik ini, akhirnya mengakui bahwa iklan saja tidak cukup untuk mendongkrak namanya untuk mendapat dukungan yang lebih luas.

Mengangkat isu Capres dari golong muda ternyata tak begitu diperhatikan oleh rakyat negeri ini. Berdasarkan pengakuan Rizal, berbagai upaya sudah dilakukan untuk mendongkrak namanya, namun tetap saja ratingnya kalah dengan seniornya, SBY dan Megawati. Kedua tokoh ini rating terus berkejar-kejaran, dan satu nama baru Prabowo yang menjadi kuda hitam. bahkan hasil survey LSI yang baru iklan kampanye Prabowo berhasil merebut posisi teratas dengan meraih 65 persen suara, dan diikuti oleh SBY, urutan ketiga adalah Megawati.

Di Jawa Timur juga ada fenomena menarik saat Pilkada, yakni Sukarwo dan Saifullah Yusuf (KarSa) dinyakan sebagai pemenang Pilgub Jatim mengalahkan Kofifah Indar Parawangsa dengan selisih 60.233 suara untuk KarSa dibanding dengan Kaji. Kaji meraih 7.669.721 suara dan Karsa 7.729.944 suara.

Bila disimak lebih dalam lagi, kemenangan KarSa, Pakde Karwo dan Saifullah Yusuf, adalah sebuah upaya kerja keras Karwo yang sudah sekian lama menjadi birokrat di Jawa Timur, namanya ada di STNK mobil dan motor se-Jawa Timur, sebagai Kadispenda Prop Jatim. Saifullah Yusuf, juga sangat dekat dengan kaum Nahdliyin khususnya anak-anak muda, sebagai Ketua Umum Gerakan Anshor.

Suara mereka didongkrak lagi dengan masuknya partai besar Golkar, Demokrat, PKS, PAN, PKB. Masing-masing menggerakkan mesin partainya. Dan iklan di media massa maupun di TV serta Baliho hanya sebagai remainding saja, bukan sebagai alat utama untuk mengeruk suara.

Kofifah, namanya juga sudah demikian dikenal, sebagai aktivis perempuan bahkan pernah menjadi menteri di zaman pemerintah Gus Dur. Hanya saja, pendampinginya, Mujiono masih membutuhkan energi besar untuk di dongkrak suaranya. Namun, hasil tipis menunjukkan kerja keras di dua bagian sangatlah luar biasa.

Menyimak kinerja partai dan prestasi personal Karwo dan Saifullah serta Kofifah, ini sangat berbeda dengan munculnya Rizal Malarangeng. Rizal seolah-olah tiba-tiba saja muncul ke permukaan tanpa awalan yang gilang gemilang. Banyak orang mempertanyakan Siapa sebenarnya Rizal Malarangeng. Seandainya Andi Malarangeng tidak menjadi pengamat politik ternama dan juru bicara kepresidenan, tentu banyak orang tak tau asal usul Rizal Malarangeng, sehingga menyulitkan bagi tim suksesnya untuk menaikkan di orbit politik nasional.

Isu generasi muda belum tentu direspon, meski masyarakat Indonesia, boleh dibilang sering melakukan trial and error, namun tidak terlalu gambling banget. Hal inilah yang membuat nama Rizal, yang tidak bisa dinaikkan menyamai rating SBY yang mengkonsepkan kampanye dengan menampilkan keberhasilannya dan berslogan: LANJUTKAN !.

Megawati mencoba mendekati massa rakyat kecil lagi, dan tetap bersemboyan untuk Wong Cilik Sembako Murah.

Prabowo, menyuarakan keluhan rakyat khususnya petani, nelayan dan pedagangan pasar tradisional, suaranya langsung naik bersama Gerindra.

Apakah mereka terdongkrak karena iklan di koran, TV dan Billboard, jawabnya TIDAK. Nama mereka sudah dikenal jelas oleh masyarakat dengan track recordnya sendiri-sendiri. Iklan hanya untuk REMAINDING kepada rakyat yang sudah lama tak bertemu atau lupa.

Jadi jelas, iklan bukanlah satu-satunya cara untuk memenangkan suara dalam pilpres, tetapi kerja nyata dan prestasi kepada masyarakatlah yang sangat menentukan.(pit)

Kamis, November 20, 2008

UMK dan Preman

Upah Minimum Kabupaten dan Kota Bandung akan dinaikkan 11,25 persen menjadi Rp 1.044.630 dari sebelumnya Rp 939.000 pada tahun 2008. Angka UMK ini keluar setelah diadakan investigasi dan survey kebutuhan hidup layak (KHL) Kota Bandung sebesar Rp 1.118.687. Artinya UMK Kota Bandung hanya bisa memenuhi 93,38 persen.

Bagi pemerintah ini mungkin pilihan sulit, karena kenyataan harga barang kebutuhan pokok di pasar terus melambung seiring dengan menguatnya kurs dlar AS terhadap rupiah. Apalagi pagi pengusaha, yang saat ini sedang puyeng menghitung biaya operasional yang naik akibat dolar AS yang terbang tinggi, dan seolah-olah pemerintah tak berdaya apa-apa seperti pada krisis 1998 silam.

Harga bahan pokok produksi yang naik ditambah biaya opersional dan masih ditambah dengan melemahnya daya beli masyarakat baik lokal maupun internasional, tentu membuat para pengusaha puyeng tujuh keliling. Hal itu masih belum ditambah lagi dengan pengusaha yang mendalkan sebagian investasi atau modal kerjanya dari bank. Suku bunga bank terus menanjak dan makin tinggi, melebihi kemampuan biaya yang dianggarkan oleh pengusaha.

Pada sisi buruh juga pilihan sulit. Hasil survey yang dilakukan pemerintah kota Bandung itu tentu belum bisa dianggap akurat sesuai dengan perkembangan perekonomian terkini. Bisa jadi hasil survey itu hanya layak ketiga survey dilakukan, pada saat UMk diputuskan, harga kebutuhan itu sudah melambung tinggi.

Biaya itu belum ditambah dengan biaya sekolah anak yang tak pernah berhenti bertambah dalam bentuk berbagai iuran, meski pemerintah Jawa Barat sudah menjanjikan akan menggratiskan biaya sekolah, namun sekolah masih saja menarik iuran. Belum termasuk biaya kesehatan bagi keluarga buruh. Biaya kesehatan ini bisa jadi lolos dari survey, karena sifatnya mendadak dan seringkali tidak dianggarkan dalam budget keluarga.

Himpitan kebutuhan hidup dasar bagi buruh makin berat, seolah tak ada jalan keluar selain menuntut kepada pengusaha agar upah dinaikkan dari hanya sekedar UMK Rp 1.044.630. Namun pengusaha juga tidak kalah repotnya, memenuhi tuntutan buuruh tentu akan meningkatkan biaya karyawan, yang berujung pada angka akhir yakni laba atau rugi. Bila merugi, maka konsekuensinya perusahaan harus mengurangi jumlah karyawan agar terjadi titik keseimbangan, perusahaan jalan, namun tidak merugi.

Bagi buruh, menuntut kehidupan adalah desakan perut, tetapi bila terus didesak, maka konsekuensinya adalah harus menerima kenyataan, di PHK. Belum tentu juga ada jaminan uang pesangon akan diterima, pengusaha akan beralasan dana untuk pesangon tidak ada, akibat kerugian yang diderita perusahaan.

Ancaman PHK yang ada dipelupuk mata bisa jadi bukan pepesan kosong, namun sangat dekat dengan kenyataan. Bila saja PHk terjadi maka buruh akan berharap mencari pekerjaan lain yang lebih tinggi menggaji per bulannya. Bisa jadi akan keberuntungan bisa juga tidak, mengingat kondisi semua perusahaan di dunia sama-sama susah.

PHK karyawan sejak 1998 saja masih belum banyak yang tertampung di lapangan pekerjaan di era SBY-JK, apalagi bila ditambah dengan PHK periode krisis finansial 2008 ini. Pada sisi lain, pemerintah sama sekali tak punya dana untuk menarik para pekerja yang di PHK melalui program kerja masal. Pemerintah hanya menyiapkan dana bantuan Langsung Tunai (BLT) itupun bisa dipastikan anggarannya tidak memasukkan adanya jumlah karyawan PHK baru pada krisis yang berlangsung sejak 15 September 2008 itu.

Pada sisi lain, masyarakat mulai diresahkan oleh para pengangguran yang berubah sifat menjadi preman. Keresahan masyarakat ini direspon langsung oleh Polisi dengan menggelar Operasi Preman. Semua preman ditertibkan bahkan ditangkapi. Saya yakin, bila operasi preman ini benar-benar dijalankan, maka ruang tahanan se-Indonesia tidak akan pernah cukup, selain itu dana yang dibutuhkan juga tidak kecil, dan belum dianggarkan pada tahun 2008.

Polisi dalam menyelenggarakan operasi Preman ini hanya sifatnya membina agar tidak meresahkan masyarakat. Dan, preman tidak akan berkurang jumlahnya, baik yang melakukan pungli, hingga melakukan aksi kriminal dengan kekerasan. Akar masalahnya tetap saja satu, yakni kurangnya lapangan kerja.

Memang tidak semua pengangguran berubah sifat menjadi preman, namun tetap saja menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Langkah yang perlu untuk dilakukan yakni sama-sama memahami kondisi, pemerintah juga harus sadar bahwa pungli atau korupsi menyengsarakan rakyat, karena itu pemerintah harus berhenti korupsi. Pengusaha juga harus berempati besar pada buruh, dan buruh perlu memahami kondisi riil di pasar. Semoga kita bisa selamat dari krisis ini.(pit)

Minggu, November 16, 2008

Tetangga kunci sukses rebut Kursi Legislatif

Jumat sore 11 orang datang bertamu untuk mengajak diskusi tentang Jawa Barat, mereka adalah calon legislatif dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat. Masing-masing mengenalkan diri dan program-programnya, tentu yang mengena ke masyarakat mulai urusan ekonomi kerakyatan hingga masalah pendidikan. Saya hanya menganggut-manggut mendengarkan, para calon wakil rakyat ini menuturkan cita-citanya untuk rakyat Jawa barat bila terpilih kelak pada Pemilihan Umum (Pemilu) April 2009.

Dalam diskusi itu belum terungkap apa saja yang telah dilakukan oleh caleg PAN itu selama lima tahun kebelakang. Pemikiran saya ini sederhana saja, membangun kepercayaan rakyat tentu tidak cukup hanya dengan memasang iklan atau datang pada saat kampanye, dan memberi janji-janji lalu meninggalkan bingkisan atau apa sajalah dengan harapan dicoblos namanya pada Pemilu.

Gaya menarik suara masyarakat dengan pola seperti itu tentu sudah kedaluwarsa. Rakyat sudah mulai bingung menentukan pilihan pada 2009 ini, karena demikian banyaknya jumlah partai politik yang bertarung. Tercatat jumlahnya 38 partai. Sedangkan kalau disurvey tentu masyarakat paling hanya mampu mengingat 10 nama partai. Dan partai yang saat ini memiliki kursi di DPR dan di Kabinet atau jadi Presiden dan Wakil Presiden, tentu sangat diuntungkan.

Kembali pada PAN Jawa Barat. Ada harapan besar untuk meningkatkan dukungan di Jawa Barat dari 7 persen menjadi 15 persen atau setara dengan 15 kursi di DPRD Jawa Barat. Alasannya, PAN Jabar telah menjadi The Rulling Partai, artinya kader PAN cukup banyak yang menjadi kepala daerah pada Pilkada di Jabar. Yang sering disebut namanya dan dianggap sebuah keberhasilan besar yakni tampilnya nama Dede Yusuf menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat.

Saya melihat ada pergeseran cara dalam mengeruk suara rakyat pada 2009 ini. Kesan saya para Caleg sangat menyepilihkan arti sebuah dukungan. Cara mendapat dukungan cukup siapkan uang dan konsep yang 'Angin Surga'untuk rakyat, maka akan dengan mudah melenggang menjadi wakil rakyat. Padahal dukungan yang sesungguhnya adalah dari orang-orang yang kenal dan ingin diwakili suara hatinya. Di mata saya, rakyat tetaplah punya hati dan perasaan dan masih bisa berfikir sehat meski miskin. Nama yang terpilih, adalah mereka yang selama ini memiliki jasa besar di mata rakyat. Bila saja Caleg sudah menanam benih kebaikan tentu akan menuainya pada Pemilu 2009.

Benih kebaikan itu, bisa saja dimulai dari hal-hal kecil yang selama ini diabaikan. Misalnya sampah, selalu saja jadi masalah, namun belum ada seseorang yang berani membuat terobosan sehingga masyarakat bisa mendapat manfaat dari sampah yang mereka buat sendiri. Sebagai contoh, membuat kompos, dan memanfaatkannya untuk kepentingan orang banyak. PLN bahkan telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk membuat kompos untuk dijadikan energi listrik.

Bila saja ada yang memeloporinya dan menggugah bersama-sama kesadaran rakyat untuk menggunakan energi listrik sehemat mungkin, dan mengubah perilaku dari membuang sampah menjadi mengolah sampah tentu akan memberi kesan yang mendalam pada rakyat.

Hal lain, pendidikan. Bea Siswa bagi anak-anak tak mampu di sekitar lingkungan kita. Banyak sudah dana pemerintah digelontorkan, namun banyak juga yang menguap. Seharusnya ada yang berani menanggung biaya sekolah untuk usia anak-anak sekolah hingga SMA.

Kesehatan, masih banyak orang tak mampu yang membutuhkan pengobatan, namun proses demikian rumit, sementara pengobatan membutuhkan waktu yang cepat untuk penangannya. Hingga sekarang masih banyak rakyat miskin yang telantar di rumah sakit, karena masih belum ada yang memperhatikan secara serius.

Tiga contoh kecil ini bisa menjadi bahan renungan bagi Caleg untuk mengeruk suara pada pemilu. Apa artinya pasang spanduk atau baliho sebanyak-banyaknya, namun rakyat tak mengenalnya secara hati ke hati. Gerakan berbudi baik dan berbudi luhur dan bekerja keras, di luar waktu kampanyelah yang menjadi penentu.

Sebagaimana Allah SWT mewahyukan :

"…Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,.” (Q.S. An-Nisa:36)

Nabi Muhammad SAW pun mengingatkan kita agar selalu berbuat baik kepada tetangga:
Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata keduanya, “Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim”. (H.R. Bukhari Muslim)

Bila saja para caleg telah mengukur dirinya sejauhmana dirinya telah melakukan resep dari Allah swt dan pesan Nabi Muhammad sawt, maka dia akan dengan mudah melenggang ke kursi legislatif. Namun, bila sebaliknya, hanya mengandalkan istilah politik yakni mengandalkan Mesin Politik Partai, bersiaplah untuk menyesal karena uang sudah dihamburkan, namun kursi tak tergapai. Karena rakyat tidak segan-segan 'menghakimi' caleg pada saat pemilu, dengan cara menerima upetinya namun tidak mencoblosnya atau memilih Golput.(pit)

Kamis, November 13, 2008

Buruh dan Jago Sulap


Demo besar melanda Gedung Sate Bandung, tempat Gubernur Jawa Barat H Achmad Heriyawan berdinas mengemban amanah selama lima tahun ke depan. Persoalan yang diteriakkan oleh pendemo yang mengatasnamakan sebagai perwakilan Buruh Se-Jawa barat itu menuntut agar Gubernur Jawa Barat meneken surat yang 'mengharuskan' pemerintah kota dan kabupaten menaikkan UMR sebesar 20 persen pada tahun 2009. Berdasarkan SK Gubernur kenaikan ditetapkan sebesar 10,56 persen.

Besarnya Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat Rp 628.191 atau setara dengan harga 104,6 liter bensin. Bila saja, buruh pabrik itu memiliki tempat tinggal di desa berarti dia harus sewa rumah atau kos, di Bandung tarif kos minimal Rp 300.000 untuk satu kamar satu orang dengan luas kamar 3x2,5 meter. Di sekitar pabrik memang ada kos Rp 150.000 - Rp 200.000 per kamar. Bila memilih kos yang sangat sederhana saja, upah buruh sudah tinggal Rp 428 ribu. Makan sekali minimal Rp 5.000. Padahal untuk kerja giat dan stamina baik harus makan tiga kali, Rp 5.000 x 3 = Rp 15.000 kali 30 hari, total sudah Rp 450.000.

Apakah buruh tidak butuh transpor? Apakah terus-terusan membujang? Biasanya mereka menutup biaya itu dengan mengikuti jadwal lembur yang diatur oleh perusahaan, uang lembur itu biasanya untuk menyambung hidup. Tapi masih ada satu pertanyaa lagi, kebanyakan buruh merokok. Ini berarti upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat itu sama sekali sulit untuk diterima oleh akal sehat, baik untuk kalangan berpendidikan rendah sekalipun.

Bagaimana dengan kenaikan 10,56 persen, atau sebesar Rp 66.336? Kenaikan ini sama sekali tak berarti apa-apa. Mengapa? Mari kita simak, harga kebutuhan pokok sekarang mulai perlahan naik, meski pemerintah telah menjanjikan harga BBM turun Rp 500 per liter mulai Desember 2008. Penurunan itu tentu tidak serta merta menurunkan harga barang kebutuhan.

Pasalnya, BBM hanya komponen kecil dari biaya produksi. Komponen terbesarnya adalah bahan baku. Tekstil misalnya, bahan bakunya sudah susah di dapat dari dalam negeri. begitu juga dengan produk sepatu, negeri ini sudah menjadi tukang jahit, semua bahan bakunya diimpor. Padahal untuk mengimpor barang, standar mata uang yang digunakan adalah dolar AS. Coba perhatikan berapa harga dolar terhadap rupiah sekarang ini. Pada penjualan Kamis (13/11) dolar diperdagangkan dikisaran Rp 11.913 berdasar data Bank Indonesia, dan tidak menutup kemungkinan akan naik lagi, karena kebutuhan dolar di dalam negeri terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan untuk membayar utang luar negeri, baik swasta maupun pemerintah.

Sangat wajar bila buruh menuntut kenaikan lebih dari 10,56 persen. Pertimbangan rasional yang mengikutinya yakni, inflasi pada bulan Oktober 2008 saja sudah menyentuh angka 11,77 persen. Inflasi ini terus naik, seiring dengan naiknya mata uang dolar, karena para pemilik uang akan asyik bermain dolar sehingga uang yang beredar dalam bentuk rupiah menjadi lebih banyak. Bila pemerintah tidak segera mengantisipasi dengan menaikkan suku bunga SBI lagi, maka tidak menutup kemungkinan, dolar makin jaya dan inflasi makin menggila.

Bila saja kenaikan UMP itu hanya 10,56 persen, artinya kenaikan UMP itu bukannya membuat buruh sejarhtera namun justri nombok. Untuk mengikuti laju inflasi saja, sudah tidak mencukupi. Itu belum kita hitung kenaikan harga barang setelah dolar naik. Penurunan harga bensin tentu tidak terlalu signifikan bagi masyarakat buruh, karena mereka bukan penikmat bensin. Justru yang diuntungkan adalah para pengusaha dan kelas menengah serta atas yang konsumsi BBM jenis premium alias bensin cukup tinggi.

Sebuah mobil sedan 1.500 cc saja, untuk aktivitas kerja satu bulan, dengan jarak tempuh dari rumah ke kantor 10 km, dan operasional sehari-hari bila dia seorang tenaga lapangan atau manager marketing atau sales, akan menghabiskan minimal 100 liter. Itu baru satu mobil, kebanyakan level manager memiliki lebih dari satu mobil, apalagi pemiliknya, dipastikan punya koleksi mobil mewah yang notabene boros BBM. Itu sebagai gambaran bahwa penikmat BBM premium bukanlah buruh.

Sangat susah bagi teman-teman buruh pabrik merumuskan arti kebutuhan dalam hitungan angka-angka secara matematis. Hal itu adalah yang mustahil, menurut almarhum Asmuni Pelawak Srimulat, Hil yang Mustahal. Tapi mengapa pemerintah tetap saja takut mengambil sikap untuk menghadapi keresahan buruh?

Dimata pengusaha menaikkan upah buruh itu sebanarnya bukan hal mudah, karena buruh itu masuk pada 30 persen atau lebih komponen biaya. Menaikkan upah tidak dengan hati-hati sama dengan mengajak menutup pabrik secara cepat. Namun ada persoalan yang lebih menjadi perhatian bagi pengusaha, yakni suku bunga kredit.

Sebagaimana diketahui, dunia usaha sangat jarang yang menggunakan modal sendiri, sebagian besar menggunakan modal bank, dengan meningkatnya suku bunga kredit akibat krisis finansial, tentu membuat biaya bunga yang harus dibayar makin besar. Hal itu masih ditambah lagi dengan melemahnya daya beli masyarakat, khususnya masyarakat tujuan pemasaran produk. Misalnya, sepatu, Amerika akan banyak menolak produk impor dari Indonesia, karena mereka lagi sepi, begitu juga tekstil dan produk tekstil.

Hal itulah yang membuat pengusaha sulit memenuhi tuntutan untuk menaikkan upah buruh. lantas kepada siapa buruh harus mengadu? Pemerintah, jawabnya. Tentu saja pemerintah tidak harus serta merta mensubsidi UMP atau UMR, namun pemerintah harus benar-benar merealisasi janjinya untuk pendidikan gratis dan biaya kesehatan gratis. Bagi masyarakat kecil, buruh pabrik di kota atau di desa, makan adalah hal muda, tetapi sekolah dan biaya kesehatan adalah hal mahal yang susah dicernah oleh akal sehat mereka.

Untuk itu, akan lebih bijak bila pemerintah tidak hanya menolak permintaan buruh untuk menaikkan UMP, tetapi juga harus berani meyakinkan, bahwa biaya pendidikan dan kesehatan benar-benar gratis. Selain itu, harus ada keberanian, KORUPSI di pemerintahan harus dibersihkan. Tidak cukup hanya seorang Gubernur saja yang bersih, tapi semua PNS di sekitarnya harus mengubah gaya hidupnya, yang mewah meski gaji kecil. Biasanya kita menyebut PNS itu sebagai Jago Sulap, gaji kecil tapi penghasil besar.(pit)

Rabu, November 12, 2008

Dolar menguat lagi

Saat aku presentasi di Exelcomindo untuk membuat planning event 2009, sebuah SMS masuk ke HPku. Isinya, dolar sudah menembus angka Rp 11.500/dolar AS. Akupun dengan cepat mengakhiri pembicaraan dengan teman XL, dan berjanji akan datang lagi untuk membahas proposal dan teknis pelaksanaannya.

Dalam perjalan ke kantorku aku cari cara bagaimana agar perusahaan ini tidak merugi, aku yakin sebuah perusahaan media yang bahan bakunya hampir 70 persen dari kertas akan terpukul. Sedangkan menaikkan harga jelas sebuah langkah yang tidak mungkin. mengapa? karena daya beli masyarakat membang sedang buruk. Alternatifnya ya, harus dengan menekan biaya.

Dalam komponen penjualan koran itu ada yang namanya jatah bayar dan jatah konsinyasi, dan retur. Alternatif paling mungkin untuk menekan biaya yang membengkak dan pengeluaran yang besar yakni menekan retur. Akupun mulai menghitung bila retur ditekan hingga 10 persen pasti akan berkurang biaya. Tapi ada risiko, bila retur ditekan, pasti penjualan akan menurun, maka aku coba buat skema, pasti ada penurunan hingga 10 persen dari oplah biasanya.

Seminggu yang lalu aku sudah menghitung bila dana luar negeri Amerika serikta terus ditarik dan cadangan devisia Indonesia terus tergerus untuk intervensi dolar terhadap rupiah, bisa dipastikan rupiah akan meleha dalam waktu yang demikian panjang, meski pemerintah memberi jaminan ekonomi akan stabil.

Dolar akan terus menguat dan rupiah akan gonjang-ganjing, suku bunga akan naik, sehingga suku bunga kredit akan teus naik, invetasi akan seret. Penurunan harga minyak tidak akan membantu apapun dalam membangun kenmbali daya beli masyarakat. Industrai yang terkait dengan ekspor akan merosot.

Mudah-mudahan pemerintah punya pil ampuh untuk menyehatkan kondisi ekonomi yang sedang gontai dan hampir jatuh ini. Untuk itu, efisiensi adalah cara paling jitu untuk mencapai target 2008 ini.(pit)

Rezeki atas doa Ibu

Hari sabtu pagi aku rada malas bangun, sambil tiduran aku lihat televisi, tiba-tiba teringat tentang rencana acara peringatan 1000 meninggalnya ibuku, yang kemungkinan jatuhnya pada 4 Desember 2008. Aku langsung telepon adik-adikku di Sidoarjo. Satu per satu aku telepon tapi pada sibuk semua, satunya, Heru, adikku yang bungsu teleponnya malah ga diangkat, meski aku sampai empat kali kontak. Aku yakin HP-nya ketinggalan, karena dia suka mancing, mungkin HP-nya ketinggalan di rumah.

Aku coba telepon Yuli, adikku, juga sibuk terus, lalu aku coba lagi, baru berhasil. Aku tanya tentang kondisi keluarganya dulu, alhamdulillah baik-baik. Aku lalu menayakan tentang rencana peringatan 1.000 hari Ibu. Dia bilang awal Desember 2008, tapi tanggalnya belum ditentukan. Aku jadi ingat pesan alamarhum Ayahku, beliau bilang, "Yok, tolong kalau kamu ga sibuk, harap pulang untuk memperingati 1.000 hari ibumu."

Sayang Ayahku setelah menyampaikan pesan dan mengatur segala biaya, dimana anak-anaknya tidak diperkenankan repot-repot, karena Ayah yang atur katering dan segalanya, kecuali bila ada yang mau menyumbang. Tujuan Ayahku biar tidak merepotkan anak-anaknya. Keenam anaknya setuju, satu saja yang tak menjawab, karena berbeda faham. kakaku kedua Muhammadiyah, dia menganggap pengajian memperingati 1.000 hari Ibuku adalah bid'ah, dan bid'ah adalah sesat. Aku dan kakakku sulungku serta adik-adikku, diam saja. kita sepakat untuk tidak membuka forum debat. karena pesan Ayahku, tidak perlu memperdebatkan persoalan yang tidak terlalu penting. Ayahku setelah berpesan itu, tiga bulan berikutnya meninggal dunia.

Pembicaraan dengan adikku, Yuli pun berkembang kearah silaturahim lebaran, dimana aku tidak pulang ke Sidoarjo berkumpul dengan keluarga. Dalam pembicaraan adikku, dia berkeluh kesah soal mobilnya yang ditabrak mobil Jazz, dan penabrak tidak bertanggung jawab, langsung lari kencang meninggalkan bekas pada bamper mobil adikku.

Tiba-tiba saja, dia nyeletuk, sudah ga punya uang, mobil malah ditabrak orang. "mas, Yok, waktu ke mekkah haji dan umrah kemarin apakah ga mendoakan aku, masa yang kaya cuman sampeyan saja," tanyanya.

Aku terhenyak dengan pertanyaan itu. Aku ga mengira kalau adikku bakal bertanya seperti itu. Aku jawab, semua aku doakan agar hidup layak dan sejahterah, nah soal realisasinya, kan kembali kepada masing-masing.

Aku lalu memutar otak untuk kembali pada masa lalu, saat kami masih sama-sama kecil di rumah. Aku waktu itu ingat betul, di keluarga, aku memang yang paling sering dimintai tolong ibuku untuk membantu mencarikan pinjaman uang untuk adik-adikku atau kakakku bila waktunya bayar sekolah. Suadaraku mereka umumnya ditugaskan Ibuku hanya untuk berfikir dan belajar mencapai prestasi, selebihnya urusan uang saku dan bayar sekolah adalah urusan Ibuku, karena ayahku bertugas di luar pulau sebagai militer. Dan, aku adalah anak yang kerap disuruh Ibu. Meski agak malas-malasan, semula, tapi Ibuku, selalu bilang," Sudahlah, tolong kakakmu, adikmu, siapalagi yang ibu mintai tolong," pesannya dengan suara pelan.

Aku pun menurut saja, mulai dari menjual beras jatah mengganti dengan beras yang layak untuk makan, belanja ke pasar, karena aku sekolah masuk siang, hingga menjual makanan ringan di kantin-kantin. Semua aku laksanakan dengan senang saja, sambil bermain.

Hingga aku lulus SMA, aku kebingungan, terus kuliah atau cari kerja. Orangtuaku sudah pensiun dari TNI, meski pangkatnya perwira menengah, tapi tetap saja pensiunnya kecil, dan Bapakku tak mau ngobyek seperti pensiunan TNI yang sederajat dengan Ayahku.

Aku pun akhirnya nekad ikut tes sipenmaru, dan alhamdulillah diterima di Universitas Jember, Fakultas Sastra Jurusan Sejarah. Aku pesan kepada ibu dan Bapakku, tak perlu repot mengirim uang bulanan, karena aku akan berusaha sekuat tenaga mencari jalan keluar yang halal untuk bisa lulus S1.

Kuliahpun lulus dan aku melamar menjadi seorang wartawan di Surya Surabaya. Saat ada kegiatan di Pelabuhan aku bertemu dengan seorang pengusaha keturunan Arab di sekitar Masjid Sunan Ampel Surabaya. Dia sukses membuka travel, masih mudah waktu itu sekitar 40 tahunan. Aku coba wawancarai dia, tentang kisah suksesnya, membangun usaha hingga punya cabang dimana-mana.

Dia hanya menjawab enteng saja. "Aku selalu memberi Ibuku uang sebanyak-banyaknya, saat Ibuku butuh. Bahkan aku kirim uang untuk Ibuku biar ibuku sejahterah. Dan aku yakin Allah swt akan mengganti minimal 10 kali lipat karena doa ibu itu sangat didengar Allah swt. Aku yakin itu. Itulah kunci suksesku," katanya sambil senyum.

Aku tulis profil tentang dia dan kutipannya yang menurutku sangat berharga itu. Aku mencoba untuk menerapkannya.

Pada tahun 1993, Ibuku datang ke rumah kontrakanku. Ibu bilang butuh uang, nanti akan diganti bila rapelan gaji Bapakku sudah keluar. Ibuku pinjam Rp 1.000.000. Aku masih ingat waktu itu gajiku masih Rp 400 ribu per bulan, dengan anak satu. aku bilang istriku, aku punya tabungan cuma Rp 900 ribu. Istriku pun menyetujui meminjamkan uang belanja untuk menggenapkan Rp 1.000.000.

Ibu terus-terusan bertanya, ini uang tabungan atau uang belanja sehari-hari, aku dan istriku sepakat menjawab, uang tabungan. Ibuku pun berterimakasih, lalu pamit pulang. Aku senang bisa bantu Ibu meski agak bingung mencari ganti uang belanja. Untung anakku tak butuh susu kaleng, cukup dengan ASI, jadi soal makan bisa direm dikit-dikit, dan aku hobi banget puasa, sehingga bisa hemat.

Dua bulan setelah itu ada temenku datang memberi tau kalau ada rumah dijual dengan harga murah. Uang mukanya Rp 2.500.000, sekarang masih tahap pembangunan. Aku langsung mendatangi developernya, mencari informasi, ternyata benar. Saat aku datang, ternyata temenku yang jadi pengurusnya, dan aku disuruh booking dulu. Aku bilang ga punya uang. Dia bilang santai saja, karena pembangunan membutuhkan waktu 1 - 1,5 tahun. uang muka ga usah dipikir. Maka aku langsung pilih rumah.

Benar 1,5 tahun kemudian, tabunganku sudah mendekati Rp 2 juta, aku bisa beli rumah karena kontrakanku juga sudah mulai habis. Saat rumah sudah jadi, semua melunasi, aku masih saja belum dapat panggilang untuk melunasi, tapi anehnya disuruh tandatangan akta jual beli rumah. istriku sampai heran.

Aku jadi ingat pesan pengusaha travel itu. Kebaikan dan keihlasan pada Ibuku, membuat aku mendapat kemudahan yang menurutku luar biasa.

Aku lalu merunut lagi ke telepon adikku, apa yang luar biasa dariku sehingga aku bisa dinilai oleh saudaraku sendiri lebih makmur. Hingga kini aku terus instrospeksi, apakah ibadahku, apakah doaku, apakah zikirku, apakah kebiasaanku puasa, apakah salat malamku, apakah sedekahku. Aku belum berani merumuskan, yang jelas aku akan terus meningkatkan ibadah dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan kepadaku dan keluargaku.(pit)

Komentar