Kamis, September 25, 2008

Lailatul Qadar

Waktu pulang dari salat Subuh aku dan teman-teman melewati pasar. Pada 10 hari terakhir disaat Allah swt menjamu para hambanya yang berpuasa dan beriktiqaf dengan pahala yang besar bagi yang bertemu dengan Lailatul Qadar. Malam yang turun setahun sekali dan diyakini turunnya pada 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan ini memang memberi bonus pahala yang menggiurkan yakni sama dengan ibadah 1.000 bulan sekitar 83 tahun 4 bulan. Coba kita bayangkan usia manusia setelah Rasulullah saw ini rata-rata harapan hidupnya hanya sampai 60-70 tahun.

83 tahun beribadah nonstop tanpa henti tentu bagi manusia biasa dalah hal yang mustahil. Hal itu hanya bisa diraih oleh orang suci sekelas Nabi Muhammad saw. Bonus pahala ini diberikan karena usia rata-rata umat Muhammad saw jarang yang menyentuh 80 tahun. Tapi kenyataan yang terjadi, pada 10 hari terakhir bukannya masjid yang ramai orang beriktiqaf, tetapi justru makin sepi. Jumlah jemaah salat terawih makin menurun, dari 10 shaf menjadi tinggal dua shaf itupun tinggal generasi tua yang usianya diatas 50 tahun.

Berebut bonus Allah swt ini makin kurang dikhidmati oleh umat Nabi Muhammad saw yang merantau dari kampung halamannya. 10 hari terakhir mereka pada disibukkan dengan kegiatan persiapan mudik. Entah mudik naik pesawat, keretap api, bus, mobil pribadi atau motor yang sekarang lagi ngetrend. Setelah mudik diperjalanan yang cukup melelahkan, masih ditambah pertemuan untuk melepas kangen setelah tiba di kampung halaman. Aktivitas ibadah di bulan suci Ramadhan pun tinggal, puasa, salat fardhu dan bayar zakat, iktiqaf yang menjanjikan bonus pahala besar makin terabaikan. Bahkan tidak jarang dengan alasan capek di perjalanan, sisa waktu puasa dilewatkan alias sudah tidak puasa lagi.

Kampung yang tadinya sepi manjadi hiruk pikuk, mobil mewah dan motor baru bersliweran, orang-orang dengan wajah ceriah dan penampilan baru mengisi keheningan dan ketenangan kampung. Tema pembicaraan yang semula tentang hama padi dan gagal panen mendadak berubah menjadi tema nasional, Korupsi Al Amin Nasutian, Korupsi dana BI, Korupsi Agus Condro, dan janji ketua Partai Megawati tentang padi begitu juga janji padi Super Toy yang dibanggakan presiden.

Akan sangat sayang kesempatan dari Allah swt yang datangnya setahun sekali dilewatkan begitu saja, atau diisi dengan aktivitas yang tak bermanfaat, bahkan bisa terperosok pada maksiat, menggunjing atau menggibah. Padahal perintah Allah swt untuk mencari malam yang sangat mulia itu jelas dan tertera di Al Quran surat Al Qadr.

Pada Al Quran Surat Al Qadr, ayat pertama, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan."

Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al Quran.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi saw bermimpi melihat Bani Umayyah menduduki dan menguasai mimbarnya setelah beliau wafat. Beliau merasa tidak senang karenanya. Maka turunlah Surat Al Kautsar: 1, dan Surat Al Qadr:1-5 untuk membesarkan hati beliau. Demikian Hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim dan Ibnu Jarir yang bersumber dari al-Hasan bin Ali.

Al-Qasim al-Hirani menyatakan bahwa kerajaan Bani Umayyah itu ternyata berlangsung tidak lebih dan tidak kurang dari 1000 bulan. Menurut at-Tirmidzi, riwayat ini Gharib sedang al-Muzani dan Ibnu Katsir menyebutnya sangat munkar.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah saw. pernah menyebut-nyebut seorang Bani Israil yang berjuang fii sabilillah menggunakan senjatanya selama seribu bulan terus menerus. Kaum muslimin mengagumi perjuangan orang tersebut. Maka Allah menurunkan Al Quran Surat Al Qadr:1-3, bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada perjuangan Bani Israil selama 1000 bulan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Wahidi yang bersumber dari Mujahid.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di zaman Bani Israil terdapat seorang laki-laki yang beribadah malam hari hingga pagi dan berjuang memerangi musuh pada siang harinya. Perbuatan itu dilakukan selama seribu bulan. Maka Allah menurunkan Surat Al Qadr:1-3 yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadr lebih baik daripada amal 1000 bulan Bani Isra'il tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid.)

Terkait dengan bagaimana mencari malam yang mulai itu, banyak ulama menyampaikan pendapat dengan memberi berbagai ciri-ciri yang bisa dilihat oleh manusia biasa. Namun, agar kita punya rujukan yang jelas, marilah kita merujuk pada tanda-tanda malam lailatul qadar yang pernah disebutkan oleh hadist Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam paling tidak ada empat yang dapat kita ketahui bersama meskipun tanda-tanda tersebut tidak harus ada. Diantaranya:

1. Udara dan suasana pagi yang tenang

Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)

2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya

Dari ubay bin ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan” (HR Muslim)

3. Terkadang terbawa dalam mimpi

Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum

4. Bulan nampak separuh bulatan

Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,

“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR. Muslim)

Ada banyak cara yang dicontohkan oleh Rasulullah untuk mendapatkan malam seribu bulan itu, yakni, berpuasa, beramal soleh, tetap melaksanakan salat tarawih, membaca Al Quran dan memahami maknanya, salat tahajud. Aktivitas itu mulai dari terbenam matahari hingga terbit fajar di masjid-masjid.

Ruh manusia memang tidak ada yang tahu, sampai kapan diamanahkan kepada kita dan kapan saatnya Allah mencabutnya, maka sebaiknya kegiatan duniawi tidak terlalu menyita kesempatan emas yang diberikan Allah swt sebagaimana disampaikan oleh Rasullah saw.(pit)

Tidak ada komentar:

Komentar