Sabtu, Oktober 25, 2008

Bunga Bank Kian Melambung

Pada sebuah perhelatan Wayang Golek dengan dalang Asep Sunandar yang gelar PT PLN Jawa Barat di lapangan HUB DAM III Siliwangi Bandung, aku berkesempatan duduk paling depan, disampingku seorang pimpinan Bank Swasta yang terkenal. Semula berkenalan dan bertukar kartu nama. Kemudian pembiacaraan mengarah pada gonjang-ganjing di dunia perbankan setelah 45 hari krisis global sejak 15 September 2008 silam.

Banker ini menceritakan kondisi krisis di Amerika Serikat yang biang keladinya dari kredit property atau yang lebih dikenal dengan Subprime Mortgage, sebenarnya sebuah malapetaka yang sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Dia menganggambarkan kondisi harga properti di negeri Barack Hussein Obama itu, seperti harga bunga Antorium saat booming 6 bulan silam.

Harga properti di Amerika Serikat itu sebenarnya hanya 'digoreng' istilah untuk menggelembungkan nilai sebuah aset oleh para broker. Misalnya, harga sebidang tanah Rp 5 juta, oleh para broker dibeli dengan harga Rp 15 juta, oleh broker lain dibeli dengan harga lebih tinggi lagi Rp 25 juta, naik terus hingga Rp 50 juta. Akibatnya kredit properti pun harus menyesuaikan, suku bunganya diringankan, agar pembeli terus terangsang. Karena harga kelewat tinggi, maka banyak yang macet, maka ambrollah ekonomi Amerika Serikat.

Dunia perbankan di negeri kita baru 45 hari menghadapi krisis sudah mulai gonjang-ganjing, suku bunga kredit tabungan dan deposito sudah mulai jor-joran naik. Minggu lalu suku bunga deposito tertinggi baru 10 persen. Itu karena Suku Bunga Sertifikat bank Indonesia (SBI) 9,5 persen, namun di penghujung minggu ini sudah banyak bank yang memasang suku bunga deposito 12 hingga 13 persen. Akibatnya suku bunga kredit komersial melebihi 17 persen.

Banker muda ini memperkirakan kondisi suku bunga kredit memang tidak akan seperti pada 1998 silam yang mencapai 67 persen, namun suku bunga kredit diperkirakan bisa menyentuh angka 20 persen. Bila sudah diatas 20 persen, maka sektor riil akan terpukul semua akan terhenti. Zaman sekarang sulit cari keuntungan usaha diatas 20 persen, kalau suku bunga 20 persen, artinya orang berusaha hanya untuk bayar kredit.

Perbankan juga begitu, dengan mendapatkan bunga 20 persen sama saja dengan balik modal, karena dana yang diperoleh dari tabungan dan deposito juga sudah mahal. Dilemanya, bila tidak ikut bersaing dalam suku bunga deposito, akan kalah dengan bank lainnya.

Aku singgung tentang BCA yang dengan yakin memasang suku bunga deposito terendah diantara bank swasta lainnya. Banker muda itu hanya tersenyum. BCA itu dapat bunga murah luar biasa besar dari Tabungan Tahapan, yang bunganya cuma 2-2.5 persen, sehingga bisa melempar kredit dengan harga murah. Bagi BCA tak perlu harus bersaing dalam suku bunga deposito atau tabungan.

Tetapi semua bank akan merasakan dampak krisis ini, apalagi ada imbauan pemerintah agar semua perbankan berlaku hati-hati terhadap kredit properti. Itu berarti kredit properti yang sudah jalan saat ini siap-siap saja naik suku bunganya. Aku juga ikut was-was jadinya setelah mendengar penjelasan teman baruku ini, karena aku juga punya kredit properti yang mematok suku bunga berdasarkan harga pasar alias anuitas. Jadi kalau suku bunga naik ikut naik, kalau turun agak enggan turun.

Banker itu menyarankan, tunda dulu beli rumah atau membuka usaha, depositokan saja dana anda dalam waktu satu bulan-satu bulan. Jangan lupa hati-hati dalam investasi, cari bank yang benar-benar sehat. Jangan sampai memburu untung besar malah buntung. Naudzubillah mindzalik.(pit)

Tidak ada komentar:

Komentar