Senin, Desember 08, 2008

Qurban bukan money politic

Takbir berkumandang di segala penjuru arah mengagungkan nama Allah swt, sebagai pertanda datangnya hari Raya Idul Adha bagi umat Ismal di dunia. Hari Raya Qurban demikian orang menyebutnya, ada yang menyebut dengan Hari Raya Haji. Hari raya idul Adha adalah saat yang tepat untuk berbagi kepada sesama, berupa daging kambing, sapi, dan onta.

Qurban berbeda dengan sesaji pada penganut animisme dan dinamisme. Sesaji, juga berupa makanan atau bahkan manusia disajikan pada alam atau dewa-dewa agar para dewa tidak murka kepada alam dan manusia. Qurban tidak disajikan untuk Tuhan. Umat Islam perlu bersyukur memiliki Tuhan, Allah swt yang maha kaya dan maha memiliki alam semesta beserta isinya, Allah tidak butuh pemberian manusia. Allah tidak memerlukan daging, makanan atau bahkan wanita untuk disajikan kepada-Nya.

Lantas untuk siapa kurban, domba, sapi dan onta? Kurban dari manusia untuk umat manusia. Ber-qurban, adalah belajar untuk memahami sesama, berbagi untuk sesama. Orang yang dikategorikan mampu harus atau wajib berqurban dengan menyembelih domba, sapi atau onta. Dan hasil penyembelaian diberikan kepada saudara dekat dan saudara jauh, tetangga dan handai tolan yang setiap hari hidup dalam himpitan kemiskinan.

Sebagaimana dalam firman Allah swt:
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)
Sisi keutamaannya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam dua ayat di atas menggandengkan ibadah berqurban dengan ibadah shalat yang merupakan rukun Islam kedua.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”

Beliau mengatakan lagi: “Oleh sebab itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:
"Katakanlah; sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.” (Al-An’am: 162)
Walhasil, shalat dan menyembelih qurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat.”

Dengan qurban, manusia menjadi merasa setara tak ada yang merasa lebih atau kekurangan. Bahkan, Allah swt melarang umat Islam puasa selama empat hari yakni pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasri'. Ini berarti pad empat hari itu, umat Islam di dipersilahkan untuk menikmati daging qurban, sesuai dengan takarannya. Dalam arti lain, hari raya Qurban adalah hari dimana tak ada fakir miskin yang tak bisa makan daging, semua berbahagia menikmati daging, sapi domba atau onta.

Qurban di negeri Indonesia ini memiliki makna yang sangat besar, Apalagi kondisi krisis finansial yang berhembus dari Amerika menerjang rakyat kecil, yang baru saja bangkit dari bencana silih berganti, musim hujan datang dan banjir pun menyambutnya, dibarengi dengan perubahan musim tanam sehingga mengganggu jadwal tanam dan masa panen. Jumlah umat yang hidup digaris kemiskinan terus bertambah, baik di perkotaan maupun di pedesaan.

Qurban menjadi media komunikasi antara manusia dengan manusia. Dengan 2,5 ons daging ini menyadarkan kita semua bahwa manusia pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri tanpa ada bantuan orang lain. Bisa saja seseorang meraih prestasi atau karier yang menjulang tinggi dengan bekal ijazah dan kemampuan intelektualnya, namun masih membutuhkan manusia lain untuk mencapai puncaknya.

Puncak karier manusia ibarat sebuah piramida, yang paling bawah menyokong atasnya, dan atasnya- dan atasnya, maka muncullah orang yang berada di pucuk piramida. Dalam kehidupan politik seorang wakil rakyat bisa duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bukan hanya karena kepandainannya, namun juga pengorbanan orang-orang di sekitarnya. Begitu juga presiden, tak mungkin bisa terpilih bila rakyat tidak menghendakinya.

Disinilah makna qurban, orang yang berada di atas baik secara finansial maupun karier dan prestasi, harus dan wajib ingat mengingat orang-orang yang telah secara ikhlas mendorongnya keatas, baik dengan sepengetahuannya langsung maupun tanpa sepengatahuannya.

Di saat negeri sedang sibuk kampanye partai politik untuk Pemilu legislatif pada April 2009, tidak sedikit politisi yang menggunakan moment Idul Qurban sebagai wahana untuk memperluas loyalitas rakyat pada partai atau person dengan iming-iming daging Qurban. Qurban dijadikan sarana Money Politic.

Tentu sangat beda Qurban dengan Money politik. Money politic diberikan dengan dasar nafsu politik atau kekuasaan, dengan tujuan mengharapkan imbalan berupa loyalitas palsu dari orang-orang yang diberinya. Money politic sama sekali tidak mengharap ridha Allah swt. Bahkan Money Politic menjauhkan diri dari rasa ikhlas, dan membangun fondasi keangkuhan, dengan menganggap bahwa segala sesuatu dapat dibeli dengan uang.

Sedangkan Qurban diberikan dengan niat dasar ikhlas mengharapkan keridhaan Allah swt, atas dasar cinta, dan ucapan terimakasih yang tak ternilai kepada Allah swt atas karunia berupa keimanan, rizki, kesehatan, karier, jabatan, keluarga yang bahagia, serta anak yang sholeh dan ilmu yang bermanfaat.

Ber-qurban sama sekali tidak boleh dilandasi oleh rasa takut kepada Allah swt, namun didasari keikhlasan dan keimanan kepada agama Allah swt, dan didorong keinginan mendirikan bangunan ibadah yang utama, serta membangun sebuah kekuatan bathiniah guna menjalin silaturahim dengan sesama secara abadi, di dunia dan di akhirat kelak. (pit)

Tidak ada komentar:

Komentar